Di Bawah Gerimis

12 4 0
                                    

Abi fokus menatap jalanan yang masih terguyur hujan. Pandangan matanya tidak jelas karena kaca mobil tertutup embun. Padahal suhu di dalam mobil sudah disetel dingin untuk mengimbangi suhu di luar. Ayana hanya diam dengan pandangan lurus ke depan.  Dia tak habis pikir, kenapa tadi dia memutuskan untuk ikutan pemuda ini. Padahal kenal pun baru beberapa saat.

Dia menyalahkan keputusan yang tanpa mikir itu. Gara-gara lima pemuda punk yang menggoda di kedai kopi, hingga entah mengapa dirinya ikutan Abi. Dia pun tak tahu Abi itu pemuda yang bagaimana. Meski ada rasa tak nyaman dalam hati, semua sudah terlanjur terjadi. Ayana pun memutuskan untuk tetap waspada.

Hujan makin deras, dia pun bingung. Pikirannya berkecamuk, antara mau turun atau tetap di dalam mobil.

Tanpa melirik ke arah Ayana, Abi pun menyalakan player musiknya. Terdengar lirih mengalun lagu-lagu pop yang lagi ngetrend.

“Kau kedinginan?” tanya Abi masih fokus menatap lurus ke depan.

“Sudah tahu kalau aku menggigil, masih tanya pula!” jawab Ayana ketus. Abi pun tertawa, ia pun melirik Ayana yang menggosok-gosok telapak tangannya. Abi mengurangi laju mobil dan mengambil jalur kiri. Tak lama kemudian mobil pun berhenti. Dia melepas sabuk kemudi, dan mencondongkan badannya ke tengah.

“Heh … kau mau ngapain!” bentak Ayana sambil menggeser duduknya hingga menempel pada pintu.

“Apa, aku hanya mau ngambil ini!” Tangan Abi menggapai sesuatu di jok tengah. Sebuah jaket sudah berada di tangannya, diulurkannya ke Ayana. “Pakailah, biar kau tak kedinginan!” perintahnya tanpa menunggu jawaban Ayana, jaket itu di letakkan di pangkuan Ayana. Dia masih diam, tangannya tak bergerak untuk mengambil jaket di pangkuannya.

“Ealah, pakai itu jaket atau kau mau masuk angin!” perintahnya lagi karena melihat Ayana masih diam. “Gadis aneh,” gumam Abi lirih. Meskipun terdengar lirih, namun Ayana mendengar gumaman Abi, dia pun langsung mendelik.

“Kau bilang apa barusan, hah?”

“Gadis aneh.”

Abi kembali melajukan mobilnya perlahan. “Aku harus mengantarmu ke mana?”

Ayana baru sadar kalau dia belum memberitahukan di mana alamat tempat tinggalnya. Lalu dia menyebutkan sebuah alamat yang membuat Abi melotot ke arahnya.

“Kenapa tidak bilang dari tadi, jalan menuju arah sana sudah terlewati. Benar-benar gadis aneh.”

“Ya sudah, berhenti di sini saja!”  serunya.

“Terus kalau aku berhenti di sini, kau mau turun dan hujan-hujan gitu. Emangnya masih ada bus atau angkutan lewat sini jam segini?” Ayana diam saja, apa yang dikatakan Abi semua benar. Jika dia tetap memaksa turun, tak ada moda transportasi yang mengakses ke tempat tinggalnya jika sudah malam begini. Satu-satunya adalah ojek online, dan pasti ongkosnya mahal. Sedangkan dia harus berhemat jika tak ingin kelaparan di akhir bulan.

Abi memutar balik kemudinya, membelah jalanan yang sudah mulai sepi. Mungkin orang-orang lebih memilih berdiam diri di rumah, berlindung di balik selimut dari pada keluar dalam kondisi hujan deras begini.

Jalanan yang menanjak dan berliku membuat dia berhati-hati. Matanya fokus menatap jalan yang tampak remang. Jalanan ini memang minim penerangan, apalagi saat mulai masuk tanjakan Trangkil. Ayana tak berani bicara, takut mengganggu konsentrasi Abi. Susana pun hening, hanya alunan musik yang menemani mereka.

“Hai, kok malah melamun sih. Kenapa tadi kau  mau ikutan aku. Emangnya kau tak takut kalau aku culik, terus aku jahati kamu?” tanya Abi sambil meliriknya.

“Entahlah, feeling saja. Menurutku kamu orang baik. Itu saja sih.”

“Gimana kalau ternyata dugaanmu salah, aku pura-pura baik karena ingin berbuat jahat padamu?”

“Hahaha, kalau kamu jahat, tak mungkin kamu mau mengantarkan aku.”

“Kau naif banget, Ay. Jaman sekarang jangan mudah terperdaya tampang sok alim. Bisa jadi itu hanya kedok belaka. Kau harus berhati-hati, apalagi ini kota besar. Banyak ragam watak dan peringai orang yang bisa saja nekat karena kebutuhan perut.”

Ayana manggut-manggut. “Lantas, kamu masuk kelompok yang mana, jahat atau baik?”

“Katamu aku baik, ya masuk kelompok yang kau sebutkan kedua lah. Hahahah.”

Mobil yang dikendarai Abi memasuki kawasan Banaran, membelok ke kiri dan lanjut ke jalan raya Sekaran.

“Kau mahasiswa UNNES, ya? Jurusan apa, semester berapa?”

Ayana menoleh, “Kenapa kau menebak kalau aku mahasiswa UNNES?”

“Hahaha, anak baru lahir juga akan tahu, Ay. Kampus yang ada di daerah sini kan hanya UNNES. Coba sekolah apa yang ada di daerah Sekaran ini?”

Ayana membenarkan perkataan Abi, tapi dirinya tak ingin menjawabnya, lagian mereka baru saja kenal. Dia tak ingin pemuda itu tahu banyak tentang dirinya.

“Hey, kenapa diam lagi?”

Akhirnya Ayana pun mengangguk. “Ya. Aku ambil jurusan Fisika.”

“Mahasiswa baru, ya?”

“Stop!” Ayana berteriak. Tak ayal lagi, Abi pun mengerem dengan mendadak, Abi memelototi Ayana.

“Apaan sih, kamu kalau mau bilang jangan berteriak begitu apa gak bisa, bikin jantungan saja. Ada apa?”

“Aku turun sini saja, terimakasih atas tumpangannya.” Ayana menyuruh Abi membukakan pintu. "Oh ya, catat. Aku mau numpang tadi bukan karena aku gadis gampangan, semua karena terpaksa dari pada diganggu pemuda punk itu. Btw, terimakasih atas kebaikanmu."

“Serius turun sini? Ini masih hujan, yang mana kosmu biar aku antar sampai sana!”

“Itu!” Ayana menunjuk dengan ekor matanya. Dia membuka pintu mobil dan keluar. Berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangannya. Abi masih diam, tapi Ayana juga tak segera beranjak. Tangannya memberi kode agar Abi segera berlalu. Sebenarnya Abi ingin tahu tempat tinggal gadis itu. Namun, Ayana masih tetap berdiri sebelum dia pergi. Dia tampak lucu, kedua tangannya ia letakkan di atas kepala untuk melindungi dari air hujan yang tinggal gerimis. Abi hanya menggeleng melihat tingkah Ayana.

“Dasar gadis keras kepala,” ujarnya lirih sambil memutar balik kemudinya. Dari kaca spion, dia masih bisa melihat bayangan Ayana yang berdiri menatap ke arahnya, hingga hilang dari pandangan.

Dalam benak Abi, masih penasaran siapa sebenarnya Ayana itu, gadis dengan wajah lembut tapi dingin. Seolah menyimpan sesuatu yang terpendam dalam hatinya. Entah apa itu. Abi merasa tertantang untuk menguak misteri itu.

Elegi Cinta AyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang