"Aku melepaskanmu, agar kau tetap bahagia."
—재 20 장 : 너를 행복하게 만든다—
Begitu berat menerima kenyataan bahwa aku telah melepaskan Hyunri. Aku senang, bukan karena aku memang ingin mengakhiri hubungan ini. Aku senang karena ia tidak menderita lagi karenaku.
Karena diriku, dia menderita. Ia mengalami banyak kesedihan dihari-harinya. Jangan bertanya apakah aku sedih atau tidak. Tentu. Aku menangis semalaman. Bahkan aku tidak mengantar Yeona pulang. Aku menyuruhnya untuk keluar dari mobilku.
Untuk kesekian kalinya aku merasa sakit hati, dan ini yang paling mendalam. Aku memang sudah biasa menerima yang seperti ini. Orang yang kusuka ternyata mempunyai pacar, orang yang kusuka ternyata membenciku, atau orang yang kusuka mengkhianatiku. Itu hal kecil untuk bisa dilupakan.
Namun berbeda dengan Hyunri. Aku menangis sampai seperti ini.
Bahkan aku mencoba untuk tidak peduli, namun Hyunri selalu berada dipikiranku. Terukir jelas namanya. Membayangkannya disampingku, tertawa. Ralat, ia jarang tertawa bersamaku. Bahkan senyum terakhirnya membuat diriku terasa seperti orang terjahat baginya.
Mungkin untuk selanjutnya aku tidak bisa melihat senyum bahagianya untukku. Mungkin untuk menatapku saja dia tidak mau. Baiklah, lepaskan saja.
Aku lelah.
Bahkan dengan Yeona. Aku menyesal telah mau menerimanya lagi. Bukan, lebih tepatnya untuk menepati janjinya saja. Kukira semua akan kembali baik-baik saja setelah aku menepati janji itu.
Aku meneguk kembali wine untuk ke-4 kali. Cuaca malam ini sangat indah. Bahkan dari balkon saja, aku bisa melihat gedung-gedung pencakar langit. Tiba-tiba ponselku bergetar, lalu berbunyi. Aku mengambil ponsel itu dari kantongku dan melihat siapa yang menelfon.
Dia lagi.
"Ada apa, Yeona?"
[aku hanya kesepian.]
"Lalu?"
[temani aku. Dari telfon saja.]
"Aku tidak bisa, aku sedang sibuk. Maaf."
Aku langsung mematikan telfon. Lalu melempar kemeja balkon. Sejenak ingin melupakan kenangan bersama Hyunri dan juga menghilangkan kekesalanku dengan Yeona. Aku menjambak rambutku, mengacaknya, kesal.
"Agh! Ayolah, Yoongi. Segini saja kau tidak bisa melupakannya?!" Teriakku. Aku hampir gila.
Sedetik kemudian aku mengingat tempat sesuatu. Tempat yang bahkan aku tak pernah kesana. Mungkin aku harus menelfon Namjoon. Aku segera merampas ponselku, menelfon Namjoon sambil bergegas masuk kekamar. Mengambil tas kecilku.
[hallo? Wae?]
"Temani aku malam ini. Di club yang sering kau tempati."
[mwo? Sekarang?]
Aku keluar dari kamar lalu segera turun dari tangga. "Kau pikir setahun lagi? Jangan bercanda." Aku segera keluar dari rumah. Tanpa ijin dengan orangtuaku. Mereka juga tidak peduli denganku.
[baiklah, aku berangkat sekarang.]
***
Aku menduduki meja bar club yang lumayan sepi. Kebanyakan dari mereka sedang menari didepan sana. Namun ada seorang wanita yang duduk jauh disampingku. Entahlah, lagipula aku tidak peduli.
Aku sudah menunggu Namjoon selama 5 menit yang lalu. Lama sekali. Bahkan aku sampai memesan minum duluan.
Aku memperhatikan bangunan club ini. Benar-benar tertutup dan berwarna hitam pekat. Lampu sorot warna-warni menghiasi club malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Prince and The Fortuneless
Fanfictioncompleted✔️ Gadis kekurangan, tidak beruntung, miskin, dan tak berguna. Ia masuk kesekolah bergengsi, dimana disana terdapat murid-murid pilihan. Gadis yang masuk karena berprestasi, disukai 2 lelaki terkenal. Ia berusaha menghindari semua penderita...