#2 Insecure L

5K 279 44
                                        

#2 Insecure L

Kalimat yang pake tanda *) dan seterusnya yang dirasa bahasanya Indo formal, anggep aja itu sebenernya yang ngomong pake english ya muehee ._.v

Tapiii kalo Landon sesekali ngomong dan dia ngomongnya Indo ga formal, itu artinya dia emang ngomong pake Indo. Namanya juga bule abal (?) #plak

■ ■ ■ ■ ■

One day dalam satu skype-an, Jen pernah minta gue untuk ga ngomong english sama sekali. Permintaan yang sebenernya ga sulit, tapi juga ga gampang dengan.. you know, my tongue was designed to speak the ‘hotness’ of british accent (I know exactly who’s the big fans of this.. aha) but of course as usual, apapun permintaannya selalu gue coba untuk lakukan.

It works almost perfect sampai gue stuck di satu kata yang gue lupa bahasa Indo nya apa. This word; ngibul. Satu kata yang gue tau berkaitan dengan nama kontak yang dia kasih ke gue di ponselnya dulu; bulbalbal. You know, abal-abal sounds so much similar to ngibul..

Jen kemudian cuman diem lama tanpa ngomong apapun. And I know it kalau dia ga bener-bener marah, cuman mengerucutkan bibir yang kalau gue ada di sana waktu itu, it’ll solved easily by me make a puppy face (and give her a small peck too, maybe) but too bad gue ga di sana. So then gue cuman bisa ngomong sebaris kalimat yang nyaris sama dengan yang pernah gue ucapin ke dia pertama kali muncul di hadapannya dulu.

“Butuh waktu cukup lama buat lo untuk maafin gue, Jennifer?”

And turns out it works good.

She immediately smiling detik ketika gue ngomong itu. Dan responnya kemudian. Jen mungkin memang suka tentang segala aksen british yang gue punya tapi gue juga selalu suka tiap dia mengucapkan kata itu.

“Gracias, bung Landon, untuk punya daya inget super megamiga.”

Her craziness even put ‘gracias’ eventho she knows it’s spanish, not british.

But still, I like it everytime she says this word; megamiga.

Just like I like it everytime she says ‘us’, to us.

– L

***

Prospect?”

“Jangan tanyakan itu*).”

“Aha kenapa?”

Don’t laugh at me.”

“Baiklah, aku serius. Any.. signal? Or sign?”

I don’t have any clue.”

“Sedikitpun?”

“Um.. yeah. Kau bisa menyebutnya seperti itu*).” Max mengedikkan bahunya, memandangi Landon dengan sorot mata seakan berpikir. “Dia penuh dengan misteri.”

Sebaris kalimat yang entah kenapa malah direspon Landon dengan tertawa kecil, menggaruk-garuk alisnya yang tak gatal. “Err kau yakin nama gadis yang kau maksud memang Emma? Bukan Jennifer?”

God, please.”

Keluhan depresi dari Max yang direspon Landon dengan seringaian lebar. Seringaian yang muncul sebagai respon refleks untuk setiap kali dia – atau siapapun itu – menyebutkan nama Jen, tapi di sisi lain juga sebagai respon untuk frustasinya Max yang sudah pasti cukup terganggu untuk celetukannya yang cukup salah waktu.

Max adalah one of Landon’s best mate sejak dia masih berstatus Senior High School  student lima tahun yang lalu, yang sekarang juga melanjutkan pendidikan di kampus yang sama dengannya. Temannya itu memang sedang gencar melakukan pendekatan kepada Emma, gadis yang tak sengaja dia temui ketika dia ‘terpaksa’ berburu bahan salah satu kelas yang dia ambil di perpustakaan kampusnya tempo hari lalu. Pendekatan yang sebenarnya juga kurang tepat untuk disebut ‘perkembangan pendekatan’ dengan kenyataannya yang masih tak ada perkembangan apa-apa. Sama sekali.

Conflate (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang