🍂Bagian 23🍂

3.3K 289 35
                                    

Jangan lupa tinggalin jejak vote and comment :)

Pukul 05.40. Audy baru saja menunaikan kewajibannya yaitu sholat subuh, setelah menyimpan sejadah dan mukenahnya, Audy melangkahkan kakinya kedapur berniat untuk membantu  Bik Asih, pembantunya. Ia melihat Bik Asih tengah sibuk dengan wortel dan daging yang dipotong-potong menjadi beberapa bagian.

“Pagi Bik,” Sapa Audy dengan senyum ramahnya.

“Pagi juga non, non perlu apa? biar bibi ambilin aja,” ucap bik Asih membalas sapaan Audy.

“Gak ada kok bik.” Audy melirik mencari pekerjaan untuknya namun ia tak menemukannya karena pekerjaan hampir selesai oleh bik Asih.

“Taman samping udah disiram belum bik?”

“Belum non.”

"Yaudah Audy aja yang nyiramnya,” ucap Audy. Ia melangkahkan kakinya menuju taman belakang rumahnya dan mengambil selang air yang berada disebuah keranjang besi didekat kran air tersebut. Audy dengan riang menyiram tanaman tersebut sambil bersenandung.

“Ku mendambakanmu mendambakanku🎶”

“Bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar,  raga tuk berlindung, Pastikan kau temukan aku di garis terdepan.”

“Bertepuk sebelah tangan,” lanjut seseorang yang melanjutkan potongan lirik lagu yang sedang Audy nyanyikan membuat Audy terdiam kemudian tersenyum menatap abang tirinya yang tengah berdiri dengan melipat kedua tangannya.

“Eh abang, ngapain kesini?”

“Suara lo bagus, kenapa gak ikut ekstrakurikuler musik?” tanya Deon mengabaikan pertanyaan Audy.

“Enggak bang, aku takut,” ucap Audy dengan mematikan kran air.

“Lo takut kalo mereka gak suka ngelihat lo? mereka bakal ngehina lo, iyakan?”

Audy menunduk. “Hilangin rasa takut dihati lo, karna takut gak ada gunanya, cuma buat lo makin down, ayo bangkit jangan pikiran apa yang mereka ucapin karena ini hidup lo!” ucap Deon kemudian meninggalkan Audy dengan pikirannya.

Rasa takut hanya akan membuat mu menjadi down

dan takut dalam melangkah maju dan mengahadapi semua

yang ada didepan sana. So, kubur rasa takut kalian dalam-dalam.

💜💜💜

Aku selalu bermimpi agar Ayahku menganggapku sebagai putrinya tapi mimpi itu tak kunjung  menjadi nyata. Apakah mimpiku itu terlalu tinggi?

Pagi ini Audy telah tampak rapi dengan seragamnya dan rambut panjang yang dibiarkan terurai begitu saja serta terdapat pita yang berbentuk mahkota kecil berwarna gold menghiasi rambut panjang nan indah tersebut.

“Audy pamit ya Bik, makasih udah dibikinin bekal,” ucap Audy kepada bik Asih yang saat ini sedang didapur yang letaknya tak jauh dari ruang makan keluarganya sambil manyalim tangan bik Asih.

Tanpa melirik letak tempat keluarga harmonis yang tengah sarapan bersama yang nantinya akan membuat luka itu lagi, Audy mulai melangkahkan kakinya keluar rumah. Namun, sebuah suara memberhentikannya langkahnya.

“Udah gak punya sopan santun ya kamu! Nyelonong aja, dasar gak tau diri!” sindir ayahnya kepada Audy.

Farah tersenyum sinis menatap Audy. “Sama aku juga gitu mas, kalo kamu pergi ke luar kota, dia gak pernah sopan sama aku malahan dia gak nganggep adanya aku dirumah ini,” timpal mama tirinya membuat Audy menghelah nafasnya untuk tetap sabar.

AYAH, AKU ANAKMU (TERSEDIA DI SHOPEE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang