36. Christmas

171 24 19
                                    

AN; Hai guys, aku memutuskan untuk menyelesaikan Silent Goodbye dulu, jadi beberapa hari ini aku mau tamatin. Heuheu, Gimana kabarnya semuany? Sebelum tamat (masih beberapa chapter lagi sih) Menurut kalian sampai sini ceritannya gimana? boleh singkat / panjang , dm/komen wkwk aku penasaran. Have a good day, Borrrahae💜

___

Dia mengangguk. "Iya, kau segitu pentingnya buatku..."

Napasku tercekat, aku merasa seperti tercekik salivaku sendiri, kini memilih mengakhiri teleponnya dan berpura-pura bodoh melupakan pengakuannya, lalu terisak hingga tertidur pulas malam itu.

Sejak saat itu aku enggan membahas masalah cinta dengan Jeon, takut perasaanku semakin dalam dan malah terjebak sendiri. Aku takut diriku yang bodoh ini mau-maunya terseret dalam gelombang cinta yang tak ada ujung.

Aku memilih merayakan Natal dengan tenang. Ada Jeon dan keluarganya juga di sini. Paman dan bibi datang bersama anak-anak mereka, Maree sedang mengandung 2 bulan, sedangkan Alex baru masuk perguruan tinggi.

Mom membuat carrot cake kesukaanku, belum lagi Dad menghadiahiku mobil baru. Sungguh natal yang menyenangkan. Dua hari lagi Kakak Jeon menikah, kami akan datang ke pesta pernikahannya, aku tak tahu apakah Hannah akan datang juga. Mungkin besok adalah saat terbaik bagi Jeon untuk memperkenalkan calon istrinya ke seluruh anggota keluarga. Bersiaplah untuk mati dan hancur berkeping-keping, Delia.

Aku meneguk wine dan membawanya ke halaman belakang, bergabung dengan Mom dan anjing tetangga yang bermain di kakiku. Kulihat Jeon berdiri di ambang pintu, menggenggam cemilan dan wine juga di tangannya.

Aku segera beranjak ke kursi taman pojok itu, dimana tidak ada orang yang berkumpul, mengisyaratkan Jeon agar datang dan menghampiriku. Aku merindukannya.

Jeon datang seperti dugaanku, dia mamakai sweater marun dan celana kain berwarna coklat, persis seperti kotak hadiah di bawah pohon natal, buatku ingin menambahkan pita di kepalanya karena gemas.

"Selamat Natal Delia," Jeon menjabat tanganku, lalu berbisik lirik, "Selamat Natal Sayang..." Aku melompat ke belakang, merinding mendengar suaranya lalu tersenyum kecil tersipu.

Merry Christmas, Baby.

Aku membalasnya singkat, "Selamat Natal, Jeon..." Sebelumnya aku sudah bertegur sapa dengan The Jeons tetapi Justin datang terakhir.

Aku tak tahu apakah dia sengaja menata rambutnya seperti itu untuk menggodaku, atau tidak. Selain itu senyuman yang daritadi enggan meninggalkan bibirnya membuatku hampir mati di sini.

"Masakannya enak..." Jeon tersenyum.

"Ya kah?"

"Ya..." dia mengangguk.

"Ah, aku hanya membantu beberapa, sisanya Mom. Masakannya memang selalu juara" ujarku.

Jeon mencari celah untuk menyentuhkan lutut kami, lalu terkekeh melihat ekspresi wajahku. Kami bercengkrama, ikut menimbrung beberapa percakapan pemuda di depan kami agar terlihat normal dan biasa saja.

Aku tidak bisa menutupi, Aku benar-benar mencintainya.

"Besok kau datang ke pernikahan kakakku kan?" Jeon menatapku lekat, tatapannya tak mau lepas dari lipstik merah mudaku, dan bulumata yang aku jepit ke atas.

"Ya, " ujarku.

"Aku menunggu..." Jeon tersenyum dan melahap cemilannya lagi. Mom menatap ke arahku sambil tersenyum. Ya Tuhan,  seandainya dia tahu apa yang terjadi pada kami saat mereka pergi, pasti Mom akan kecewa padaku.

Dad membawakan kami makanan yang baru saja dikeluarkannya dari dalam oven, lalu lanjut berjalan ke arah Mom.

Mrs. Jeon sedang asik berbincang dengan Mom dan aku tergoda untuk menumpangkan tangan pada lututnya, Jeon menatapku, mengisyaratkan untuk pergi beranjak dari pesta dan berbincang empat mata.

"Aku dan Jeon pergi sebentar ya?" Aku berbisik pada telinga Mom.

"Kemana?" Mom melihatku dan Mrs. Jeon bergantian.

"Aku dan Jeon pergi sebentar ya Mrs. Jeon, " aku mengulangi. "Kami mau membeli wine, winenya habis..." Aku tersenyum.

"Ya, hati-hati sayang, udara dingin sekali..." Mom mengecup sisi kepalaku dan melambaikan tangan. Jeon sudah menunggu di depan mobilnya.

"Sudah?"

Aku mengangguk. "Aku ijin membeli wine, jadi kita harus membeli wine sekarang..." Aku terkekeh.

"Tak apa..." Jeon menyalakan mesinnya, pergi agak jauh lalu berhenti tepat di pinggir jalan.

"Ada apa?" tanyaku.
"Besok Hannah datang ya?" akhirnya aku mengucapkan nama itu setelah sekian lama.

Jeon hanya terdiam memegangi kepalanya. "Aku tidak tahu..." dia menunduk lesu. "A-..."

Jeon menatapku lalu menunduk, begitu seterusnya,

"A- aku.."

Jeon tidak melanjutkan kalimatnya, dia malah mengecup bibirku dengan segera, mengunci pergerakanku dengan tangannya dan pintu mobil di belakangku.

"Jangan sebut namanya please..." Jeon memohon. Apa kita harus terus seperti ini? Apa aku dan dia harus terus mengabaikan kenyataan?

"Aku butuh beberapa waktu..."
"Aku buruh beberapa waktu denganmu..." ulangnya.

"Kau berjanji kan , kalau kau tak aka  pernah  berubah?" Jeon menggenggam tanganku.

"Apa maksudmu?"

"Kita akan tetap seperti ini..." jawabnya.

Aku menggeleng.

"Kau berjanji pada malam saat kita berseluncur es Delia..."

Oh iya, aku ingat.

Jeon menghela napasnya, "Kalau aku menikah nanti dan aku merindukanmu, apa yang harus aku lakukan Delia? jawab aku..."

Aku ikut memejamkan mata, mencerna semua perkataannya tadi.

Dia benar juga.
"Aku tidak tahu Jeon. I have no idea, at all!" Aku memandangnya dengan airmata terbendung hampir terjatuj. Dari semua kata sayang, tak ada pengakuan cinta yang keluar dari mulutnya, tak ada.

"Aku tidak bisa, Delia..." dia mengetuk stir mobil dengan telapak tangannya lalu mengecupku lagi, bibirnya yang merindu bibirku mulai mencari akses yang lebih leluasa untuk berpadu menghasilkan decitan kecil di mobil sempit Jeon.

Kali ini aku terdiam, mengulum bibirku sendiri, merasakan Jeon yang masih terasa manis di sana.

"Besok ada keluarga besarku..."

Sudah kuduga.

"Ya, aku tahu..."

Mungkin Jeon gugup, mungkin hatinya belum rela sepenuhnya menerima kenyataan bahwa dia akan menikah.

"Astaga, God help me..." Jeon mendekap dirinya sendiri. "Aku tidak bisa memilih, aku tak tahu harus berbuat apa!"

Suaranya bergetar, kedua kalinya aku melihatnya selemah ini.

"Jeon... " Aku berpikir dua kali, masih ragu apakah ini hal terbaik yang harus aku katakan.

"Hmm?"

"Kau tidak bisa mendapatkan semuanya, Kau harus memilih salah satu..."

Silent Goodbye | JJK ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang