"Bunda?" Gisti membuka pintu rumahnya, semua ruangan begitu hening seperti tidak ada satu orang pun dirumahnya.
"Bunda?" Ia mencoba berjalan mencari Lia.
Ia berjalan ke halaman belakang rumahnya, disana Gisti mendapati seorang wanita yang sedang duduk di pinggir kolam ikan. "Bunda?"
Lia langsung berbalik ke arah Gisti. "Nak ..."
Gisti terkejut melihat mata Lia yang begitu bengkak, seolah sesuatu hal telah terjadi padanya. "Bunda, kenapa? Kok, Bunda, nangis?" tanya Gisti.
Tanpa berbicara apapun Lia langsung memeluk Gisti, ia yang tidak tahu apa-apa hanya bisa membalas pelukan Lia. "Bun?"
"Ayo, kita pergi ke rumah Eyang." Ajak Lia.
"Loh, kok mendadak? Ada apa, Bun? Eyang sakit?"
"Bunda, tidak ingin melihat ayahmu untuk sementara waktu, Gis," Ia masih tidak mengerti apa yang Lia bicarakan.
"Maksud, Bunda?"
Lia menceritakan semua kejadian yang ia alami hari ini, perasaannya benar-benar terluka bahwa dua orang sekaligus mengkhianatinya. Gisti tidak menyangka bahwa hal ini terjadi pada keluarganya, Budi yang selama ini ia anggap lelaki paling suci yang selalu mencintai Lia ternyata dugaannya salah.
Sebenarnya Lia sudah mencurigai Budi, namun ia berusaha merahasiakan hal tersebut dari siapapun. Ia bahkan pernah melihat tiket pesawat ke lombok untuk dua orang dan pemesanan hotel untuk satu orang. Bagaimana bisa ia tidak curiga kala itu, namun Lia masih menahannya karena ia tidak ingin menuduh tanpa ada bukti.
"Kenapa, Bunda, tidak pernah cerita padaku?!"
Lia memegang erat tangan Gisti, ia sangat tahu betul bahwa hati ibunya itu sedang rapuh. "Bunda tidak ingin kau membenci, Ayah." Sahut Lia.
"Tidak ingin aku membenci ayah, Bunda, bilang?! Ayah sudah menghancurkan hati Bunda! Dan Bunda masih membela nya?!" Nada bicara Gisti sedikit tinggi, karena emosi setelah mendengar cerita Lia.
"Tolong dengarkan, Bunda. Nak, semua orang bisa berubah. Dan Bunda yakin, bahwa ayahmu akan kembali ke pelukan Bunda lagi." Ucap Lia.
Gisti tidak habis pikir dengan hati ibunya ini, mengapa ia masih membela suaminya yang jelas-jelas sudah menyakiti hatinya. "Mau sampai kapan Bunda bertahan? Semuanya akan tetap sama, Bun." Ucap Gisti.
"Maka dari itu kita istirahat dulu di rumah Eyang ya? sambil Bunda menenangkan diri disana. Nanti kalau sudah membaik, kita balik lagi kesini." Ujar Bunda.
Budi benar-benar jahat, membiarkan Lia wanita paling sabar yang pernah Gisti kenal merasakan pedih dikhianati olehnya. Bodoh Budi memang benar-benar bodoh, mengangungkan perasaannya untuk wanita lain dan mengorbankan perasaan istrinya sendiri.
Clek...
Pintu rumah pun terbuka.
"Bunda ... Gisti ... Dea ... Ayah pulang." sahut Budi.
Gisti yang mendengar suara Budi langsung menghampirinya. "Sayang? Bunda kemana?" tanya Budi.
"Masih bisa, Ayah, nanya bunda kemana?"
Budi yang nampak kebingungan dengan tingkah putri sulungnya itu langsung mengerutkan keningnya. "Loh, kamu kenapa, Nak?"
"Harusnya Gisti yang nanya! Ayah kenapa setega itu sama bunda? Ayah engga pernah mikirin perasaan Bunda?"
"Maksud kamu apa sih, Sayang?" Budi berusaha memegang pundak anaknya tersebut.
Gisti menepis tangan Budi. "Aku pikir ayah beda dari laki-laki lain ternyata sama aja. Tukang selingkuh!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita ✔ [TAMAT]
Novela Juvenil"Hanya saja aku selalu menginginkan hadirmu disini, izinkan aku memelukmu sampai waktu tak dapat berputar kembali." - Gistina Aufa Perjodohan menjadi hal yang tabu bagi Gisti, belum lagi lelaki yang akan dijodohkan dengannya adalah lelaki yang sanga...