"Yoo.. Yoo Ra?"
Aku merasakan sebuah telapak tangan lebar yang menyentuh permukaan bibirku, bergerak mendorong kepalaku jatuh ke belakang. Aku mendongak, membuka mata untuk sekedar melihat siapa yang telah berani mengganggu ciumanku dan Seokjin.
"Bibirmu kenapa? Kok maju-maju?" Suara Seokjin terdengar sangat murni ditelingaku, mungkin otakku baru bisa merespon setelah kupandangi mata lelaki itu terlihat menyipit karena situasi sekarang.
Aku tersentak menyadari tanganku berusaha merengkuh Seokjin. Sepertinya aku tertidur karena efek obat dari dokter Piccolo yang entah kapan ia suntikkan dalam infusku sehingga aku mengantuk dan mengigau telah dicium lelaki tampan ini.
Buru-buru aku menyenderkan kembali punggungku ke bantal dibelakangku.
"Eh, maaf." cicitku malu, jemariku menyelusupkan beberapa helai rambut ke belakang telingaku.
"Maaf kalau aku tidak sopan, tapi apa kau baru saja bermimpi tentang hal jorok?" kini Seokjin mengambil posisi duduk di kursi kecil yang disediakan sebelah ranjangku.
Aku menggeleng cepat. Tentu saja aku mengelak. "Hal jorok? Apa maksudmu? Aku-aku tidak mimpi apapun. Hanya mengigau."
"Ooh, kukira kau berkhayal sedang mencium seseorang," tebaknya dengan sedikit menarik senyum di ujung bibirnya yang merekah merah.
Oh tidak, apa aku sudah tertangkap basah?
Aku memutuskan untuk tidak menjawab, sekarang aku sudah yakin seratus persen bahwa ciuman kami tadi hanya mimpi. Semoga saja dokter Piccolo itu berumur pendek.
Mungkin melihat aku yang hanya memainkan ujung surai hitamku, Seokjin meraih satu buah apel diatas nakas dan mengupasnya. Dia terlihat tampan walau hanya mengenakan kaus putih tipis setelah melepas jaket bomber biru donker yang kini menggangtung dipucuk TV.
"Mau sesuap?" tawarnya padaku. "Akan kuanggap yang tadi jadi rahasia kita."
"Hei Seokjin. Sebegitu inginnya kau kucium?" aku menoleh ganas padanya. Yang kutatap sekarang membungkam mulut dengan satu tangan, bahunya berguncang.
"Memangnya kau tadi bilang kalau kau mengigau tentang aku?"
Ups. Apa aku pernah bilang iQ-ku tidak beda jauh dari Eunbi? Aku mengulum bibirku sendiri dengan malu, menatapnya di cermin saja aku tak mampu. Kupalingkan wajah, berharap perhatian Seokjin akan lebih mengarah pada siaran TV yang menampilkan berita perkelahian dua orang muda malam ini.
Aku mengernyit begitu melihat lokasi kejadian yang tak jauh dari tempatku saat ini, perkelahian dua orang itu terjadi di kota kami.
"Seokjin, apa kau lewat daerah itu sebelum kesini?" aku mengguncang tangannya tanpa mengalihkan pandangan dari yang kutonton.
"Ahh! Singkirkan tanganmu itu Yoo Ra, lenganku sedang sakit, sedikit lecet." keluhnya.
Aku mendengus. "Apa kau ini anak mami? Kutebak kau akan menangis saat dicubit dan bolamatamu cair begitu terkena matahari."
"Tidak tuh," terdengar bunyi kunyahan buah apel kala Seokjin membuka mulutnya. "Aku tidak akan cair, memangnya aku ini es atau cek?"
"Candaanmu tidak asik,"
"Kau yang tidak mengerti, kau kan bodoh."
Sensitifitas indera pendengarku selalu meningkat bila seseorang menghinaku. Tatapan tajam yang kulontarkan pada Seokjin hanyalah peringatan pertama. Pria itu awalnya diam menatapku, sedetik kemudian ia tersenyum dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐜𝐫𝐢𝐬𝐢𝐬
Fanfiction[COMPLETED] Seokjin, sang dokter UKS yang tidak akan pernah dalam hidupnya menaruh hati pada seorang gadis seperti Rachel. Taehyung, anak pindahan, ketua geng BANGTAN yang selalu mencari cara agar Rachel jatuh dalam pelukannya. Akankah Rachel bisa m...