Chapter 20

17 2 1
                                    

Di sebuah apartemen yang terkenal elit, Qilla dan Varel duduk di balkon kamarnya. Ia sedang berbincang-bincang tentang kegiatannya di kampus. Selain itu, ia juga bercanda ria. Mereka menghabiskan waktunya tanpa Vivi. Ya, Vivi sekarang berada di kamarnya sendiri. Berbeda karena sekarang Varel adalah suami Qilla. Ia juga harus ada untuknya. Bukannya Qilla egois, namun ia juga mempunyai keluarga yang harus dijaga. Ini bukan lagi cinta monyet, tapi ini cinta untuk masa depan bersama keluarga kecilnya nanti. Meskipun demikian, ia juga selalu ada untuk Vivi dalam segala hal. Dari kecil hingga sekarang ia masih bersama. Kalau biasa untuk selamanya.

"Qilla!! "teriak Vivi dari luar kamarnya.

Tok tok tok

Bunyi ketukan pintu lebih keras.

"Qilla!! Lo di dalamkan?" teriak Vivi dari luar. "Mentang-mentang lo berdua udah sah, gue panggil nggak nyaut, awas aja lo" lanjutnya.

Mendengar teriakan Vivi, membuat Qilla dan Varel tersenyum. Bahkan dalam pikiran Qilla, Vivi masih memiliki sifat yang sama dari mereka hidup bersama saat masih kecil. Sifat bar-barnya,  jutek, ketus memang berada dal diri Vivi. Namun,  jangan salah Vivi adalah sosok penyayang. Jika ia sudah kenal lebih dalam, maka ia akan lebih menyayanginya. Sedangkan ia disakiti, dia juga tidak segan-segan untuk menyakiti. Sangat berbanding terbalik dengan Qilla yang jutek itu. Kalau Qilla ia tidak pernah menyakiti orang lain. Ia lebih memaafkan meskipin ia berbuat salah. Ia jutek hanya pada cowok yang cuma ganggu dia. Sekarang ia udah pasti jutek ke semua cowok, selain Varel dan keluarganya.

"Buka gih" ujar Varel terhadap Qilla. Tak menjawab perkataan Varel, ia pun bangkit dari duduknya menuju pintu kamarnya.

Qilla membuka pintu kamarnya. Terlihat Vivi dengan rambut yang acak-acakkan. Melihat itu Qilla terkejut. Ia tidak pernah melihat Vivi yang sekacau ini.

"Lo kenapa kok lo burik kek gini?" tanya Qilla sedikit mengejek namun ia juga khawatir dengan keadaan Vivi.

"Gue tadi di kampus,.." Vivi menceritakan kejadian yang dialami di kampus tadi siang. Ia menceritakan sedetail mungkin.

"Hahahaahhaaaa. Lucu banget sih hidup lo" Qilla tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Vivi.

"Ada apaan sih heboh amat" ujar Varel menghampiri Qilla dan Vivi.

"Itu tu, tadi di kampus masa ia ada cowok yang ngaku-ngaku jadi pacarnya Vivi. Kan lucu. Hahahaha" Qilla menceritakannya dengan tertawa.

Mendengar perkataan Qilla, Varel pun juga ikut tertawa. "Hahaahhaa apa iya, lo yang dikenal jomblo akut ini ada yang ngaku jadi pacar lo?"

Vivi hanya menganggukan kepalanya. Ia merasa jadi orang bodoh untuk hari ini. Dalam pikirannya, seharusnya ia tidak menceritakannya kepada mereka. Namun, dalam hatinya ia ingin menceritakan kepada mereka. Supaya tidak jadi bebannya sendiri. Setelah ia ceritakan, ia sebagai ejekan dari dua makhluk yang di kenal sebagai sahabat dan abangnya ini. Kan sekarang jadi fatal.

"Tapi bagus dong, Rel kan dia udah nggak jomblo lagi" ujar Qilla  menatap Varel yang masih setia menertawakan Vivi.

"Jadi, kapan lo ngenalin dia kepada kita?" tanya Varel terhadap Vivi dengan nada yang mengejek.

"Gue itu nggak pacaran bodoh. Gue tadi cuma diakui sebagai pacarnya doang. Gak lebih. Dia itu cuma nglindungi dirinya sendiri dari mantannya. Gue pilih pergi begitu aja setelah ia minta maaf" jelas Vivi dengan kesal.

"Ohhh lo sebagai tameng gitu?" tanya Qilla penasaran. Pasalnya Vivi tidak pernah menceritakan tentang cowok setelah kepergian Delvin sahabatnya seklaigus cinta pertamanya. Namun, kali ini ia bercerita tentang cowok.

"Entah" jawab Vivi pasrah.

"Kenapa lo pasrah kek gitu? " tanya Qilla memandang wajah Vivi yang terlihat pasrah atas keadaannya itu.

"Ya mau gimana lagi, lagian gue udah pergi ninggalin dia terus dalam pikiran gue masih kebayang sama wajah dia. Kan gue kek orang bodoh" ujar Vivi jujur dalam hatinya juga seperti itu.

"Ohhh ni ceritanya, ia suka sama tu cowok. Ya nggak Qill? " tanya Varel terhadap Qilla.

"Betul banget tu Rel, padahal udah lama ngejomblo sekarang main suka-suka aja" Qilla kembali tertawa bahkan Varel pun juga tertawa mendengar perkataan Qilla.

"Anjir lo berdua" Vivi meninggalkan tempat mereka berada. Qilla dan Varel masih tertawa meskipun Vivi sudah jauh dari tempatnya itu.

***

Setelah kejadian yang dialami Vivi di apartemennya kemarin, membuat ia kesal terhadap Qilla dan Varel. Ketika ia berangkat kekampus ia hanya diam dan menatap layar ponselnya tanpa ada sepatah apapun dari mulutnya. Ia beneran kesal ketika ia sudah di ejek seperti kemarin.

"Diem-diem wae lo pada" ujar Qilla setelah sekian lama hening tidak ada topik pembicaraan.

"Emang mau ngapain hmmm?" sahut Varel menatap Qilla yang ada di sampingnya itu. Sedangkan Vivi masih dengan posisi yang sama, ia tetap diam terus menatap layar ponselnya. Entah itu cuma geser-geser menu tidak ada yang tahu.

"Kok lo dari kemarin diem aja? " tanya Qilla kepada Vivi. Sebenarnya Qilla tahu kalau Vivi marah kepadanya dan juga Varel. Ia hanya ingin mengawali topik pembicaraan dengan Vivi.

"Pertanyaan Qilla nggak helas deh! Seharusnya ia tahu kalau gue lagi kesel sama dia!" batin Vivi dalam hati. Namun, matanya melihat wajah Qilla sekejab dan kembali menatap layar ponselnya.

"Gue kesel sama lo berdua" jawab Vivi yang enggan menatap mereka berdua.

"Ohhh iya gue tahu, gue sama Varel emang salah, tapi ya bagus kalau lo suka cowok. Kan lo juga udah gede nggak kecil lagi. Gue sama Varel minta maaf kalau buat lo kesel" ucap Qilla dengan ramah menatap Vivi. "Ya nggak Rel ?" lanjutnya sambil menatap Varel yang hanya fokus ke jalanan.

"Betul banget tu" jawab Varel sedikit menoleh ke belakang yang tak lain ke arah Vivi dan ia kembali lagi fokus ke jalanan.

"Iya, sebagai sahabat sejati gue maafin kok" jawab Vivi tersenyum.

"Iya gitu dong. Kalau senyum kan cantik" ledek Qilla.

"Emang dari dulu" jawab Vivi dengan tertawa kecil.

"Ohh jangan lupa ya Vi, ajak main ke apartemen tu cowok biar gue kenal" sahut Varel.

"Itu mah gampang, bang" jawab Vivi dengan nada sombong.

Setelah itu, mereka kembali seperti biasanya. Tidak ada yang diam-diaman. Itulah yang namanya sahabat. Saling pengertian, saling memaafkan dan saling melengkapi.
Dikala senang maupun susah selalu ada. Pengertian antara satu dengan yang lain.
Bukan layaknya sebagai benalu di tumbuhan lain, namun sebagai anggrek yang berada di tumbuhan lain. Sebagai simbiosis mutualisme saling menguntungkan antara satu sama lain. Tidak saling menjatuhkan. Selalu menutupi aib dari salah satunya. 
Kepo? Rempong? Hal biasa dalam sahabat. Itu adalah salah satu dari perhatian dari sebuah persahabatan.
Itu sahabat.




















Oke! Part ini lebih panjang dari part sebelumnya.
Kalau kepo yuk gasss! 🤣

Akankah mereka bertemu dengan sahabat kecilnya? Hanya author lah yang tahu :v

Jangan lupa tinggalkan jejak dan komen jika kepo :v

Maaf jika typo bertebaran :)

Kisah PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang