Jika cinta kata orang itu dari mata turun ke hati. Namun hal itu tak terjadi pada Amira, dikata cinta apa tidak itu hanya perasaan kagumnya dan ia mungkin berharap pada laki-laki itu. Tapi jika memang masih melekat mengapa terlupakan? Iya kan....
Amira mampu menjawab seluruh pertanyaan di dunia ini jika ia mampu hidup bersama lelaki itu, Angannya.
Memang jika bicara soal cinta apa boleh buat. Lirik lagu saja "kalau sudah cinta kopi pahit rasanya manis".3 hari ini Azam tak mengaji di tempat Amira, rasa khawatir jelas terlintas di hatinya. Amira berencana untuk pergi ke rumah Azam, untuk memastikan dia baik-baik saja. Namun sebelum itu, Amira mau ke rumah Bu Laras untuk mencari tau letak rumah Azam.
"Assalamualaikum Bu Laras "
Suara Amira mengucap salam sambil mengetok pintu. Tak lama kemudian Bu Laras keluar dan menyambut Amira dengan ramah, Bu Laras mempersilahkan Amira masuk, tetapi Amira terburu-buru dan langsung mengatakan tujuannya datang kemari.
"Itu neng, di belakang mushollah dekat rumah pak Imron.......""Oo terima kasih ya Bu Laras"
"Iya neng sama-sama"
Amira pamit dengan Bu Laras untuk pergi ke rumah Azam. Dalam perjalanan pun hati Amira tak pernah ingkar tuk terbesit dengan dzikir dan sholawatnya, berharap agar Azam baik -baik saja.
Amira sudah sampai di depan rumah Azam, terlihat sepi seperti tak ada orang, Amira berkali-kali mengucap salam tak ada jawaban. Amira mulai bingung, dan memutuskan untuk kembali besok pagi. Tiba-tiba Amira mendengar suara teriakan dari dalam rumah Azam, dan Amira pun tak pikir panjang langsung masuk ke rumah Azam dan mencari asal suara tersebut. Amira sangat terkejut, mendapati Azam yang tergolek lemah di lantai dengan keningnya yang memar.
"Astagfirullah, Azam ......." Suara Amira meninggi karena terkejut.
Amira membantu Azam untuk kembali ke tempat tidurnya, ia sangat prihatin dengan kondisi Azam, ia mengompres kening Azam agar tidak semakin memar.
"Di mana ayahmu? Mengapa meninggalkanmu sendirian di rumah, kau sedang sakit ayahmu malah pergi, seharusnya dia di sini merawatmu dan menjaga keselamatanmu. Ayahmu harus di beri tau bahwa yang terpenting adalah kesehatanmu" gerutu Amira kesal dengan ayah Azam yang tak ada di rumah saat kondisi Azam seperti ini.
Azam hanya mampu mendengar dan menatap Amira yang sembari tadi mengomel."Assalamualaikum Azam "
"Waalaikumsalam"
Amira terkejut sungguh terkejut, ia kembali bertemu dengan lelaki itu dirumah Azam tepat di ambang pintu. Mata ini jujur sangat terpana, dan Amira cepat mengucap istighfar dan memalingkan pandangannya ke Bu laras."Bu Laras, kok disini ada perlu apa Bu ?" Tanya Amira
"Ini neng, ibu mau jenguk Azam, kata Mas Ahmad itu Azam sakit."
"Azam memang sedang sakit bu, dia ada di kamar tadi ia sempat jatuh dan keningnya memar"
Lelaki itu yang mendengar penjelasan Amira terkejut dan langsung masuk ke dalam rumah untuk melihat Azam, Amira dan Bu Laras pun mengikutinya masuk.
"Bu, ayah Azam itu di suruh pulang dulu aja, kasihan Azam nggak ada yang jaga Bu. Apalagi nanti kalo dia butuh sesuatu, kasihan Azam kalo sendiri di rumah."
Ucap Amira kepada Bu Laras
Bu Laras yang mendengar ucapan Amira tertawa kecil sambil melirik lelaki itu.
"Ada apa neng? Ini di depan kamu kan sudah ayah Azam "
Jawab Bu Laras sambil tertawa kecil.Amira yang mendengar ucapan Bu Laras langsung terkejut sejadi jadinya.
Lelaki itu ternyata ayah Azam. Lelaki yang ia kagumi adalah ayah Azam, guru mengaji ibu-ibu yang rela menghadiri setiap rumah warga untuk mengajarkan mengaji, yang pernah bertemu dengannya di musholla dan memanggilnya neng.
Amira keluar dari kamar, ia duduk di kursi depan rasa terkejut dan malunya belum hilang, baru seminggu ia lupa wajah lelaki itu karena sibuknya hidup Amira, kini ia hadir dengan wajah baru yang lebih menyejukkan Amira dan kenyataan yang menyesakkan Amira pula.
Hatinya kecewa, rapuh, dan kacau.