Kongpob

442 40 0
                                    

Hari ini Krist tampak sangat lesu. Biasanya dia akan mengamuk saat aku bertemu dengannya. Tapi hari ini, bahkan saat aku mencekal tangannya, dia hanya memohon dengan lemah. Apa dia sakit? Kenapa perasaanku tidak enak ya. aku kembali ke kelas dan mendudukkan diri di kursi.

"Ehhmmmm.... Kong?" panggil seseorang. aku menatap tajam ke arahnya. Mike.

"Lo... kenapa?" tanyanya. Aku menaikan salah satu alisku.

"Maksud gue. Lo tiba-tiba kayak lagi mikir sesuatu gitu. Ada... yang ganggu pikiran lo?" tanya nya. Lee dan Gun smile datang mendekat. Aku menggeleng pelan.

"Gak. Saya nggak papa" kataku seadanya.

"Nong Krist lagi?" Lee Thanat yang bertanya saat ini. Aku membuang muka entah kenapa rasanya mereka mengetahui aku lebih baik dari diriku sendiri. aku hanya merasa, aneh. Aneh sekali rasanya saat biasanya tidak ada yang bicara denganmu atau menganggap keberadaanmu dan tiba-tiba bicara denganmu. Rasanya aku tidak akrab dengan mereka. Asing.

"Nong Krist, kayaknya lagi gak sehat. Tadi pagi gue sama Mike liat dia pucet banget" kata Gunsmile. Aku hanya mengiyakan di dalam hati.

"Mau dia baik atau tidak juga bukan urusan saya" kataku tajam entah kenapa malah kata-kata itu yang keluar. Kulirik mereka saling pandang lalu ketiganya menghela nafas berat lalu meninggalkanku.

"WOI! KATA ANAK 12/1 HARI INI GAK JADI ULANGAN KIMIA! GURUNYA GAK MASUK!" teriak salah satu anak dari depan kelas. Sontak seluruh kelas ramai. Aku hanya membuang muka memandang ke arah lapangan.

***

Aku mulai bosan. Aku benci keramaian. Aku muak dengan orang asing yang ada di sekitarku. Aku menatap seisi kelas dengan tajam lalu kembali menatap lapangan. Tapi keberadaan seseorang menarik perhatianku. Krist. Aku menatapnya dengan datar.

Kenapa keluar kelas? Apa gurunya tidak masuk?

Kulihat sesekali dia menoleh ke atas. Tapi tak lama ia kembali menunduk. Ia cukup sering memerjapkan matanya sambil sedikit menggelengkan kepalanya. Badannya mulai bergoyang. Ini tidak benar.

Aku langsung berlari keluar kelas. Di lobi kelas, aku melihat Krist sudah terduduk. Tubuhnya perlahan terjatuh.

"Krist!" bisikku panik. Aku berlari menghampirinya.

"Krist!" panggilku sambil menepuk pipinya beberapa kali. Ia yak sadar juga. Aku menggendongnya ke UKS. Badannya tidak ringan. Sungguh. Tapi bukan berarti aku tak bisa mengangkatnya.

Aku meletakkan tubuh Krist di kasur. Saat ini kondisi UKS kosng. Tidak ada seorang PMR pun yang berjaga. Guru penjaga UKS juga sedang tidak ada di tempat. Aku panik. Sungguh. Aku tidak pernah merawat orang sakit. Bahkan saat melihat orang sakit saja aku hanya diam tak peduli. Tapi ini beda. Ini Krist. Aku tidak mau dia sakit. Aku tidak suka melihatnya lemah. Karna ia milikku. Ia Krist ku.

Tak lama bel istirahat berbunyi dan kulihat Oaujun terenggah di daun pintu. Dia masuk begitu saja mendekati Krist. Aku menjauh, memeberinya ruang.

"Dia pingsan?" tanyanya.

"Iya"

Oaujun sibuk memberi pertolongan pada Krist. Aku merasa bodoh karna tak dapat menolongnya. Aku memutuskan untuk keluar dan menunggu di luar saja. Bukankah ini cukup baik? Maksudku, apa gunanya aku ada di dalam kan? Bukanya membantu malah mengurangi ruang gerak.

Siswa yang istirahat berlalu-lalang di depanku. Aku hanya melirik ke arah mereka sesekali. Tidak ada yang menarik. Bel tanda selesai istirahat sudah berbunyi. Aku mengintip dari jendela. Kulihat Krist yang sepertinya baru saja sadar. Aku tersenyum lega.

Tak lama Oaujun keluar UKS. Aku berdiri menghampirinya.

"Kak Singto? Kok masih disini? Nggak masuk?" katanya. Singto? SHIT! Mendengar dia memanggilku dengan nama itu membuat darahku naik rasanya. Aku Kongpob. Aku benci saat orang memanggilku Singto.

"Jamkos" kataku datar. Bohong! Aku seharusnya masuk kelas. Tapi biarkan saja. Toh aku juga akan dikeluarkan oleh guru setelah ini.

"Kak, saya tahu ini tidak sopan. Saya minta maaf. Tapi, setelah ini kelas saya ada ulangan. Bisa kakak bantu menjaga Krist? Dia belum makan sejak kemarin, mungkin itu alasan dia pingsan. Bisa kakak membelikan beberapa makanan? Kakak pakai uang saya saja" katanya sambil mengeluarkan beberapa lembar uang kertas. Aku menatapnya datar.

"Tidak perlu. Saya tidak miskin" kataku tajam. "Saya belikan" kataku lagi lalu berbalik.

"Kak." Katanya sebelum kakiku melangkah.

"Maaf, saya tidak bermaksud menghina kakak. Maaf sekali lagi. Tapi, kata mama saya, kalau tiba-tiba makan dalam kondisi perut kosong, perut bakal kaget dan sakit banget."

"lalu?"

"Kalau kakak tidak keberatan. Bisa kakak memberi Krist teh hangat dulu?" katanya lagi. Aku hanya berdeham dan melangkahkan kakiku. Dia beberapa kali berteriak terimakasih padaku.

***

Aku masuk ke UKS. Sosok Krist sudah berbaring seperti semula. Matanya terpejam rapat. Manis. aku mulai menyusuri wajahnya. Bulu mata lentik, hidung bangir, dan bibir merona yang saat ini sangat kering itu. Aku menyukainya. Perlahan ia membuka matanya.

Aku merawatnya seperti yang diminta oleh Oaujun. Sedikit sulit, karna aku yakin dia masih sangat membenciku. Aku berusaha sebaik mungkin meladeninya. Sudah pernah kubilang, kan? Apa yang kuinginkan, harus menjadi milikku. Dan sekarang aku sedang melaksanakannya. Aku tidak peduli lagi seberapa besar ia akan menolakku. Akan kudapatkan dia.

Krist mengunyah makanannya pelan seolah mulutnya enggan menerima roti yang kuberikan. Disela kunyahannya, ia menatapku dan menyodorkan rotinya. Aku tau dia sedang menawariku, tapi aku menggeleng pelan. Dalam hati aku tersenyum senang melihatnya memperhatikanku.

Aku mengambil bungkus rotinya yang sudah habis. Kulihat Krist beberapa kali nutup matanya dan mengdongakkan kepala. Sepertinya dia sedang sakit kepala.

"Tidur dulu aja. Atau mau makan?" kataku selembut mungkin.

"Tidur" jawabnya pelan. Aku membantunya tidur di kasur UKS lalu menarik selimut sebatas dada dan merapikan letak selimut supaya Krist merasa nyaman.

"Makasih"

DEG

Seluruh duniaku rasanya terhenti. Ini untuk pertama kalinya orang yang aku tolong mengatakan kata-kata itu. Ada perasaan yang entah apa mengusik dadaku tapi aku menyukainya. Sangat nyaman. Aku menatap Krist dan tersenyum miring. Sebenarnya aku ingin tersenyum ikhlas. Tapi entah bagaimana dia melihatku. Aku masih menatap matanya yang seolah menelisik.

"P'Kongpob"

DEG DEG DEG

Sekali lagi waktu berjalan sangat lambat bagiku. Pelan. Sangat pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. Senyumku mulai luntur. Hitam. Seolah hanya ada aku dan Krist saat ini. Mataku sedikit bergetar, tapi aku ingin tetap menatapnya.

Perlahan perasaan nyaman itu kembali menyeruak. Menggebu-gebu sampai membuat dadaku terasa sesak. Aku tersenyum. Untuk pertama kalinya aku tersenyum dengan sangat lebar. Entah apa yang ada di pikiranku saat ini, tanganku perlahan terulur menyentuh puncak kepalanya dan mengusapnya pelan. Krist menatapku sangat dalam. Perlahan wajahnya memerah hingga telinga dan itu membuatnya sangat lucu. Aku suka.

"Sama-sama" kataku tulus. Dia gelagapan dan menengokkan kepalanya. Seketika tanganku terlepas. Aku tertawa melihatnya. 

Hai gaisss....
Adakah yang masi menunggu cerita ini? Hehe. Maaf ya, baru sempet update. Moga gak bosen deh sama ceritanya...

Enjoy

Let's Making Sin : Somebody Unseen [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang