🍂Bagian 14🍂

3.5K 339 17
                                    

Sepulang dari rumah Elie, langit kini telah beruba menjadi warna hitam dengan keorenan, pertanda hari sudah sore.

Audy pulang dengan naik ojol, bukan karna tidak ada yang ingin mengantarkannya, hanya saja Audy menolak mereka mengantarkannya meski sempat adu argumen terjadi diantara Alres dan Elie untuk mengantarnya.

Dengan langkah riang Audy memutar knop pintu rumahnya, lebih tepatnya rumah Ayahnya, saat pintu telah terbuka sempurna terlihat sosok Ayahnya yang menatap dirinya dengan dingin, ternyata tidak hanya ada ayahnya disana juga ada mama tirinya dan saudara tirinya, Jesika.

“Sore begini baru pulang, Keluyuran gak jelas, masih tau waktu kamu hah?” ucap Ayahnya dengan sorot datar dan dingin kepadanya.

“Maaf Ayah, tadi Audy dari rumah teman Audy,” jawab Audy dengan menundukkan kepalanya.

“Sini kamu, dasar gak tau diri kamu ya, kamu pikir saya gak tau kalo kamu sering keluyuran hah!” bentak Yendry dengan volume suara yang meninggi dan menarik kasar tangan Audy kedalam rumah, lebih tepatnya keruang tamu.

“Ayah, jangan pukul Audy, Ayah. Audy mohon, badan Audy sakit semua, Yah, Audy mohon jangan pukul Audy hiks hiks," ucap Audy dengan memohon dikaki Yendry setelah menghempaskan tubuh Audy dengan tidak manusiawi dan melepaskan tali pinggangnya untuk memukul Audy.

Audy tidak bohong jika tubuhnya memang sakit semua, entah apa sebabnya Audy pun tak tau. Badannya terlalu lemas dan sering merasakan sakit.

“Kali Ini saya akan mengampuni kamu,” ucap Yendry membuat Farah dan Jesika membesarkan bola mata mereka tak terima, sedangkan Audy berucap syukur, namun hanya sebentar sebelum Yendry melanjutkan ucapannya.

“Tapi sebagai gantinya, kamu saya kurung digudang selama dua hari dan jatah makan kamu dikurangin,” ucap Yendry membuat Air mata Audy mengalir dengan deras.

Setega itukah Ayahnya pada putri kandungnya sendiri? batinnya. Sedangkan Farah dan Jesika yang tadi sempat tak terima kini tersenyum sinis dan bahagia atas penderitaan Audy.

“Tapi Yah...” ucapan Audy terpotong oleh Ayahnya, Yendry menarik paksa tangannya dan menyeretnya ke gudang yang tentunya kotor dan berdebu.

“Jangan ngebantah!” ucap Yendry.  Yendry menyeret Audy hingga ke gudang.

Sedangkan Audy telah pasrah tubuhnya diseret Ayahnya karna tubuhnya sudah semakin lemas. Sesampainya digudang, Yendry melepaskan tangan Audy, Audy hanya bisa menangis diperlakukan begitu saja oleh Ayah kandungnya sendiri.

Setelah itu, Yendry keluar dari gudang yang diikuti oleh Farah dan Jesika tapi sebelum itu Jesika telah membisikkan sesuatu ketelinga Audy.

“Rasain tuh, itu balasan karena temen lo itu udah berani nampar wajah gue,” bisik Jesika.

Yendrypun mengunci pintu gudang tersebut kemudian berlalu menuju ruang kerjanya, Audy menangis dalam diamnya bahkan untuk memanggil ayahnya sebelum pintu itu tertutup rapat, dia tidak sanggup,  lidahnya terasa sangat keluh.

Audy tau menagapa Ayahnya menghukumnya bahkan menuduh Audy yang suka keluyuran yang tentu saja tidak benar adanya, itu karena hasutan oleh mama tirinya yang melebihkan cerita, seolah sedang mengadu domba antara ayahnya dan dirinya.

Audy mengerti bahwa ini terjadi karena Jesika marah karena Elie yang menamparnya tempo hari lalu yang berimbas padanya.

Audy sama sekali tidak membenci dan marah terhadap Mama tirinya dan juga saudara tirinya, karna bagaimanapun mereka keluarganya.

Tubuh Audy semakin lemas karna kebetulan tadi pagi dia tidak sarapan sama sekali dan kini rasa pusing kembali menghantam kepalanya.

Bibir Audy terlihat sangat pucat, ia mengacak isi tasnya namun tidak menemukan obat sakit kepalanya yang ternyata sudah habis dan ia lupa untuk membelinya lagi.

Audy membaringkan tubuhnya di lantai yang berdebu itu tanpa alas karna sakit kepalanya, ia memejamkan mata sembabnya dan berharap sakit yang menyerang kepalanya itu segera menghilang.

Audy membuka matanya sejenak menatap langit-langit gudang dan air matanya kembali turun membasahi pipi nya.

“Mungkin roda kehidupanku yang sedang tidak beruntung, ataukah aku yang emang tidak pernah memiliki sebuah keberuntungan?” Gumannya seolah bertanya akan keberuntungannya.

“Aku capek tuhan,” ucapnya kemudian menangis dengan pilu, dapat dipastikan jika siapa saja yang akan mendengarnya pasti akan terenyuh hatinya mendengar tangisan pilu milik Audy.

Karena kelelahan menangis, mata Audy terpejam. Ia tertidur dengan sisa-sisa air mata yang ada dipipinya dan tangannya yang memeluk sebuah foto yang selalu dibawanya.

Foto dimana saat dirinya didalam kandungan bundanya dan difoto itu terlihat bahwa ayah dan bundanya tengah tersenyum lepas.

Ayahnya yang dengan wajah bahagianya mencium perut buncit bundanya, namun kebahagian itu sirna digantikan oleh kepedihan.

AYAH, AKU ANAKMU (TERSEDIA DI SHOPEE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang