06 - penolakan

362 21 0
                                    

          Pagi-pagi Arion sudah mengelilingi kamar. Ia mencari Thalita. Saat bangun tidur dia tidak mendapatkan Thalita di kamar. Ia bergegas menuju kolam renang, mungkin saja Thalita ingin berenang pagi ini. Sampai di sana tidak terlihat istrinya. Arion mendengus kesal dan saat ia berbalik melihat Thalita baru saja masuk.

       Entah mengapa, tidak melihat Thalita pagi hari membuat perasaannya ada yang kurang. Setidaknya dia sekarang sudah memperistri gadis itu, walaupun belum pernah ia sentuh. Sial! Keadaan itu sangat menyiksanya.

      "Kemana saja kau pergi?" teriak Arion. Dia sangat posesif. Saat melihat wanitanya sudah di depannya.

     "Gym."

       "Gym? Kenapa kau pergi ke sana?!"

      Thalita tidak peduli raungan Arion. Dia mengelap keringatnya dan masuk ke kamar mandi. Setelah berganti baju Thalita melihat meja makan sudah ada sarapan. Arion tidak akan pergi kerja sebelum sarapan bersama Thalita. Andaikan Arion suami yang sesungguhnya bagi Thalita. Gadis itu pasti bahagia.

Thalita menunggu di meja makan. Tiba-tiba Arion datang dengan ekspresi datar. Thalita kadang bingung melihat laki-laki itu. Dia bisa tenang tapi juga bisa mengamuk di waktu bersamaan.

Dari mana dia pergi tadi ?

      "Aku.” Thalita menghentikan ucapannya. Dia tidak ingin memulai pembicaraan lebih dahulu.

      "Aku mau kau tidak keluar dari tempat ini lagi. Kau dengar! Tinggal di sini sampai aku pulang kerja, kali ini kau harus mengikuti apa kataku." Tegas Arion. Bahkan tadi dia pergi untuk melihat tempat gym yang didatangi Thalita. Memastikan kalau di sana tidak bercampur dengan kaum laki-laki.

      "Kau dengar itu, Thalita Aryashuta!"

Suara Arion keras. Wajahnya serius. Renungannya cukup tajam. Kedua bola matanya sudah hampir keluar. Tapi tidak membuat Thalita sedikit pun merasa takut.
Thalita menggeser piringnya. Moodnya jadi buruk. Dia menatap kasar pada Arion.

      "Kau tidak bisa melarangku!"

      "Aku yang mengatur. Bukan dirimu!"

       Mereka hanya tinggal berdua di dalam kamar menyebabkan Arion dengan mudah melakukan apa pun terhadap Thalita. Jeritan, sepak terjang dan segala maki sudah dibuat Thalita melawan Arion. Itu semua percuma.

        Yang diinginkan Thalita adalah keluar dari kehidupan Arion, bebas dari laki-laki yang sama sekali ia tidak kenal itu. Ia meruntuki Arion dalam hatinya, yang katanya mencintainya itu malah lebih banyak memarahinya daripada memberi perhatian.

      "Aku bukan burung yang harus diam di dalam sangkar emasnya,” jawab Thalita dengan berani.

      "Kemana lagi kau ingin pergi! Kau hanya perlu menunggu sampai aku pulang. Ini bukan negaramu Thalita." Arion keras dengan keputusannya. Thalita juga belum mau menyerah. Dia senang memancing amara Arion.

      "Aku bisa kemana pun yang aku inginkan." Thalita membantah.

      "Jangan membantah, Thalita!" bentak Arion.

      "Kau tidak bisa mengatur hidupku sesuka hatimu. Walaupun aku istrimu.” Lancar lidah Thalita berkata. Matanya jelas melawan Arion.

           Arion mendorong Thalita hingga jatuh ke atas tempat tidur. Ia merayap di atas tubuh gadis itu tanpa bersentuhan. Arion tidak bergeming menatap Thalita yang sudah ketakutan. Ia bisa melihat dengan jelas tubuh gadis itu gemetar. Kejadian kemarin membuat Arion gelisah. Ia tidak akan membiarkan Thalita lari untuk ke dua kalinya.

Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang