De Bonne Heure

1K 192 118
                                    

Mencintai diri sendiri adalah awal dari romansa seumur hidup.

Devano Alsyam

07:00 GMT

Ingin rasanya ku cairkan kesedihan ini
Kesedihan yang sudah membatu di akar dada
Yang setiap hari merayap hingga ke mata
Dan berakhir dengan hujan dan genangan

Seandainya kupunya kuasa
Kan kuraibkan duka hitam itu hingga debu
Hingga yang tersisa adalah hati yang embun.

Happy Reading

Cahaya sang surya telah menulusuk diam diam, menerobos celah ventilasi sang pemilik kamar. Sayangnya, sang empu masih tenggelam dalam mimpinya. Ia tidak terusik bahkan tidak memperdulikan sosok wanita paruh baya yang senantiasa membangunkan anak semata wayangnya itu.

Devan, sosok pria tampan nan jangkung memiliki segudang prestasi, sosok pria yang unggul dikalangan wanita. Sosok  gaul nan dermawan, sangat menjunjung tinggi adab dan sopan santun. Ia terlahir dari keluarga terpandang, menjadikannya pria yang di prioritaskan bahkan dibanggakan dalam keluarganya. Namun apakah mereka tahu, bahwa segala yang ia punya sekarang tiada artinya lagi.

Bahkan untuk melakukan hal yang ia suka, ia sudah tidak ingin lagi. Semua sudah sia-sia, tak ada lagi tawa ataupun bahagia dalam hidupnya. Ia sepi, bahkan berpikir untuk tidak melanjutkan hidup yang ia jalani sekarang. Rahang tegas telah ia perlihatkan, menandakan sang empu sudah diujung emosi. Ia sedang menahan sesak dan sesal dimasa lalu, pikiran itu datang lagi. Ia benci, sangat membencinya. Mengapa semuanya terjadi begitu saja?

Mata lentik yang menebarkan senyuman tulus, bibir yang selalu tertawa lepas. Wajah yang selalu terngiang dalam benaknya, tak pernah sedikitpun bayangan itu luntur. Bahkan sampai sekarang, wajah itu tetap sama. Ingatan itu membuat ia pusing, mengapa selalu datang? Banyak pertanyaan dalam benaknya, rasanya pertanyaan itu membuat ia hampir ingin meledak.

Sungguh, ia sedang tidak ingin melihat wajah itu, wajah yang selalu menghantuinya setiap waktu. Ia sangat lelah, seperdetik kemudian perasaan itu seketika muncul tiba-tiba. Perasaan bersalah dan sesal menyeruak dalam jiwanya, raganya tak sanggup lagi. Bahkan untuk berjalan pun ia sudah tidak mempunyai tenaga, rasanya jiwa dan raganya sudah dikuasai perasaan sialan itu sekarang.

Hufhh

Napas berat itu keluar begitu saja, ia rasa tidak ada semangat pagi ini. Ia sekarang tidak memperdulikan wanita paruh baya yang sedari tadi memperhatikannya disisi tempat tidurnya. Ia hanya ingin sendiri, mungkin terasa kejam bila ia katakan kalimat itu, ia hanya melewati ibunya begitu saja. Bersiap untuk pergi sekolah.

"Papa harap kamu tetap menjadi kebanggaan papa," suara baritone itu terdengar lagi.

"Ya,"

Hanya jawaban singkat untuk ayahnya tersebut. Ia sedang tidak ingin banyak bicara dengan siapa pun, ia sudah lelah.

"Mama sudah menyiapkan makanan kesukaanmu Devan," senyum itu merekah seketika.

Hanya anggukan kecil yang Devan perlihatkan, ia sedang tidak mood untuk menjawab ibunya.

Maafkan aku ma

From DevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang