39 Thalita menghilang

686 31 1
                                    

Arion turun dari tempat tidur dengan malas, badannya tidak enak. Ia memutuskan tidak berangkat ke kantor. Rambutnya yang berantakan dibiarkan saja sambil melangkah ke luar.

           "Pagi Den. Mbok sudah buatiin sarapan,” sapa Mbok Nur. Di meja sudah terhidang nasi goreng dan segelas susu.

          "Saya belum mau sarapan, Mbok. Nanti saja. Kalau Mbok sudah selesai Mbok bisa pulang saja.” Arion mengusir secara halus, hari ini dia sedang ingin sendiri.

          "Baik Den. Kalau gitu sarapannya Mbok biariin  di atas meja." Mbok Nur terdiam, kemudian menunjukkan foto yang sudah pecah."Mbok dateng lihat foto ini sudah pecah.”

Arion melihat sebentar, itu adalah foto saat di Thailand bersama Thalita.

Segitu ngamuk dia sampai foto juga dia pecahkan, batin Arion.

            "Buang saja Mbok.” Arion menghidupkan televisi. "Mbok, jangan di buang. Simpan saja di laci,” teriak Arion melihat Mbok membawa foto itu pergi.

Mbok Nur tersenyum, dia memang tidak berniat membuangnya malah mau ganti bingkai fotonya.

         Suara langkah yang semakin lama semakin mendekat. Arion memutar tubuhnya melihat siapa yang pagi-pagi sudah bertamu.

          Ardi, Renata, Andre dan seorang wanita masuk ke dalam rumahnya. Arion berdiri karena bingung, namun wajah yang datang terlihat cemas.

           “Apa yang kalian lakukan di sini, pagi-pagi bertamu?” suara Arion datar memandang mereka,               “Kau tidak ke kantor, Ndre?”

           "Ini jauh lebih penting dari urusan kantor.” Andre menatap Arion lama, kemudian Arion menatap Ardi tidak mengerti maksud kedatangan mereka.

       "Thalita menghilang, Rion,” ucap Ardi dengan tajam.

      "Hilang lagi? Mungkin dia sedang refreshing. Untuk apa kalian katakan padaku. Bodoh.” Arion tersenyum sinis."Dia sudah memberiku surat. Mungkin selama dia bertapa di gunung baru sekarang dapat ilham untuk ngurus surat cerai.”

          "Arion! Kami serius.” Renata menegaskan. "Semaleman kami nungguiin dia, kami telpon dia enggak angkat.”

            Arion menatap tajam pada Renata, merasa dibohongin selama ini. Berulang kali dia menanyakan Renata jawaban-nya tidak tahu dan sekarang dia bilang semaleman menunggu.

        "Permainan apa yang kau dan Thalita mainkan?” suara Arion terdengar marah.

          "Boleh aku bicara.” Davina bersuara. Arion tidak menjawab dia menatap Davina sebentar, dia merasa tidak mengenal Davina.

        "Aku tahu aku terlambat datang menyapamu. Aku Davina kawan Thalita saat SMA. Aku juga ada bersama Thalita saat  kecelakaanmu terjadi,” ucap Davina dengan gugup. Dia mencuri perhatian Arion. Dia membuat pandangan Arion tertumpu padanya.

         "Seharusnya waktu itu aku menuruti Thalita untuk menunggumu di rumah sakit. Tapi, aku malah menyuruh Thalita untuk pergi, kami baru tamat SMA. Masih sangat muda saat itu. Hal seperti itu membuat aku takut masuk penjara.”

         "Tapi, aku bersumpah. Kami datang ke rumah sakit lagi melihat kondisimu. Thalita terlihat terpukul dia mau tanggung jawab. Besoknya kami datang kau sudah dipindahkan ke Jakarta.” Arion tertawa kecil, dia sempat tertegun mendengar cerita Davina. Namun semuanya tidak akan merubah situasi sekarang.

         "Sudah selesai ceritanya?” tanya Arion dengan santai. "Sekarang  kalian bisa ke luar dari sini, aku lagi tidak mood  bergabung dengan drama kalian.”

Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang