PART 21

172 11 1
                                    

Milly duduk di salah satu kursi panjang dekat toilet laki-laki. Sudah hampir 15 menit lamanya Arga tak kunjung keluar dari toilet.

"Apa gue masuk aja ya?"

Namnun sedetik kemudian Milly menggeleng.

"Nggak lah, apaan sih, nanti ketemu cowok-cowok."

Milly menatap pintu toilet itu lagi.

"Bodo amat lah, lagian kayaknya nggak banyak cowo yang masuk." Milly bangkit dan perlahan berjalan ingin memasuki pintu toilet itu, namun langkahnya terhenti karena seseorang memanggil namanya.

"Milly!"

Milly menoleh, "Mario?"

"Lo mau masuk?" Milly menggeleng cepat.

"Cuma mau–"

Pintu toilet terbuka, membuat Milly dan Mario menoleh secara bersamaan.

Bukan Arga.

Mario berlari memasuki toilet.

"Ga?" Panggil Mario setelah menelusuri toilet hingga sampai di pintu toilet yang tertutup.

Beberapa detik kemudian, Arga membuka pintu itu. Bisa di lihat oleh Mario, gumpalan tissue yang terdapat darah segar dari hidung Arga.

"Darahnya belum berhenti?"

"Udah."

Arga membuang semua tissue itu ke tong sampah dan mencuci tangannya.

"Kenapa nggak keluar?"

"Ada Milly kan?" Mario mengangguk.

"Gue nggak mau Milly liat gue kayak gini. Gue terlalu lemah, Yo."

"Ga..."

"Milly itu khawatir. Dan khawatir itu nggak enak, dari pada lo gantungin anak orang di luar dan wasting time kayak gini, mending lo keluar dan yakinin dia semua baik-baik aja."

Milly yang mondar-mandir di depan pintu toilet itu tak sadar bahwa gerak-geriknya di perhatikan seseorang dari jauh.

"Arga?"

"Ngapain lo Mil? Nungguin gue ya?" Arga tersenyum miring menggoda Milly.

"Ya iyalah, lo mendadak pergi gitu. Lo kenapa? Kenapa di toilet lama banget? Lo tau nggak sih berapa menit lo di-"

Arga menarik lengan Milly dan membisikkan sesuatu di kupingnya.

"Gue abis poop, banyak banget keluarnya. Perut gue sampe kosong."

Milly menginjak kaki Arga.

"Lo buang-buang waktu gue tau nggak?! Pake acara nungguin orang poop segala." Milly melipat kedua tangannya.

"Ya lagian, elo ngapain nungguin gue? Jangan-jangan sekarang lo udah setuju ya?"

Milly menautkan kedua alisnya.

"Setuju melangkah kemanapun, kapanpun bersama gue."

Milly menginjak kaki Arga dan Mario hanya menggeleng mendengarnya.

"Acting lo hebat, Arga." Batin Dio yang kemudian pergi, namun ternyata sosok Dio tertangkap oleh manik mata Mario.

"Gue duluan ya." Mario menepuk pundak Arga dan kemudian pergi menyusul Dio.

Milly menatap lekat mata Arga.

"Mil?"

Milly tak mengindahkan Arga memanggilnya.

"Milly?" Arga menepuk pundak Milly.

"Jangan sakit."

Arga terdiam, ia terkejut Milly akan berkata demikian. Dan kemudian Milly pergi meninggalkan Arga. 

"Dio!"

Dio menghentikan langkah kakinya.

"Lo tau kan kejadian tadi?" Ujar Mario ketika ia dan Dio berhadapan.

"Lo liat Arga kayak tadi?"

"Terus apa hubungannya sama gue?" Ucap Dio jutek.

"Ada. Tentu ada. Arga butuh orang-orang yang harus mendukung dia unt-"

"Sembuh? Kalau sakit ya sakit aja. Nggak ada hubungannya sama gue juga kan?"

"Tapi apa lo nggak mikir kalau Di-"

"Lo pernah mikir nggak sih perasaan gue gimana? Orang yang gue sayang pergi. Pergi selama-lamanya karena sodara lo yang gak guna itu." Setelah berujar demikian, Dio pergi meninggalkan Mario.

"Kan orang sakit tuh wajar Mil."

Milly menggeleng cepat.

"Lo pengecualian, jangan sakit."

Arga diam sejenak dan kemudian tersenyum sambil mengacak rambut Milly.

"Udah sana masuk kelas. Gue mau cabut."

"Mau ke mana?"

"Kemana-mana hatiku senang. Bye Milly!" Arga berlari meninggalkan Milly.

"Pak, buka gerbangnya dong!" Pinta Arga pada satpam yang menjaga pintu gerbang.

"Mau ke mana kamu? Ini kan masih jam sekolah."

"Di panggil Pak Bara disuruh pulang pak, katanya kalau sepuluh menit lagi nggak di rumah nanti dia ngamuk." Tentu saja Arga berbohong membawa nama ayahnya, agar satpam itu membukakan pintu untuknya.

Seperti dugaannya, satpam itu membukakan pintu untuk mobil Arga.

"Makasih pak, oh ya, ini buat bapak." Arga memberikan beberapa permen yang ada di mobilnya, membuat satpam tersebut menggeleng-geleng.

"Arga sakit apa sih?" Tanya Milly yang tiba-tiba saja duduk di depan Mario.

"Tau dari mana lo dia sakit?"

"Bukan sekali doang gue liat dia kayak tadi, terus akhiran ini juga mukanya pucet terus. Masa lo nggak nyadar?"

Mario diam sejenak dan kembali menyalin catatannya tanpa memedulikan Milly.

"Yo? Mario? Lo denger nggak sih?"

Mario masih berkutat dengan catatannya, membuat Milly kesal dan mengambil pulpen milik Mario sehingga bukunya tercoret.

"Milly!" Mario meninggikan suaranya karena kesal.

"Ya abis lo nggak dengerin."

"Kenapa lo harus tanya gue?"

"Lo kan sepupunya."

"Gue nggak punya hak buat kasih tau urusan orang lain ke orang lain." Ujar Mario sambil merebut kembali pulpen itu, membuat Milly diam.

"Kalau udah saatnya, mungkin Arga bakal ngasih tau. Lebih baik lo denger langsung dari dia kan? Karena dia yang lebih berhak buat cerita langsung masalahnya."

"Mana mungkin Arga cerita." Gerutu Milly yang kemudian meninggalkan Mario dan kembali ke kursinya.

- - -

AMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang