02- Thalita

736 34 0
                                    

      "Thalita! Manager memanggilmu.” panggil Renata dari belakang. Thalita menghentikan tangannya yang sedang menyusun pakaian untuk di pajang.

      "Ada apa?”

      "Entahlah, aku pun enggak  tahu,” jawab Renata. Dia mengambil alih pekerjaan Thalita.

        Thalita berjalan ke ruang manager. Mall ini belum buka, biasanya sebelum pukul 9 semua staf dan karyawan sudah mempersiapkan pembukaan mall.

      Thalita menatap Ronald dengan mata menyala. Keputusan Ronald belum bisa dia terima. Bisa-bisanya Ronald memecatnya. Jangan bilang masalah pribadi dijadikan alasan. Thalita pernah menolak perasaan Ronald.

      "Keputusan sudah final Thalita. Percuma kau memaksa,"ucap Ronald, setengah pantatnya duduk di atas meja dengan tangan berlipat.

      "Memecat orang tanpa alasan yang kuat. Tidak masuk akal. Aku tidak akan menerima keputusan kalian,” geram Thalita. Baju seragamnya yang fress body membuatnya sesak.

      "Kami mengurangi tenaga kerja. Aku menyodorkan namamu. Maaf Thalita, pekerjaanmu untukku kurang memuaskan," ujar Ronald. Laki-laki berkumis tipis itu menatap Thalita penuh arti.

      "Pekerjaan atau kau pakai alasan pribadi?”

      "Terserah apa yang kau pikirkan yang jelas kau dipecat. Dan sekarang kau boleh pergi,” usir Ronald. Tangannya menunjuk pintu keluar.

      "Dengar ...Aku akan protes pada atasan,” ucap Thalita. Manager bukanlah jabatan paling atas bukan.

      "Percuma karena aku sudah memblacklist namamu dari sini.” Ronald tegas. Matanya mencetak kemenangan.

      Thalita menggertakan giginya. Entahlah apa yang dilakukan Ronald padanya hingga Ronald berhasil memecatnya. Thalita seorang karyawan yang taat peraturan dan rajin. Thalita membuka pintu dengan kesal.

       "Thalita.” Thalita menoleh, “ Selamat untuk pertunanganmu yang gagal.”

      "Terima kasih,” sahut Thalita.

      Thalita menatap tajam pada laki-laki yang sudah duduk di bangkunya itu. Thalita, bersyukur tidak menerima cinta laki-laki itu dulu. Dia seorang laki-laki bangsat. Thalita meruntukinya. Kenapa dia dikelilingi laki-laki yang tidak punya otak.

Apa di dunia ini ada banyak laki-laki yang seperti Morgan dan Ronald.

      "Kau dipecat!" teriak Renata. Dia menemani Thalita membersihkan lokernya. Baru Thalita sadari isi lokernya terlalu banyak. Sebagian besar hadiah dari Morgan. Thalita membuang ke tong sampah dekat loker. Tidak ada gunanya menyimpan barang-barang dari orang yang tidak pernah menghubunginya lagi.

      "Entahlah Ree... Aku sudah menerima keputusan itu. Daripada harus melihat wajah Ronald setiap hari!" tukas Thalita. Tangannya memasukkan barang ke dalam kardus dengan kesal. Demi apa pun ia meruntuki nasibnya.

      "Sabar Thalita. Aku tahu kau sedang dalam masa yang sangat ..." Renata memeluk Thalita. Tidak bisa membayangkan berada diposisi temannya itu.

      "Aku stress Ree...Rentenir mendatangiku. Morgan menjual namaku saat meminjam uang,” keluh Thalita. Ia berusaha menahan air mata supaya tidak turun. Beberapa hari ini banyak rentenir mendatanginya.

      "Morgan. Laki-laki brengsek!" umpat Renata.

      "Kau benar." Thalita terisak.

        Setelah semua barangnya selesai di packing ke kardus kecil. Thalita memegang  kardus itu di depan dadanya sambil berjalan. Semua kawan-kawannya melihat kepergian Thalita. Percayalah, tidak semua ikut bersedih. Ada juga yang menyunggingkan senyum sinis melihat kepergian Thalita. Itu biasa dalam pekerjaan. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk menyukai kita.

Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang