* * *
"Tunggu sebentar, Rai!" teriak Rara yang jauh di belakang Raihan. Gadis itu tak sama sekali menyerah terus mencoba mendapatkan perhatian dari manusia kulkas. Padahal kemarin benar-benar tak berhati Raihan meninggalkannya begitu saja. Meninggalkan gadis secantik dia di jalanan.
Detik berikutnya Raihan menghentikan langkahnya, membuat senyum Rara merekah.
"Siput," ketus Raihan ketika gadis itu dengan susah payah mengatur napasnya.
"Ini buat kamu," Rara menyodorkan minuman untuk Raihan.
"Thanks," jawab Raihan, lalu pergi.
"Dasar es batu tapi hangat untukku," gumam Rara yang masih tersenyum menatap langkah Raihan. Rara berjalan sendiri di sepanjang koridor sekolah. Senyum-senyum tipis membayangkan menggandeng tangan Raihan.
Membayangkan saja bisa senyum merekah seperti itu, apalagi kalau nyata? Auto jingkrak-jingkrak tak jelas kali ya.
"Berhenti lo!" hadang komplotan gadis yang cantiknya di bawah standar. Sebab, sudah jelas cantikan Rara kemana-mana. Bahkan Rara sekarang menjadi primadona sekolah.
"Sebenarnya lo siapanya Raihan?" tanyanya.
"Kalau aku bilang aku pacarnya Raihan apa kamu percaya?" angkuh balik Rara mengangkat satu alisnya.
"Mana mungkin Raihan mau sama lo?" katanya membuat kedua sahabatnya Selly dan Riska tersenyum merendahkan Rara. Dia Maya gadis berparas cantik yang sejak dulu ditolak juga oleh Raihan.
"Kenapa nggak? Aku cantik dan juga pintar. Aku juga tahu banyak tentang Raihan," jelas Rara penuh percaya diri, "Kamu sejak kapan mengenal Raihan? hanya saat masuk SMA, bukan?" tanyanya yang sama sekali tak takut dengan Maya.
"Gue yang lebih pantas jadi pacar Raihan. Gue lebih populer dan cantik dari pada lo!" angkuh Maya dengan nada kerasnya, telunjuknya,
menunjuk wajah cantik Rara seakan-akan dia wanita paling sempurna di sekolah ini."Tapi kamu nggak pintar dan aku yang jauh lebih dekat dengannya, terus kamu mau berbuat apa?" Jawab Rara, melipat kedua tangannya di dadanya. Rara hanya tersenyum menatap raut Maya yang mau meledak mendengar perkataannya.
"Cih," desis Maya yang mengibaskan rambutnya.
"Jangan terlalu PD jadi orang!" sahut Riska, mulai enek dengan perdebatan ini.
"Tapi, kan Rara memang lebih sempurna dan jauh lebih dekat dengan Raihan," seru Selly polos membuat Rara tertawa kecil hingga Maya semakin muak dengan situasi ini.
"Terimakasih, Sel. Tuh teman kamu sendiri membelaku," umpat Rara dengan senyum kemenangan.
"Tapi setidaknya gue nggak pernah merepotkan Raihan!" tegas Maya.
"Lo itu hanya parasit dalam hidup Raihan!" umpat Riska.
"Sadar diri aja deh. Kehadiran lo adalah malapetaka dalam hidup Raihan!" tajam Maya berikut meninggalkan Rara begitu saja.
Rara hanya diam membeku setelah mendengar luntaran kata Maya yang cukup menghantam hatinya. Apakah benar dirinya adalah malapetaka bagi Raihan?
Gadis itu mematung tanpa suara, pikirannya terpecah belah.
****
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, namun gadis cantik itu hanya melamun di sepanjang koridor tidak seperti biasanya yang langsung mengikuti Raihan hingga masuk ke dalam mobil.
Benar kata Maya aku hanya bisa merepotkan Raihan saja, batin Rara yang masih melamun mencerna dengan baik apa yang dikatakan Maya. Gadis cantik serta polos itu memutuskan untuk pulang sendiri tanpa Raihan.