Bagian 7

5.1K 351 24
                                    

Cia benar-benar membuatku kesal karena sudah memaksa dan mengurungku di kamar ini. Ini tidak benar. Tidak seharusnya dia melakukan hal ini padaku. Seharusnya dia izin lebih dulu pada Bian. Takut jika Bian akan marah padaku karena sudah menginjakkan kaki di sini. Semoga saja Bian mengerti dan tidak marah. Aku akan menjelaskan jika dia murka

Pandangan kuedarkan ke penjuru ruangan ini. Kamar Bian sangat luas dan cukup berantakan. Alas ranjang berserakan. Pakaian kotor ada di beberapa tempat. Belum lagi buku dan kertas ada di mana-mana. Aku memaklumi karena pemilik kamar ini laki-laki dan Bian sepertinya tak mengizinkan pembantu masuk ke dalam kamarnya. Ini kali pertama aku menginjakkan kaki di kamar Bian.

Langkah kuayun untuk mendekati ranjang. Senyum kusungging ketika melihat bingkai berisi foto Bian dan Cia saat mereka masih kecil terpajang di atas meja laci dekat tempat tidur. Aku teringat akan foto mereka berdua saat masih kecil peninggalan Mama. Langkah kuayun menuju koper, meraihnya, lalu membuka benda kotak besar itu. Tanganku bergerak meraih album foto di dalam koper. Semoga Bian suka dengan hadiah ini. Aku meletakkan album foto di samping bingkai berisi foto Bian dan Cia saat masih kecil.

Pandanganku teralih pada ranjang yang berantakan. Napas kuhela. Aku mulai bergerak merapikan tempat tidur Bian. Sambil menunggu pintu terbuka, lebih baik aku merapikan kamar ini agar nyaman dan rapi. Perkara Bian setuju atau tidak, aku rasa dia tak akan setuju dengan apa yang kulakukan. Biarkan dia marah asal aku bisa mengerjakan sesuatu di rumah ini. Aku tidak suka melihat kamar berantakan.

Napas terasa berat karena lelah setelah merapikan kamar ini. Aku duduk di sofa panjang dekat dinding kaca. Kepala kusandarkan pada sofa. Merapikan kamar ini cukup membuatku lelah. Setidaknya kamar ini sudah rapi. Aku tak membuang barang apa pun di kamar ini. Khawatir salah buang dan akan membuat Bian murka. Aku hanya merapikan barang untuk kembali pada tempat masing-masing. Mata kupejamkan untuk menghalau rasa lelah.

Aku mengerjapkan mata karena kelopak terasa berat. Tidak menyangka jika aku akan tertidur di kamar ini sambil menanti pintu terbuka. Mata kubuka lebar. Terlihat sosok Bian berdiri di depanku saat ini. Aku beranjak duduk, lalu menunduk di depannya. Merutuki diri sendiri karena ketiduran.

"Sudah puas tidurnya?" tanyanya dengan nada mengintimidasi.

"Cia yang memaksa aku ke sini dan mengunciku di kamar ini," balasku apa adanya.

"Aku tidak menanyakan hal itu," lanjutnya.

"Maaf," lirihku.

Kenapa aku harus ketiduran? Apa dia sudah lama mengamati aku tertidur? Semoga dia tidak murka padaku.

"Aku sudah mengingatkanmu agar tidak menyentuh apa pun milikku. Kenapa kamu tidak mendengarkan? Aku tidak menyuruhmu untuk merapikan kamar ini!" sentaknya.

"Aku hanya tidak suka melihat kamar ini berantakan." Aku memberanikan diri membalasnya.

"Itu hak aku. Kamar ini berantakan atau tidak, itu bukan urusanmu. Kamu di sini hanya numpang, jadi patuhi apa yang menjadi keputusanku," lanjutnya.

Sudah bisa diduga. Dia akan murka dengan apa yang kulakukan. Tapi aku tak melakukan kesalahan apa pun. Hanya merapikan kamarnya, apa itu salah? Aku tidak bisa hanya diam menerima kemarahannya. Aku berhak membela diri.

"Kamu-"

"Apa yang aku lakukan salah? Apa ada barang kamu yang hilang? Apa ada barang yang rusak?" tanyaku dengan nada serius.

Aku mengangkat kepala. Bian tersenyum miring padaku. Senyumnya misterius. Dia susah ditebak. Hanya denganku dia bersifat dingin seperti es, berbeda dengan Cia dan Angel, dia selalu ramah dan mau bercanda. Apa karena kehadiranku tak diinginkannya?

Slowly Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang