33. Rasa Bersalah

111 12 2
                                    

Mata Gisti terasa sangat berat, kepalanya pusing, tubuhnya sangat goyah. Ia tidak sanggup memulai hari baru dengan keputusan yang dibuatnya semalam, perasaan itu kembali muncul. Perasaan bersalah kepada Nadia yang selama ini menjadi sahabat baiknya, ia sudah menghancurkan hati Nadia. Keegosiannya mencintai Bryan ternyata berujung malapetaka, ia tidak ingin melihat Nadia mati konyol hanya karena cintanya ditolak oleh Bryan.

"Gisti..," terdengar suara Lia dari balik pintu.

Lia membuka pintu kamar Gisti dengan perlahan, sebenarnya Gisti sangat malu kepada ibunya karena wajahnya saat ini menunjukkan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Tanpa berkata apa-apa, Lia hanya mengelus lembut pundak Gisti. Naluri seorang ibu memang begitu kuat, Gisti tidak perlu mengatakan panjang lebar tentang apa yang ia rasakan. Seorang ibu akan selalu tahu bahwa anaknya dalam keadaan seperti apa.

"Tante Astuti tadi menelpon dan—"

Gisti langsung meraih tangan Lia, bersimpuh dihadapannya dan memohon maaf. "Maafkan, Gisti, Bun. Ini semua karena Gisti. Gisti, benar-benar egois..."

"Apa yang terjadi antara kamu dengan Bagas?" pertanyaan itu sontak membuat Gisti terkejut. Namun, ibunya masih menatap Gisti dengan tenang tanpa amarah.

"Ma-ksud, Bunda apa?" sahut Gisti gugup.

"Tante Astuti mengirim sebuah video tadi pagi. Bunda benar-benar terkejut bahwa di dalam video tersebut adalah anak sulung bunda. Bunda, ingin anak bunda ini menjawab pertanyaan bunda dengan jujur," jeda beberapa detik, "ada hubungan apa Gisti dengan Bagas?"

Satu tetes air mata keluar dari pipi Gisti. "Bunda akan percaya dengan semua yang diucapkan oleh Gisti?"

Lia hanya mengangguk, tanpa menjawab pertanyaan Gisti. Kemudian Gisti menjelaskan semua yang terjadi pada dirinya saat itu, Lia bukan hanya terkejut namun ia juga merasakan kepedihan Gisti di masa lalu. Kalau saja Lia tidak pergi ikut dengan suaminya ke Malaysia saat itu, mungkin Gisti tidak akan merasakan hal buruk seperti itu. Ia juga merasa bersalah karena membiarkan keponakannya yang ia anggap baik, tinggal satu atap dengan Gisti.

"Bunda benar-benar merasa bersalah. Maafkan bunda, Sayang," lirih Lia.

"Bunda tidak perlu minta maaf. Seharusnya Gisti lebih bisa menjaga diri, maafkan Gisti kalau Bunda kecewa. Maafkan Bagas juga ya, Bun. Ia benar-benar khilaf kala itu dan ia pun sudah meminta maaf kepada Gisti atas perlakuannya," ujar Gisti agar Lia tidak ikut membenci Bagas karena masa lalu.

"Tante Astuti membatalkan perjodohan kamu dengan Bryan, Nak," Gisti yang mendengar hal tersebut tentu tidak terkejut, Astuti sudah melihat video itu dari Ashilla dan pasti ia akan membatalkannya.

Ia sama sekali tidak mengerti jalan pikir Ashilla, mengapa ia bersikukuh memisahkan Gisti dengan Bryan. Jika ini demi Nadia mengapa ia perlu repot-repot mengotori tangannya untuk menjauhkan mereka berdua.

"Kamu tidak terkejut, Nak?" tanya Lia yang hanya menangkap raut wajah datar dari anak sulungnya tersebut.

Gisti menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, mungkin Gisti berhak mendapatkan perlakuan seperti ini."

"Bryan pun terkejut melihat hal itu, sudah pasti Tante Astuti lebih terkejut dan langsung membenci Gisti." Lanjut Gisti.

"Lalu, bagaimana hubungan kamu dengan Bryan, Nak?" Lia nampak khawatir dengan Gisti.

"Kita memang tercipta untuk tidak saling bersama, Bun," kalimat yang terlontar dari Gisti sukses membuat Lia yang mendengarnya merasakan kerapuhan.

"Perasaan ini sudah sangat salah, Bun. Seharusnya Gisti menahannya sejak awal sebelum ini semua terjadi."

Lia memegang tangan Gisti dengan erat. "Tidak ada yang salah dengan perasaan, Gisti sendiri kan yang selalu bilang seperti itu kepada, Bunda."

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang