seventeen

24 5 0
                                    

Nyaman

>Happy Reading<


"Siapa?!"

"Bang Alan??"
Yaaa pria itu adalah Alan, kakak laki-laki dari Rania. Alan baru saja kembali dari kantornya tadi dan dia tidak sengaja mendengar pembicaraan tiga kawan adiknya itu

"Siapa yang dorong Rania dari tangga atas?!!" ulang Alan

"Emm i-itu bang"

"Bisa jawab yang jelas?"

"Hhhh dia Reika bang"

Brakkk

Tanpa pikir panjang, Alan sontak menerobos pintu ruang rawat itu dan berlari cepat ke arah Rania, raut wajahnya menggambarkan emosi.

"Astagfirullah bang, gila pelan-pelan kek. Ka-"

"Jawab abang dek, siapa yang buat kamu kaya gini?"

"Bang??" Rania terlonjak kaget saat Alan tiba-tiba menarik tangannya yang tengah diinfus

"Dek, jawab!! siapa Reika? yang mana orangnya? tunukkin ke abang?!!"

"Bangg, sakit"

"Dek!!"

"Bang Alan" suara Bara setengah berteriak 

"Bang Alan tangan Rania sakit" lirih Rania lagi

Alan tersadar, dia mengempaskan tangan Rania dan membuang nafasnya jengah

"Maaf" lirihnya

Rania mengangkat pelan tangannya yang dihempaskan begitu saja oleh Alan, dia tau abangnya itu sedang emosi, sangatt. Abangnya terlihat seperti orang kesetanan, sangat menyeramkan.

"Dek, Reika siapa?" Alan kembali bersuara

"Bang, tenang dulu" Bara berusaha menenangkan Alan

"Reika siapa Bar" 

"Bang ini rumah sakit lho, ga boleh berisik" ucap Rania

"Dek, jawab abang!"

Rania membuang nafasnya, dia merasa lelah dan bingung. Jujur saja Rania tidak mau abangnya tahu siapa yang sudah melakukan ini kepadanya, karena jika Rania memberi tahu, Alan akan memburu orang itu habis-habisan, bahkan bang Alan tidak segan untuk menggebrak sekolah.
Yaaa segila itu abangnya jika sudah menyangkut keluarganya, Rania tau kalau Alan khawatir tapi jangan seperti iniii. Dia tidak mau membahayakan Abangnya.

"Emm kalo gitu, Bara keluar dulu" pamit Bara, dia tau kalau kedua kakak beradik itu memerlukan privasi. Dia segera berangsur keluar ruangan, meninggalkan Rania dan abangnya.

"Dek"  panggil Alan lagi setelah Bara keluar, kali ini suaranya lebih lembut, Rania hanya menunduk kepalanya terasa pening.
Melihat itu, Alan berjalan menghampiri bangsal adiknya. Dia duduk disamping Rania dan memeluknya dari samping, wajahnya terangkat mencium puncak kepala Rania dan mengelusnya lembut.

"Maaf dek, abang cuma khawatir. Abang gamau ada orang yang macam-macam sama kamu apalagi sampai buat kamu celaka kaya gini" bisik Alan

"Dek, bisa kamu jawab. Reika siapa?" tanya Alan lagi, tangannya masih setia memeluk tubuh mungil Rania. Perlahan Rania mengangkat kepalanya.

"Di...dia, Ran ga begitu kenal dia. Yang pasti dia kayaknya ga mau liat Ran hidup tenang, dan dia.....termasuk trouble makers di sekolah" Rania berucap ragu

"Hhhh"

"Bangg"

"Hm?"

"Gausah peduliin dia ya, Bang Alan gausah cari dia"

"Kok kamu bisa yakin banget abang bakal cari dia?"

"Ran udah pernah liat itu, waktu ada orang yang juga ganggu kak Rin. Bahkan kak Rin, ga terluka parah sampai masuk rumah sakit kaya Ran, tapi bang Alan buru dia mati-matian"

"Dia perlu hukuman yang setimpal"

"Tapi bangg-"

"Dek, abang juga ga nyakitin dia. Abang cuma mau dia ngakuin kesalahan dia"

"Tapi Ran gamau bang Alan kenapa-napa" lirih Ran

"Abang ga bakal kenapa-napa"

Alan semakin mengeratkan pelukannya pada adik kecilnya itu, Rania pun membalas pelukan Alan. Dia mengarahkan tubuhnya berhadapan dengan kakak laki-lakinya lalu membalas pelukan itu tak kalah erat, diam-diam dia menangis kecil dibalik pelukan itu.Ohh dia merasa sangat beruntung mempunyai kakak laki-laki sepeduli bang Alan, Rania merasa sangat aman jika berada di sisi abangnya.
Dan Alan, dia tak berhenti mengusap dan menciumi puncak kepala adik kecilnya, adik perempuannya yang kini sudah tumbuh menjadi wanita yang tangguh.....lebih tangguh dari yang dia kira.

"Abang sayang kamu"

~~~~~~~~~

"Rinn!!!!" 

Rinsie menengok ke belakang saat tersadar ada yang memanggilnya.

Sekarang Rin sedang berada di campusnya, dia baru saja ingin kembali ke rumah sakit ketika ada sebias suara berat memanggilnya.

Dia melihat ada Ando yang memanggil dirinya, dengan Zein disampingnya. Oh yaa, Rinsie lupa memberi tahu kepada kedua pria itu bahwa adiknya sudah sadar, padahal dia sudah berjanji. Emm Rin mencoba memberi tahu tadi pagi, tapi mamanya melarangnya karena terlalu pagi, dan alhasil dia lupa hingga sekarang.

"Kok lo ga ngasih tau kita kalo Rania udah sadar?" belum sempat dia memikirkan apa yang akan dikatakan kepada dua sekawan ini, Zein telah menyerbunya dengan pertanyaan.

"Eh iya, itu gua lupa sorry banget. Tadinya gua mau kasih tau tadi pagi, tapi nyokap gua ngelarang karena masih pagi banget katanya jadi-"

"Jadi dari kapan Rania sadar?" Selak Zein dengan pertanyaan lagi

"Tadi pagi, shubuh. Tapi dia udah baikan kok sekarang, cuman ya emang masih perlu dirawat"

"Kita kesana ya" pinta Zein

"Yaa, ayo aja gua juga mau balik kesana sekarang"

"Yaudah bareng aja, yuk" sahut Ando

"Gua juga ikut!!!" itu suara Karin yang bergema di sepanjang lorong karena teriakannya

"Gua ikut" jelas Karin lagi setelah dia sampai di hadapan tiga orang itu

"Santai aja kali, ga usah teriak-teriak juga" sahut Rin

"Sorry"

"Tau lo, heboh banget" cibir Ando

"Yeuu adek ipar gua tuh" balas Karin enteng

"HAH? maksudnya?!" Zein sontak bertanya dengan teriakan

"Berisik, gausah teriak-teriak juga!!" Karin menyahut

"Ya kan nanya, maksudnya Rania adek ipar lo itu apa?"

"Bercanda elah, kan gua deket sama Rin. Keluarga kita berdua deket, jadinya gua panggil dia gitu"

"Oh"

"Yaudah ayo" sahut Ando

"Yuk"

.

.

.

.

~Tbc~

NyamanWhere stories live. Discover now