4. Can We Just Talk?

1K 157 29
                                    


"Tuan Jeongyeon, makan malam sudah siap. Mari ke ruang makan" ajak bibi Shin.

"Ahh ne bibi." Jeongyeon pun keluar dari kamarnya mengikuti bibi Shin ke ruang makan.

"Silakan tuan Jeongyeon, nyonya sudah menunggu." Ucap bibi Shin setelah sampai di ruang makan.

"Eh? eum? bibi dan yang lain tak ikut makan?" tanya jeongyeon bingung.

"Kami makan diruangan yang berberda, silakan duduk." bibi Shin pun mempersilakan jeongyeon duduk di kursi yang berhadapan dengan mina yang sedang menatapnya datar sedari tadi.

"Terima kasih bibi Shin." jeongyeon pun membungkuk setelah bibi Shin hendak pergi.

"An-annyeonghaseyo yang mulia." Jeongyeon pun sedikit gugup dan bingung karna hanya berdua dengan mina yang sedari tadi hanya menatapnya lurus.

"Makanlah." Mina pun mempersilakan jeongyeon sambil mulai memakan makanannya.

"Ah n-ne." jeongyeon pun dengan ragu memakan steak di depannya.

Ini kali pertamanya makan daging sebesar itu sendirian. Dirumah, ia dan keluarganya jarang sekali makan daging. Jeongyeon yang kebingungan memotong daging steak nya pun tak kunjung mulai makan. Sedari tadi ia hanya berkelut untuk memotong daging di depannya itu. Jeongyeon sangat serius berusaha memotong dagingnya sampai tak sadar mina yang didepannya sedari tadi menatapnya dengan tatapan aneh.

"Apa kau tak pernah makan steak sebelumnya?" tanya mina dingin.

"A-ah jeosonghamnida.. Ini pertama kalinya untuk saya. Maaf membuat anda merasa tak nyaman." Jeongyeon pun menggaruk garuk kepalanya sambil membungkuk.

"Ini juga pertama kalinya buatku di pandang sopan oleh orang asing dengan wujudku yang sekarang." pikir mina yang sedikit merasa tersentuh.

"Kau takkan bisa memotongnya bila cuma menekannya saja. Kau harus memaju mundurkan pisaumu perlahan. Dan cukup tekan sedikit seperti ini." Jeongyeon pun memperhatikan mina yang sedang mencontohkannya memotong dan memakan steak dengan elegan.

"Aahhh" Jeongyeon pun mengangguk angguk paham sambil kembali mencoba dengan wajah lugu nya.

"Dasar aneh." pikir mina sambil sedikit menaikan ujung bibirnya.

Jeongyeon pun berhasil memotong steaknya dan ia mulai memakan salah satu potongannya. Begitu potongan steak masuk ke mulutnya, sontak matanya langsung berbinar binar.

"Nomu mashita." gumamnya sambil sedikit menganga dan melotot kagum.

"Jangan terlalu berlebihan, ini hanya steak." ucap mina sambil melahap makanannya dengan anggun.

"A-ah.. jeosonghamnida, saya hanya merasa kagum. Saya belum pernah mencoba makanan seenak ini sebelumnya. Terima kasih telah mengizinkan saya makan malam dengan anda mencoba makanan ini." Jeongyeon pun menatap mina sambil tersenyum sangat tulus.

"Ap-apa apaan dia??" pikir mina yang kaget karna jeongyeon tersenyum padanya.

"Aku tak mengajakmu, bibi Shin dan tuan Park yang memaksa untuk makan malam bersamamu." Ucap mina yang berusaha tetap tenang.

"Ah begitukah? Eumm kalau begitu saya harus berterima kasih pada mereka nanti." Ucap jeongyeon sambil kemvali tersenyum.

"Eumm sejak bibi Shin dan yang lain tak biasa makan bersama anda. Saya akan dengan senang hati bila bisa menemani anda. Mungkin sedikit aneh karna saya baru datang kemarin, tapi... bila anda berkenan, tolong berikan saya kesempatan untuk mematahkan kutukan turun temurun ini." Jeongyeon pun menatap mina dan tersenyum tulus.

La Neige NoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang