#9 Depressed J

2.7K 205 37
                                        

#9 Depressed J

■ ■ ■ ■ ■

Gue ga pernah nyangka kalo gue termasuk tipikal orang yang bisa ketakutan segitunya untuk sesuatu yang berhubungan erat sama kesalahan gue. I mean, gue tau kalo gue salah dan gue suka ngerasa nyesek sendiri untuk kesalahan itu tapi–untuk sampe ketakutan, like, ketakutan seakan darah di tubuh gue serasa surut entah kemana.. fvck it.

Gue masih bisa ngerasain takut itu sampe detik ini.

Parahnya, gue harus ngerasain takut–dan sakit yang sebegini banget tanpa Lan di sini. Gue butuh Lan. Gue butuh dia untuk di sini sama gue sekarang. Tapi dia ga ada.

Dia ga bisa ada di sini kayak waktu itu lagi.

Fuck. Gue benci.

– J

***

Jen benar tak bisa mengistirahatkan pikirannya sedetik pun.

Rencana yang diucapkan Haykal kepadanya tadi siang untuk berkunjung ke rumahnya malam ini dengan mudah terus terputar ulang dalam kepalanya tanpa bisa Jen hentikan. Dia sudah menghabiskan beberapa waktu terakhir dengan hanya menatap langit-langit kamarnya, terlalu bingung untuk sekedar bisa menemukan cara terbaik menghentikan overthinking nya.

Jen tau-tau berubah duduk dari posisi tidurnya.

Ini sudah ke sekian kalinya dia terpikir untuk menemui Kieran di kamarnya, memberitahu abangnya itu bahwa Haykal akan ke sini nanti. Bahwa jantungnya terasa mau meledak saat ini hanya dengan memikirkan satu hal itu; pertemuan adik dari Alandra dengan keluarganya lagi. Jen tau kalau itu memang juga bukan kali pertama cowok itu bertemu dengan keluarganya lagi tapi–tetap saja, memikirkan kali ini mereka akan bertemu lagi dan terlebih lagi, juga melibatkan dirinya..

Jen sungguh tak bisa berpura-pura tenang sama sekali.

Kekacauan pikiran yang masih tak terhenti itulah yang kali ini benar-benar menggerakkan kakinya untuk keluar dari kamarnya dan melangkah menuju kamar Kieran.

“Ki?” Jen mengetuk pintu kamar abangnya itu, perlahan. Sekarang menunjukkan pukul enam lewat lima belas sore, salah satu waktu-waktu paling sepi di rumah dengan penghuninya yang biasanya masih terjebak macet.

Tapi sekarang selasa.. Kieran ga ada kelas hari ini kalo ga salah..

Perasaan tak nyamannya dengan cepat berganti kesal begitu masih saja tak ada sahutan dari Kieran setelah beberapa kali Jen memanggilnya. Tapi secepat kekesalan itu muncul, secepat itu juga perasaan kesalnya itu berganti panik menyadari kalau keberadaan Kieran tak hanya dia butuhkan untuk menceritakan kekhawatirannya, tapi juga membutuhkan keberadaannya kalau nanti Haykal benar-benar datang..

Dia tak akan bisa menemui Haykal sendiri tanpa Kieran sementara Keira ada, bukan?

Kepanikannya terasa menjalar ke sekujur tubuhnya. Sebut dia bereaksi berlebihan, Jen tak peduli itu. Memikirkan Haykal bertemu dengan Keira yang belum memaafkannya, juga memikirkan bagaimana kuatnya perasaan bersalahnya untuk dua orang itu dan entah apa yang harus dia lakukan nanti ketika dua orang itu bertemu lalu kembali mengungkit masalah itu dan menyalahkannya untuk kesalahan yang telah dia perbuat, untuk dosanya..

Jen tak tau entah sejak kapan dia menggenggam gagang pintu kamar Kieran seerat itu sampai buku-buku tangannya terlihat nyaris memutih. Dia menelan ludahnya, dengan jantung yang berdebar terlalu keras dia mengedarkan pandangan ke sekitarnya, ke sekitar yang terlihat mulai mengabur dalam pandangannya..

***

“Jen?”

Mata gadis itu membuka, tapi pandangannya jelas terlihat kosong seakan tak lagi di sini.

Conflate (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang