Yoo Jeongyeon adalah seorang pria 25 tahun yang bekerja sebagai penggembala domba. Ia memiliki seorang adik perempuan dan seorang ibu. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil karna sebuah kecelakaan saat bekerja. Sejak umur 14 tahun saat ayahnya meninggal, jeongyeon sudah menjadi kepala keluarga. Ia membantu ibunya mencari uang untuk kehidupan sehari hari.
Ibu jeongyeon dan adiknya adalah seorang pemerah susu di desa mereka. Setiap pagi mereka selalu bekerja memerah susu dari peternakan milik desa. Jeongyeon dan keluarga kecilnya hidup sederhana. Mereka selalu hidup bahagia walau dalam kesederhanaan. Jeongyeon dibesarkan oleh ibunya menjadi seorang pria yang rendah hati dan pekerja keras.
Karna jeongyeon bekerja sebagai gembala domba, ia kerap kali diejek oleh sekelompok pria di desanya. Sekelompok pria itu terdiri dari 5 orang yang bekerja sebagai pemburu di hutan. Jeongyeon yang bekerja menjaga hewan, tentu saja sangat berbanding terbalik dengan mereka yang bekerja memanah dan menembak hewan. Jeongyeon adalah orang yang tak suka kekerasan. Jeongyeon tak pernah suka berkelahi. Setiap ia di cemooh oleh sekelompok pemburu itu, ia lebih memilih untuk diam dan membiarkan mereka.
Pagi ini, jeongyeon bangun dari tidurnya dan segera berkumpul dengan keluarga kecilnya untuk sarapan pagi bersama seperti biasa.
"Pagi oppa." sapa Sana, adik kesayangan jeongyeon.
"Pagi sayang." sapa jeongyeon sambil mengecup kening Sana.
"Pagi nak" sapa ibu jeongyeon yang sedang menyiapkan sarapan.
"Pagi eomma" ucap jeongyeon seraya mengecup pipi ibunya.
"Ayo duduklah, kita sarapan!" ajak ibu jeongyeon.
"Oppa hari ini ke bukitkan?" tanya sana seraya menyerahkan segelas susu pada jeongyeon.
"Iya, seperti biasa" jawab jeongyeon sambil meminum susu pemberian adiknya.
"Aku mau bunga yang waktu itu oppa beri." pinta Sana dengan nada manjanya.
"Bunga itu tak ada di bukit, aku mengambil nya di utara, di dekat air terjun." jelas jeongyeon sambil melahap rotinya.
"Yah.. aku kira oppa mengambilnya di bukit." sesal sana
"Dibukit hanya ada hamparan rumput hijau, mana mungkin ada bunga mawar putih." ucap jeongyeon sambil melahap rotinya.
"Huft.." sana pun mengerucutkan bibirnya.
"Hati hati kalau di bukit jeongyeon, jangan sampai domba mu terlalu dekat dengan hutan. Disana banyak serigala." ibu jeongyeon mengingatkan.
"Tenanglah eomma, aku sudah bertahun tahun menjaga domba tuan kim dan ia tak pernah kecewa padaku karna membiarkan dombanya dimakan srigala." tukasnya sebelum menenggak habis susu di gelasnya.
"Tak pernah membiarkan dombanya di makan srigala tapi oppa membiarkan diri oppa di makan srigala." Ucap sana sambil memakan rotinya.
"Iya jeong, lihatlah tanganmu yang penuh cakaran dan bekas gigitan itu. Berhati hatilah sayang.." perintah ibunya.
"Tenang saja eomma, aku akan selalu baik baik saja." jeongyeon menenangkan ibunya seraya mencuci piring yang ia pakai di tempat cuci piring yang ada tidak jauh dari meja makan.
"Kau tau Sana, bila hari ini kau memerah banyak susu sapi, aku akan pulang membawa banyak mawar putih untukmu." ucap jeongyeon sambil menatap sana dan mengelus pipinya yang sedang duduk.
"Baiklah!" Sana pun menatap riang sang kakak yang sedang berdiri di sampingnya.
"Aku pergi ya." ujar jeongyeon sambil mengecup pucuk kepala sana dan juga mengecup pipi ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Neige Noire
FanfictionFull chapter. Reminder! Urutan cerita berantakan dan memang tidak bisa dibetulkan oleh penulis, tolong baca sesuai urutan nomor setiap episode. Mohon maaf dan terima kasih. Cinta pertama seharusnya menjadi yang termanis bagi siapa pun. Tapi apa jad...