Bab 24-2

14.1K 798 97
                                    

Kepada seluruh pembacaku yang setia menunggu Ugly Royale, 

Bab 24-2

 

            Detik itu juga, dunia berputar sungguh cepat. Anomali tersebut diikuti desisan serta guncangan dari dalam bumi. Obor-obor di dalam ruangan nyala-mati. Punggungnya menjerit-jerit kesakitan dengan adanya luka keparat. Tawa histeris Kalia menggema dalam telinganya. Sementara itu, dagingnya diharuskan merasakan kejanggalan yang membelah urat itu: Belati Kalia masih tertancap di punggungnya dan wanita tua itu tampak tak peduli

            Akhir. Ini adalah sebuah akhir baginya.

            Sebuah bola bening jernih timbul begitu saja dari tanah. Di dalamnya terdapat corak keunguan yang meliuk kesana kemari. Bintik keemasan di sepanjang ukiran tersebut berkelap-kelip. Seakan-akan bola tersebut hidup. Liukan adalah napasnya. Bintik itu adalah kedipan matanya.

            Thalia tengah berusaha mencabut belati tersebut saat wajah cantik Kania memancarkan ketakutan, melahirkan kengerian. Bayangannya yang kelabu kian redup dengan kemunculan bola tersebut. Thalia menyaksikan perubahan lambat tersebut; sebagaimana tubuh astral Kania perlahan aus. Bagai lembar uang yang terlalu lama dipakai, terlampau sering digosok.

            Kau—akan menghilang. Batin Thalia bergelut di antara ketidakpercayaan.

            Kania mengangguk. “Hantu tak selamanya mengembara dalam dunia fana, Thalia.” Bola mata keemasannya tak luput dari proses pemudarannya. Tekad yang membara dan berharga. “Sebab aku mengembara demi menanti orang sepertimu dan mengawalnya menuju Kunci. Menjadikanmu penjaganya yang selanjutnya. Tapi, aku tak pernah mengantisipasi gangguan dari Kalia.”

            Ruangan itu seketika berubah hening dan senada tepuk tangan menembus keheningan. Terdengar kering tak ubahnya sumur di musim kemarau. Tak ubahnya dua tulang yang saling beradu. Begitu kering serta menyeramkan. Meski demikian, Thalia tak akan mengakui ketakutannya. Kalia akan memanfaatkan kelemahannya—secuil pun.

            “Tindakan yang heroik, kurasa?” tanya Kalia, suaranya tinggi. Kunci itu mengikutinya dari belakang, terombang-ambing lembut dalam aliran udara. Hidup. “Tapi semuanya sudah berakhir. Kau tak begitu pandai menyembunyikannya, Dik.” Telapak tangan Kalia terulur samping, terbuka. Kunci itu menempatkan dirinya dengan tertib di genggaman Kalia.

            “Kalian tak akan pernah tahu keburukan macam apa yang akan dibawa Kunci itu,” ujar Kania, maju selangkah.

            “Kiamat. Penciptaan dunia baru yang ideal. Bukankah itu mimpi kita dulu, Kania? Menciptakan dunia tanpa kejahatan. Menyucikannya dari dosa. Ayah mewariskan keanggotaannya di Dewan kepada kita agar kita menyadari cita-cita keluarga kita. Arti keberadaan Keluarga Seymour; untuk melanjutkan perjuangan ayah.”

            Pedih di punggung Thalia meletus-letus—tak ada dari mereka berdua yang menyadari kesakitannya. Kania berucap, “Tapi Dewan salah. Membunuh orang tak berdosa demi mendapatkan Kunci. Bahkan kita akan menyiksa lebih banyak orang lagi saat kesemua Kunci itu terkumpul. Mereka akan menderita. Dan sesungguhnya, Kunci itu sendiri adalah makhluk haus darah—mengapa kita harus menumpahkan darah untuk memperolehnya? Tidakkah itu pernah terlintas dalam pikiranmu?“

            “TAPI ITU APA YANG KETUA MAU!” Kalia meraung. “Kita terikat sumpah darah dan tak ada gunanya melawan Dia. Kau bodoh, Kania, meninggalkan Dewan! Posisimu sudah menguntungkan dan terjamin kelak saat dunia baru tercipta.”

            Emas mata Kania seolah meleleh oleh bara api di dalam sana. “Aku tak butuh dunia di mana tirani berkuasa.”

            “TIRA—“ perkataan Kalia terpotong pada detik di mana sebuah belati melesat menusuk tangannya. Kunci menggelinding dari tangannya. Tepat sebelum menyentuh tanah, bola permata itu meengambang mengelilingi mereka bertiga.

UGLY ROYALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang