26. Rumah Terlarang

84 11 2
                                    

Hatinya masih ragu, melangkah atau kembali. Namun, amarahnya menguncang naluri kesabarannya untuk tetap berdiam diri. Seharusnya lelaki itu tidak perlu mengotori perjalanan hidupnya dengan cara seperti ini, apa daya takdir menyeretnya untuk terperangkap dalam kegelapan.

Kali ini ia tepat berada di depan pintu iblis yang seharusnya tidak perlu ia datangi. Aroma menusuk masuk ke sela-sela penciuman Bryan, seketika napasnya gusar, hampir setengah tubuhnya terkaku lemas, ia melihat setitik bayangan wanita berjalan ke arahnya.

"Sialan!!!" Ucap Bryan.

Bryan terjatuh lemas di hadapan Dian. Sebelum Bryan datang kesana, dengan sengaja Dian menaruh mesin pengharum ruangan di depan rumahnya yang sudah diisi dengan cairan kimia yang dapat melumpuhkan seseorang. Hanya wanita gila yang dapat berpikiran seperti itu.

Layaknya seekor kambing, tubuhnya diseret sampai ke sebuah ruangan bernuansa merah padam. Memiliki kesan menyeramkan disana. Dian membiarkan tubuh Bryan berada di lantai.

1 Jam Kemudian...

Bryan sadarkan diri, ia mencoba mengingat kejadian apa yang baru saja tertimpa pada dirinya. Pandangannya tertuju pada kursi tua berwarna coklat dibalut dengan warna merah tua memiliki kesan yang sangat ganas.

"Kau sudah sadar?" Wanita yang baru saja berdiri dari kursi tersebut menghampiri Bryan.

Ia mengelus lembut wajah Bryan yang penuh dengan keringat. "Mengapa kau datang tadi?"

Bryan menepis tangan Dian dengan wajahnya, karena tangan dan kakinya sudah diikat mati oleh iblis yang ada di hadapannya ini.

"Kau pikir aku bodoh? Aku yang melakukannya dan aku mengirimkan dia pesan? Sungguh anak yang malang. Kau dengan ibu-mu tidak ada bedanya. Sama-sama polos, tidak berguna."

"Mengapa harus papah?!" Teriak Bryan.

Dian tertawa sinis. "Hmmm... Benar ya kenapa harus lelaki itu? Harusnya kau bukan? Iya, kau! Yang sudah mengirimkan surat ancaman untukku."

Ia meraih dagu Bryan. "Kau menghancurkannya anak muda."

"Ia mencintaiku, tapi ia tidak bisa meninggalkanmu. Walaupun ada darah yang mengalir di dalam tubuh anakku." Lanjut Dian.

Bryan enggan mendengarkan celotehan wanita iblis tersebut, ia hanya terus berusaha bagaimana caranya ia melepaskan semua ikatan di tangan dan kakinya.

"Tapi satu hal yang pasti, kau pun akan jatuh kepadaku." Ucap Dian.

Dian berjalan ke arah meja meraih sebuah foto lalu tersenyum sinis saat melihatnya. "Kau pasti akan memilih Gisti bukan?"

Sontak mata Bryan terbuka lebar, ia terkejut mendengar nama Gisti dipanggil olehnya. "B-bagaimana bisa?!"

Dengan santainya ia merobek foto Gisti hingga tersisa puing-puing kertas berserakan di lantai. "Anak sahabat lamaku. Ini sungguh sangat menyenangkan bukan?"

Wanita itu berjalan ke arah Bryan. "Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan membunuhmu atau mengusik keluargamu lagi."

"Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi bukan? Yang kau tahu hanyalah kematian ayahmu saja." ujar Dian.

Bryan menatap sinis ke arah Dian. "Apapun alasannya aku tidak peduli! Ayahku tidak akan hidup kembali hanya karena kau menyesali perbuatan mu itu!!!" bentak Bryan.

"Jika ia berjanji untuk tetap berada di sampingku hingga bayi ini ..," Dian memegang perutnya yang sudah mulai terlihat buncit layaknya seorang wanita yang sedang hamil.

"—hingga bayi ini lahir. Aku akan membiarkan ia tetap hidup."

"Pembohong!!!" Sentak Bryan.

Dian meraih tali yang terikat di tangan dan kaki Bryan, lalu ia membukakannya. "Sekarang kau percaya? Aku tidak akan melakukan hal itu tanpa alasan yang jelas."

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang