Chap 10

1.3K 206 47
                                    

DISCLAIMER

Hypnosismic © KING RECORD
STORY © Hatarakimono


BusterBros & Readers


Happy reading
••••••••
••••••
••••
•••
••


Dering ponsel terdengar, benda persegi panjang diatas meja makan bergetar. [Name] melirik nama yang tercetak disana.

" DEKKKKKKKK!!"

Mengambil serbet mengelap air yang membasahi tangan, lalu menyimpan celemek yang masih menggantung dileher. [Name] menyambar benda tersebut.

Tidak ada sahutan dari Saburo. Pantas saja, ternyata remaja 15 belas tahun itu memasang headphone dengan volume tinggi sambil memainkan Nintendo. [Name] menarik sebelah headphone Saburo, membiarkan adik sepupunya itu meringis siap untuk melontarkan kalimat protes.

" Apa mbak?" Tanya nya dengan wajah polos, diluar perkiraan. [Name] menyodorkan ponsel yang ia genggam kepada Saburo, tentu saja disambut baik oleh sang pemilik.

" Abang nelpon."

Gerakan bibir membulat tanpa suara sebagai respons rasa terima kasih. [Name] kembali ke dapur, kembali memasang celemek, menyelesaikan masakkannya. Namun tak lama kemudia kepala laki-laki bermahkota hitam itu muncul.

" Mbak, kita disuruh ke Shibuya."

°°°°°

Siang hari stasiun Jepang masih juga sibuk, orang-orang berbondong-bondong berbaris di depan pintu grade dengan rapih tanpa ada yang menyela meminta untuk lebih dulu berada di depan

Dan pemandangan seperti ini telah ia lihat semenjak menginjakkan kaki di negara ini. [Name] tak mengira apa yang dikatakan beberapa artikel itu benar. Jika membandingkan dengan negara sendiri [Name] hanya bisa tersenyum kecut menerima kenyataan, jika saja negara nya melakukan hal seperti ini, akan sedikit kemajuan untuk mereka?

Tapi rasanya jika harus menyandingkan keduanya pastilah lebih banyak keluhan daripada rasa syukur. Perbedaan tentu saja terasa jelas karena kultur budaya bisa dirasakan. Bagaimana negara itu ditempa sedari ia berdiri. Biarlah negara orang seperti itu, karena, negara orang itu negara orang, negara kami adalah negara kami.

Banyak orang harusnya mencontoh lalu memodifikasi, bukannya merubah sepenuhnya menjadi asing bukan? Mungkin hal tersebut yang tak bisa diolah oleh masyarakat.

" Mikirin apa mbak?" Tanya Saburo. Ia perhatikan sejak tadi kakak sepupunya itu melamun. [Name] menggeleng, menoleh sekilas kebelakang, berbisik dengan senyum jahil. " Masalah politik."

" Hah?"

Belum sempat Saburo bertanya lebih lanjut, bunyi gesekkan berat roda besi beradu dengan rel, serta decitan mesin memecah fokus.

[Name] dan Saburo patut bersyukur siang ini, mereka tak perlu dipaksa masuk oleh para penjaga statiun, walau ramai, setidaknya tidak terlalu sesak. Situasi seperti ini pernah ia rasakan di beberapa tahun lalu, ketika ia dan bunda menaiki metromini.

" Mbak?" panggil Saburo setengah berbisik agar tidak menganggu penumpang lain. [Name] bergumam tak jelas menanggapi, melirik wajah adik sepupunya itu dengan kedua alis terangkat. Saburo mendekatkan mulutnya kepucuk kepala gadis yang lebih pendek darinya.

" Mbak majuan dikit ke depan gue, suka ada pelecehan kalo lagi rame kayak gini, soalnya geraknya lebih leluasa daripada pas rame banget ataupun senggang. "

[Name] menurut. Setelah itu hening, mereka hanyut pada pikiran sendiri, menikmati pemandangan kota yang terus menerus lewat di depan mata mereka.

Setelah setengah jam menempuh perjalanan dengan menggunakan kereta, mereka berdua akhirnya sampai di stasiun Shibuya. Keadaan di sini tak kalah ramai dengan stasiun Ikebukuro. Saburo melihat orang bertopi hitam dengan jaket biru dongker keluar dari gerbong lain. Ia tak mungkin salah mengenali orang, namun nampaknya orang itu tidak melihat mereka.

Sepupu : Japan Tour✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang