8. Menyisakkan Luka

147 35 16
                                    

"Kalau dipikir-pikir sakit juga ya berharap pada ekspektasi sendiri."
- Gistina Aufa 

◾◾◾

Gisti mengetuk pintu rumahnya, membuat Budi dan Lia terbangun. Lia yang baru saja terbangun karena ingin menyiapkan sarapan untuk suami lebih awal, bergegas menuju arah pintu. Menerka-nerka kira-kira siapa yang datang se-pagi ini.

Lia membuka pintunya dan terkejut melihat kedatangan Gisti. "Loh, kok udah pulang? Bukannya Gisti bilang sama Bunda mau pulang siang? Ada apa sayang?" Lia menarik tangan Gisti ke dalam rumah.

"Kamu enggak apa-apa kan, Nak?" tanya Lia khawatir.

Gisti menggeleng cepat agar Lia tidak merasa khawatir lagi. "Ada beberapa kejadian yang mengharuskan Gisti pulang, Bun."

"Kamu pulang sama siapa? Sama Bryan? Bryan baik-baik aja?" Lia terus menerus menghujani pertanyaan kepada Gisti.

Gisti hanya bisa tersenyum cemas. "Nanti siang, Bunda, temani Gisti ke rumah Bryan, ya?"

"Ada apa, Nak? Kok perasaan bunda jadi enggak enak."

Dengan terpaksa Gisti menceritakan semua yang baru saja terjadi, perihal Nadia mengungkapkan perasaannya kepada Bryan hingga Bryan berhasil dipukul oleh Vino.

"Astagfirullah, kamu kenapa enggak suruh Bryan kesini dulu sih?" Panik Lia.

"Udah Gisti suruh, Bun. Tapi dianya yang enggaK mau. Katanya baik-baik aja."

"Nak, maafkan bunda sama ayah ya? Bunda sama sekali enggak tahu akan jadi seperti ini."

Mata Lia mulai berkaca-kaca, wajahnya menampilkan rasa bersalah kepada Gisti.

"Bunda ngomong apa sih? Semua ini bukan salah, Bunda, kok. Gisti sama sekali enggak menyalahkan bunda atas kejadian ini."

"Tapi, kalau bukan karena bun..."

Gisti langsung memeluk erat Lia. "Bun, ini bukan karena perjodohan Gisti sama Bryan kok. Semuanya sama sekali enggak ada kaitannya dengan hal itu. Bunda enggak boleh ngerasa seperti itu lagi ya?"

"Gisti sama Bryan sudah kenal lebih dulu sebelum ada perjodohan ini. Kita berdua juga sudah saling memendam perasaan jauh sebelum bunda dan ayah mengenalkan kita waktu itu," jeda tiga detik, "perihal Nadia, nanti Gisti akan minta maaf. Karena sudah menjadi sahabat yang jahat. Gisti tahu perlakuan Gisti ini salah."

"Sayang, kamu pasti bisa melewati semua ini. Lambat laun Nadia akan mengerti. Kita hanya perlu menunggu waktunya saja." Lia membawa Gisti ke dalam pelukannya.

Gisti tidak mungkin menyalahkan kedua orang tuanya, ini masalah hatinya yang seharusnya bisa ia pendam saja jika hal ini semakin rumit. Namun dengan kemantapan hati Gisti ia akan berusaha memperbaiki keadaan yang semakin kacau ini, ia yakin dibalik masalah akan ada jalan keluarnya.

◾◾◾

Bryan tiba di rumahnya, ia tidak perlu membangunkan siapapun karena ia punya kunci cadangan. Rumahnya yang besar nampak begitu sepi, wajah yang dipenuhi dengan luka lebam itu membuat Bryan nampak menyedihkan.

Hari minggu, seperti biasa Astuti--ibunya akan tinggal berdua dengan Bi Umah. Pasalnya hampir setiap weekend Bondan menghabiskan waktu diluar kota. Jika melihat keadaan rumahnya saat ini memang mewah tapi sayang kehangatan tidak lagi menyertai keluarga ini.

Bryan bergegas ke kamarnya, membersihkan diri lalu berbaring di ranjang besar miliknya. Ia memutuskan untuk beristirahat, kepalanya cukup pening mengingat kejadian yang baru saja menimpanya. Ia tidak habis pikir bahwa Nadia akan seberani itu mengungkapkan perasaannya kepada Bryan. Belum lagi Vino, teman dekatnya di kelas ternyata menyimpan perasaan yang sama kepada Gisti.

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang