Secinta cintanya Hoseok sama hujan, tentu sebagai manusia dia masih punya rasa benci sama sisi hujan yang kadang derasnya tidak bersahabat.
Hoseok kira hujannya ngga bakal turun untuk yang kedua kali semenjak istirahat sekolah tadi, dan dia pun ngga nyangka kalo hujannya bakal jadi semengerikan ini.
Mantel aja ngga sanggup buat benteng pertahanan di sepanjang perjalanan pulang karena situasinya ngga memungkinkan banget untuk tetep dibawa perjalanan gitu. Banyak resiko.
Ngga ada semburat jingga sedikitpun di langit sore kali ini, yang ada awan hitam tebel disana. Jalanan aspal ngga keliatan karna ketutup jutaan rintik aer, ditambah sama angin kenceng yang bahkan bikin pohon kelapa di pinggir jalan melengkung 90 derajat. Mana petir jedar jeder sana sini menambah takut seorang pangeran kuda yang tengah meringkuk di pojok teras ruko bersama sepeda kesayangannya.
Orang misqueen menangis melihat horang kaya meringkuk macem gelandangan seperti itu.
Hoseok yang tengah dilanda bencana tersebut pun tentu tidak diam saja. Mulutnya terus komat kamit merapalkan doa berharap hujan segera reda.
Namun, semakin ditunggu justru hujannya semakin lebat. Hoseok jadi mikir kalo doanya ngga manjur karena dia kebanyakan dosa. Kasian.
Akhirnya dia pun pasrah dengan gestur menghela napas panjang dan menatap sendu pemandangan mengerikan di depannya. Kedua lengannya merekatkan pelukkan pada kedua kakinya dirasa udara semakin dingin. Hoodie hitam bermerek pun ngga mempan untuk melawan benda kasat mata yang dinginnya nyampe nusuk tulang itu.
Mana perutnya kosong ngga dikasih makan pula. Hoseok merutuki dirinya sendiri karena tidak ikut makan mie ayam bambang kesayangan cuma gegara satu alasan sepele; ngga mood.
Aduhhh pusing tuh pala kuda dihadapkan dengan banyak cobaan Tuhan dalam satu waktu sekaligus.
Baik cuaca di luar maupun di dalem-hati Hoseok, semuanya suram bener. Apalagi diingatkan dengan kata kata Jimin sepulang sekolah tadi;
"Sejak kapan kalian deket?"
"Hah? Kami belum sedeket itu...baru aja kemarin kita ketemuan belajar basket bareng."
Hah? Belum sedeket itu katanya? Napa mbak Yoonji bisa ngomong lebih banyak dari biasanya ke Jimin? Kaya...Jimin udah bikin nyaman mbak Yoonji gitu? Hoseok kenal betul Yoonji. Dia ngga akan ngga mengenali gerak gerik Yoonji sedikitpun. Hoseok yakin itu.
"Aku cuma pengin kamu ngga sakit hati."
"Tapi kelakuanmu itu kekanakan banget, Jim."
"Kamu marah?"
Dan setelahnya Hoseok pergi ninggalin Jimin di kelas. Dia udah ngga bisa berkata-kata lagi. Jujur Hoseok marah karna cemburu, kekanakan juga kan? Belum lagi kalo dia ngga berhak marah karena Yoonji bukan miliknya. Orang Yoonji bukan siapa siapanya Hoseok, lagian ngapain Hoseok marah? Ngga elit banget jadi cowok jantan, kan?
Maka dari itu dia milih mundur dari perdebatan kecil yang sengit itu.
Aku mundur alon alon~
Telolet...telolet...
Tiba tiba hape layar lipat Hoseok berbunyi menandakan sebuah panggilan telepon masuk. Kemudian ia merogoh saku celana seragamnya dan sedikit terkejut dengan nama yang tertera di layar hapenya.
Mamah.
Hoseok pun menekan tombol menerima panggilan dan mendekatkan hapenya ke telinga.
'Hoseokie sayang...mamah maaf banget nih baru pulang sekarang soalnya seharian lembur jadi mamah nginep di kantor. Maaf ya sayang...'
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan [SOPE; GS]
FanfictionKetika hujan, Hoseok dan Yoonji ingat semuanya. Start; 200504 End; 📌NOTE : • Bahasa campuran (formal+informal) • SOPE (gs; jh top sg bott) • cover ©pinterest ✿