25. Hurt.

182 24 21
                                    

AN; Haloo!
Apa kabar gengs? Jangan bosan sama dua manusia php disini..
ehm, gitu aja deh, besok ku update lagi (atau jangan)
AHAHHAAH

enjoy~
borahae💜

____

"Tolong jangan biarkan aku membungkammu dengan cara yang lain. Tolong biarkan aku disini"

Kata-katanya membuatku bergidik. Semua sensoriku dinyalakan hanya dengan satu kalimat. Entah mengapa aku memilih opsi yang kedua. Hanya saja susah mengungkapkannya. Memikirkannya membungkamku dengan bibirnya sangatlah erotis.

Aku mengangguk. 

"Duduklah di sini" Aku menepuk tempat kosong di sebelahku. Jeon bangkit dan mendekatkan dirinya disampingku, tangannya merangkul pinggangku.

"Maafkan aku soal tadi" jawabnya. Aku mengangguk, bermain dengan lengan bajunya sambil sesekali menjatuhkan kepalaku pada pundaknya. Jeon, Rumahku.

"Kau jadi buat pie blueberry?" dia menoleh kearahku.

Aku tertawa. Kalau boleh pilih Jeon dan Pie, aku akan memilih Jeon saja lah. "Hasratku pada pie blueberry menurun"

"Bagaimana denganku?" Jeon menunjuk dirinya sendiri. Aku memukul pelan dadanya.

"Lupakan, Jeon"

Jeon mengambil telapak tanganku, menyelipkan jari-jarinya diantara jari-jariku. 

"Kita order makanan saja ya" Katanya.

Aku mengangguk, ku sandarkan kepalaku pada pundaknya. Semoga waktu berbaik hati untuk tidak lari terlalu cepat. 

"Kau mau makan apa?" tanyaku.

"Burger mungkin" jawabnya.

"Baiklah" Aku menekan tombol pesan pada aplikasi antar makanan itu. 

Jeon merangkulkan tangannya pada pinggangku. 

"Lusa Hannah akan datang" ujarnya.

Jantungku terasa berhenti. 

Datang? Disaat aku melakukan ini dengan tunangannya? Oh Delia apa yang kau pikirkan?

"Lusa?" tanyaku.

"Mendadak?"

"Ya, seharusnya masih dua minggu lagi"

Aku mengangguk.

"Aku akan menjemputnya di bandara"

"Kau mau ikut?" Jeon memalingkan wajahnya padaku.

"Ikut?"

"Ya, kau janji kan mau bertemu dengannya sebelum kami menikah?" ujarnya lagi.

"Baiklah, aku akan ikut" Sepanjang waktu aku hanya menahan tangisanku agar tidak meledak sewaktu-waktu. 

Jeon yang sibuk dengan ponselnya, aku yang merasa terbunuh di sini, dan tangannya yang masih merangkulku.

Bagai ditusuk tanpa henti aku menelan ludah, dada ini sakit sekali.

"Pesan antarnya sudah sampai, aku bukakan dulu ya" kataku sambil melepaskan tangannya.

Dua bungkus burger itu tersusun rapi di dalam tas kertas coklat. 

"Ayo makan" Aku menyodorkan burger yang terbungkus itu.

"Sebentar" Jeon memberikanku isyarat dengan tangannya. "Kau makan dulu saja" Bahkan matanya enggan menatapku.

"Baiklah" Aku melahap habis burgernya dalam waktu kurang dari lima belas menit, sedangkan Jeon masih sibuk dengan ponselnya.

"Kalau kau masih sibuk, aku tinggal tidur ya" ujarku kesal.

"Sebentar lagi Delia" jawabnya singkat.

"Sepertinya kau sibuk sekali sih?" keluhku.

"Ya, Mr. Tyler baru saja menanyakan keadaanku"

"Mr. Tyler?"

"Ya, Ayah Hannah" jawabnya.

"Oh. Oke"  jawabku lirih. Hannah lagi.

Jeon mengangguk dan kembali menatap ponselnya.

"Aku tidur dulu ya, kau bisa pakai kamar mandi di bawah itu, " kataku.

Tidak ada jawaban.

Dengan menghentakkan kaki Aku bergegas naik ke kamarku, dan menanggalkan pakaianku. Emosiku meluap.

Sakitnya semakin terasa sekarang. Sakit sekali.

Aku nyalakan air hangat, membasuh segala luka memar yang ada, seperti ada di permukaan rasanya luka itu terasa perih terkena air. 

"Bodoh" Gumamku.

Aku tidak tahu apa ini hanya kebetulan, Apakah ini kisah cinta tragis, atau aku terjebak di permainan Jeon. Aku tidak bisa keluar. Aku tidak berdaya menolaknya.

"Sakit" 

Tangisku meledak. Suara air yang bising menutup suara tangisku. Aku tidak peduli sudah berapa lama aku berada di kamar mandi, jari-jariku mulai keriput, bibirku mulai bergetar kedinginan.

"Sakit" Aku menarik rambutku, mencengkeramnya dalam genggaman tanganku.

Tangisku belum usai. Mataku mungkin sudah bengkak sekarang, Aku masih dapat merasakan bibirnya di seluruh wajahku.

"Delia!" Aku mendengar ketukan pintu kamar mandiku.

Sial, aku lupa mengunci kamarku.

Silent Goodbye | JJK ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang