"Izinkan gue menjadi yang kedua. Lo, boleh berhubungan lagi dengan Bryan asal gue jadi yang kedua," ujar Nadia dari balik telepon.
Kedua bola mata Gisti terasa sangat perih, hatinya pun merasakan hal yang sama sangat perih. Mengapa Nadia masih saja bersikap jahat kepada Gisti, sedangkan ia sudah rela berkorban untuk Nadia agar ia bahagia.
Saat teleponnya berhasil dimatikan, Gisti benar-benar memikirkan hal itu. Ia berpikir setidaknya harus bertemu Bryan untuk membicarakan semua ini. "Nggak, gue nggak mungkin ketemu Bryan. Dia pasti akan nanya alasan kenapa gue memutuskan hubungan dengannya." Gumam Gisti.
Hati dan pikirannya diambang kepiluan, kini tidak ada yang bisa ia perbuat. Hubungannya dengan Bryan berhasil dihancurkan oleh Ashilla, kini Nadia kembali menjadi wanita jahat yang tidak tahu diri. Gisti sadar betul bahwa perasaannya kepada Bryan adalah suatu kesalahan, ia sangat egois sampai tidak memikirkan perasaan Nadia.
Adik kecil Gisti—Dea, berusaha memasuki kamarnya dengan perlahan. "Kakak..," panggilnya diiringi dengan senyum manis.
Seketika Gisti menoleh ke arah Dea. "Ada apa, De?"
Dea sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tetapi terlihat jelas dibalik sorot matanya ia tampak ragu. "Itu, Kak..," tunjuk Dea ke arah pintu.
Gisti hanya mengikuti arah tangannya. Dea berjalan semakin dekat menghampiri Gisti yang tengah duduk di ranjang mungil miliknya. "Kak Bryan..," jeda beberapa detik, "tapi dia nggak dateng sendiri." Ucap Dea.
"Sama siapa, De?" tanya Gisti penasaran.
Dea tampak berpikir sejenak. "Sama kakak cantik yang mukanya terlihat sangat judes, Kak."
"Terlihat judes?" Dea mengangguk, sejenak Gisti berpikir dengan siapa Bryan datang ke rumahnya.
"Ayo, Kak. Kasian Kak Bryan sudah nunggu di depan rumah," gadis kecil itu menarik lengan Gisti agar beranjak dari kasurnya.
Namun, Gisti menahan Dea untuk berhenti menariknya. "Dea, dengerin kakak baik-baik ya?" Gisti menatap wajah adenya itu, "bilang sama Kak Bryan kalau kakak lagi nggak mau bertemu siapa-siapa."
"Loh, kenapa, Kak?" tanya Dea polos, "kakak kan nggak sakit dan baik-baik aja," suara cadel Dea membuat Gisti semakin gemas.
Gisti tersenyum kepada Dea, ia juga mengelus lembut kepalanya. "Dea sayang kan sama kakak? Maka dari itu Dea bantu kakak ya?"
Seketika Dea berpose bertolak pinggang. "Imbalannya apa?"
"Ish, masih kecil udah tahu imbalan!"
Ia mendekatkan mulutnya ke telinga Gisti dan membisikkan sesuatu. "Kata Bunda zaman sekarang nggak ada yang gratis, Kak."
Kalau saja Dea sudah dewasa dapat ia pastikan tidak akan menuruti permintaannya. Namun, karena usianya masih 7 tahun, mau tidak mau ia harus menuruti permintaannya agar Dea tidak mengadu pada Lia atau Budi kalau kakaknya tidak mau memberikan imbalan atas bantuannya tersebut.
"Oke, nanti kakak belikan ice cream kesukaan Dea," ucap Gisti yang membuat Dea sangat kegirangan.
"Kalau gitu Dea bakal bilangin ke Kak Bryan sesuai sama apa yang kakak omongin tadi," Dea berjalan keluar kamarnya dan menutup pintu dengan rapat.
Gisti berjalan ke arah jendela, ia cukup penasaran siapa yang datang dengan Bryan. Walaupun rasa penasarannya cukup tinggi, ia tetap tidak mau menemui Bryan saat ini. Gisti sangat takut tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik di hadapan Bryan.
Saat matanya berhasil menemukan sosok Bryan dan wanita yang sedang bersamanya, hatinya semakin rapuh. Ternyata wanita yang datang bersama Bryan adalah Nadia, tidak berhenti sampai disana ia melihat Nadia memeluk erat Bryan saat motornya mulai melaju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita ✔ [TAMAT]
Ficção Adolescente"Hanya saja aku selalu menginginkan hadirmu disini, izinkan aku memelukmu sampai waktu tak dapat berputar kembali." - Gistina Aufa Perjodohan menjadi hal yang tabu bagi Gisti, belum lagi lelaki yang akan dijodohkan dengannya adalah lelaki yang sanga...