24

3.8K 436 130
                                    

"Shh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Shh..."

Tiffany menghela nafas pelan, "Bagaimana bisa kaku?" Tanyanya dengan helaan nafas panjang tang tak lama terdengar, memijat lembut tangan yang kini nampak kaku.

Jaemin mengalihkan pandangannya, menatap jendela yang di terpa cahaya, hingga sinar hangat itu menelisik masuk lewat celahnya. Tangan kanan Jaemin keram, bahkan kaku tidak bisa di gerakkan.

Entahlah, pagi-pagi begini biasanya tidak ada yang menghampiri Jaemin. Tapi pagi ini, dokter yang selalu mengawasi keadaannya itu menyempatkan datang.

Di saat Jaemin memang butuh sedikit bantuan, kebetulan yang sangat menguntungkan bagi Jaemin. Pemuda itu hanya berharap, ada seseorang yang datang menolongnya.

Ayahnya, Jaehyun Hyung, atau... Ibunya mungkin. Jaemin berharap mereka segera menjemputnya, sebelum Lee Binjun benar-benar bertindak brutal.

"Aku tidak tahu." Jaemin menjawab pertanyaan Tiffany setelah sekian lama terdiam, ia tidak mungkin mengatakan jika tangannya kemarin di tendang, bukan?

Tiffany tersenyum tipis, menatap wajah lemas itu lamat-lamat, "Kau tidak boleh berfikir, hm? Hentikan itu, kosongkan otakmu." Lirih Tiffany sambil mengusap-usap dahi Jaemin.

Bagai sebuah belati, mata sayu yang baru saja tertuju kearahnya membuat hati Tiffany mencolos kesakitan. Mungkin berat bagi Jaemin, sudah sakit, di kekang tinggal di rumah tanpa alasan.

Pasti Jaemin merasa gundah sekarang, tapi... Jaemin tidak boleh banyak pikiran, yang harusnya di pikirkan oleh pemuda itu adalah kesembuhan, bukan yang lain.

Tiffany mengusap-usap tangan Jaemin dengan begitu lembut, tetap mengulum senyumnya walau bibir pucat Jaemin masih tertutup rapat, datar tanpa lengkungan.

"Kau boleh bercerita denganku, aku tahu kau sedang gelisah sekarang." Tiffany mengusap-usap puncak kepala Jaemin, menatap mata sayu itu dengan tatapan yang begitu meyakinkan.

Jaemin mengalihkan pandangannya, "Tidak, terimakasih..." Ucapnya dengan nada yang begitu lemas dan terdengar serak.

Tiffany mengangkat sebelah alisnya, "Hey... Ayolah, kau terlihat sedih. Aku juga ikut sedih, tak bisakah kau melihat wajahku?" Tanya Tiffany menempelkan tangan Jaemin di pipinya, bibirnya melengkung kebawah.

Jujur Tiffany khawatir akan keadaan Jaemin yang semakin lama terlihat tidak memiliki semangat, Tiffany bahkan masih penasaran, apa yang membuat Lee Binjun dan Lim Seoin benar-benar mengekang Jaemin.

Tak kunjung mendapat jawaban, Tiffany meraih pipi Jaemin hingga wajah pemuda itu menoleh kearahnya, "Apa... Kepalamu pusing?" Tanya Tiffany sekali lagi, bibirnya mencebik.

"Kenapa kau diam saja? Apa kau memang pendiam?" Tiffany semakin kesal, sungguh... Ia tidak pernah bertingkah seperti orang dewasa yang tengah menghibur seorang bayi sebelumnya, dan sekarang ia bahkan seperti tengah di hadapkan dengan situasi semacamnya.

[✓] After Meet MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang