#4 Cruel L

3.2K 239 55
                                    

#4 Cruel L

■ ■ ■ ■ ■

Dream travelling was fun. Always fun.

I didn’t talk about this much tapi kadang sekalinya inget, it never fails to make me smiling with no reason. Atau mungkin lebih tepatnya; smiling with so many particular reason?

Semua perjalanan, semua mimpi yang pernah gue datangi, semua kehidupan yang pernah gue masuki, semua yang gue lakuin untuk mencari Jen dalam 2 tahun itu.. semuanya punya memori dan meaning tersendiri buat gue.

Satu hal yang pasti; it all was pretty worth it.

She’s worth for all the trying, for all the searching.

Oh–and by the way, Jen, gue tau display name baru untuk gue di ponsel lo apaan. I-know-it-what, cuz I-know-who.

I-know-who who know everything about you. :)

– L

***

Masih belum ada perubahan posisi dari Landon sejak beberapa menit belakangan.

Dia terlihat masih berada dalam posisi yang sama. Tangan terselip masuk ke dalam kantong jaket jeans nya, kaki menyilang dengan posisi bosan, pandangan yang sesekali terangkat ke sekitarnya–masih tatapan bosan yang sama, tapi sisanya lebih sering dia habiskan dengan memandangi ponsel ditangannya.

Intinya, memandangi apapun asal bukan ke keramaian di sekitarnya.

Weird, memang. Konsekuensi dari datang ke party tentu saja berhadapan dengan keramaian. Tapi kedatangannya ke sini bukannya tanpa paksaan. Dia sudah berencana untuk skype-an dengan Jen malam ini tapi temannya yang satu itu; Max – siapa lagi? – terlanjur menyeretnya keluar untuk datang ke party ini, mengatakan kalau party kali ini terlalu berharga untuk dilewatkan tanpa bergabung.

Precious party? Landon berdecak dalam hatinya. This is just another painful party. Another painful univ party.

Oke. Sebelum keluhannya memberi kesan seakan dia begitu anti sosial untuk ukurannya yang sebenarnya cukup populer di lingkungan kampusnya dengan status pemain football nya; no. Landon tidak se-anti sosial itu. Heck, dia bahkan cukup jauh dari titel anti sosial. Dia cuman..

I‘m just–what to say? None here could entertain me as much as her can do.

Satu pikiran depresi itu sukses kembali menggiringnya untuk menghentikan kegiatan-bosan-memutar-mutar-ponsel-di-tangannya, benar-benar berniat untuk mengetikkan pesan singkat pada Jen tapi dia tau tak ada gunanya. Sekarang sudah pukul empat dini hari waktu Indonesia. Jen pasti sedang tidur dan tak ada harapan untuk rasa bosannya bisa mendapat jalan keluar terbaik dari cewek itu.

Perhatiannya pasti memang benar-benar teralihkan dari party di hadapannya sampai Landon tidak menyadari satu pasang mata yang dari tadi tak lepas memandanginya. Bagaimana si pemilik mata itu akhirnya memutuskan untuk menghampirinya dengan langkah percaya diri, menyerukan namanya dengan nada antusias.

“Lan!”

Landon mengangkat pandangannya dari ponselnya, cuman untuk refleks mengerutkan kening ketika mengetahui siapa yang sudah ada di hadapannya sekarang.

“Kau sendiri?” gadis itu bertanya, masih nada antusias yang sama. Dia menghempaskan tubuhnya tepat di sebelah Landon, hanya menyisakan jarak sekian centi yang cukup terlalu dekat dibanding jarak normal. “Where’s Max?”

Conflate (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang