“Papa kok bengong sih, calon mantu Papa cantik, kan?” Abi menyenggol Ayana agar menyapa papanya.
Ayana tersenyum, lalu menangkupkan telapak tangan di depan dadanya.
“Ayana.” Ayana menyebutkan namanya menatap lekat wajah lelaki di depannya.
“Bahar … Baharudin Ali Shakeil!” ucap lelaki yang masih kelihatan gagah itu meski usianya sudah setengah abad. Lelaki itu seolah tak mengenalnya, atau mungkin pura-pura tak mengenalnya. Makanya Ayana mengabaikan pertanyaan yang muncul dalam hati. Tentu lelaki itu punya alasan mengapa dia bersikap demikian terhadapnya.
“Bagaimana, Pa? Menurut Papa gadis ini?” Abi memandang papanya. Bahar pun tersenyum, mengalihkan pandangannya ke arah Ayana.
“Cantik!” jawabnya singkat.
Mereka pun duduk sambil mengobrol sebelum waiters datang. Ayana duduk di antara Abi dan Wanda. Setelah itu duduklah Zha, Marina, Bahar dan kakek nenek Abi. Bahar mencuri waktu ke arah Ayana seolah mengatakan sesuatu lewat isyarat matanya. Ayana pun membalas dengan satu kedipan yang artinya dia paham dengan yang dimaksud Bahar.
Bahar terlihat mengembuskan napas, ada kelegaan yang terpancar dari aura wajahnya. Kini tampak matanya berbinar dan berseri. Nenek Abi, meskipun sudah berumur mungkin 70-an, namun masih kelihatan segar dan menyisakan gurat kecantikan di masa lalu.
Seorang waiters datang, menyapa mereka sangat ramah. Kemudian menyodorkan buku menu. Satu persatu memesan sesuai dengan pilihannya. Nenek memberikan buku menu itu pada Ayana. Dengan tersenyum Ayana membuka buku tersebut. Dia lalu membaca satu persatu menu yang tertera di dalamnya. Seafood Thai salad, Beef Carabian Salad, Pasta Augraten, Fish Terrins with mint mushroom sauce, Sea Food frittata. Ada juga aneka pilihan bakaran seperti irisan daging ayam, aneka sosis, irisan daging sapi, cumi, irisan daging ikan, salmon fillet dan aneka dessert. Menu yang tertulis semua asing buatnya.
Wanda tersenyum sinis merasa di atas angin saat melihat Ayana kebingungan, karena tak segera memesan makanannya.
“Kamu pasti bingung kan? Belum pernah mencicipi masakan berkelas seperti ini? Biasa makan di warteg diajak makan di hotel. Jelas bukan levelnya!” sindirnya sambil tertawa mengejek Ayana. Abi yang melihat Ayana menunduk, serta mendengar ejekan dari Wanda langsung menukasnya.
“Wanda! Sebaiknya jaga ucapanmu. Ayana bingung karena sedang memilih menu yang ia sukai. Dia tak menyukai masakan dari daging.” Abi memandang Wanda dengan tatapan tak suka, karena melecehkan Ayana. Abi mengambil buku menu yang di pegang oleh Ayana. Lalu mesesan yang kemungkinan besar Ayana sukai. Sebenarnya Abi pun belum tahu menu kesukan Ayana, karena untuk menyelamatkan dari cercaan Wanda maka dia mengambil inisiatif tersebut.
Selama ini memang lidahnya belum pernah mencicipi hidangan ala western. Mau tak mau dia harus bisa beradaptasi dengan keluarga Abi. Untunglah Abi memesankan menu ala Indonesia, berbahan dasar ikan. Jadi Ayana menyukainya.
Usai makan malam, mereka pun berbincang-bincang tentang segala hal. Lama-lama, kecanggungan Ayana pun mencair. Berkat kecerdasannya, dia mulai masuk dalam obralan mereka, bisa mengimbangi tema yang keluarga itu bicarakan. Meskipun saat tidak ditanya, dia diam menjadi pendengar yang baik.
Wanda yang melihat hal itu menjadi cemas, takut jika Ayana bisa merebut hati keluarga Abi, terutama neneknya. Karena yang mempunyai kuasa di keluarga besar ini adalah sang nenek. Baik mama maupun papanya Abi sangat patuh pada semua omongan nenek. Wanda pun tak ingin Ayana bisa merebut hati sang nenek.
Wanda pun memutar otaknya, bagaimana cara untuk menjatuhkan citra Ayana di depan keluarga Abi. Saat Ayana mengambil minum, Wanda tiba-tiba berdiri, dengan sengaja dia menyenggol lengan Ayana. Jatuhlah gelas yang dipegang Ayana dan menumpahi gamisnya. Ayana terkejut, gelas itu pun jatuh ke lantai. Pecah berhamburan.
“Maaf, Ay. Tak sengaja!” ucap Wanda dengan muka memelas. Ayana mencoba untuk tersenyum, lalu berdiri. Abi begitu tahu baju Ayana basah, segera mengambil lap dan membersihkannya.
“Tak apa-apa, Mbak.” Ayana hanya tersenyum. Dia pun bangkit, gamisnya pun basah. Abi pun ikutan bangkit.
“Maaf, saya pamit ke belakang dulu!” Ayana bergegas pergi menuju toilet. Dia berhenti saat tangannya diraih oleh Abi.
“Biar aku anterin!”
“Gak usah, biar aku sendiri saja!”
Ayana pun berlalu, tampak rasa kecewa di raut wajah Abi. Sebenarnya dia tahu, Wanda memang sengaja menyenggol Ayana, dengan tujuan membuat Ayana malu.Abi merasa kesal pada gadis itu. Namun, dia mencoba untuk menahan emosinya. Semua dilakukannya karena ada nenek, karena rasa hormatnya pada sang nenek sehingga tak ingin membuat suasana yang jarang-jarang seperti ini kacau gara-gara dia tak bisa mengendalikan emosinya. Dirinya tahu, Wanda sangat dekat dengan neneknya itu. Pastilah kesalahan Wanda akan mendapat pembelaan dari neneknya.
Ditatapnya punggung Ayana yang hilang di balik tembok dengan ekor matanya. Nenek dan Wanda terlibat pembicaraan yang seru. Selalu saja seperti itu. Jika ada Wanda, suasana pun mencair. Dia tahu, wanda mudah sekali bergaul dan mengambil hati keluarganya.
Bahar bangkit, dia meminta ijin untuk ke belakang. Nenek pun mengangguk. Mereka kembali asyik mengobrol.
***
Di dalam toilet cewek, Ayana membasuh gamisnya yang terkena tumpahan minuman. Lalu mengelap dengan tisu. Dia pun keluar. Alangkah terkejutnya saat dilihatnya om Bahar sudah berada di depannya. Dia berhenti sejenak, saat lelaki itu memanggil namanya.
“Maafkan sikap Om tadi, ya! Om berpura-pura tidak mengenal Ayana, karena om tak ingin merusak suasana pertemuan keluarga kami.”
Ayana tersenyum. “Gak apa-apa, Om. Ayana paham maksud Om.”
“Paham tentang apa Ay?” tanya Abi yang tiba-tiba sudah ada di belakang Ayana. Ayana langsung menoleh ke belakang. Dia pun terkejut, tak menyangka jika Abi telah berada di tempat yang sama. Timbul pertanyaan dalam hatinya. ‘Sejak kapan dia berada di sini? Apakah dia tahu kalau sebenarnya dirinya mengenal papanya?’
“A-Abi! Kok kamu di sini? Sejak kapan?” tanya Ayana agak gugup.
“Barusan. Ngomongin apaan sih? Serius amat?” tanya Abi sambil memandang keduanya bergantian. Bahar hanya tersenyum, begitu pula dengan Ayana.
“Hummm. Gak, kok. Hanya bertanya, apakah Ayana tidak apa-apa dengan gamis yang basah seperti itu. Takutnya nanti masuk angin,” jawab papanya Abi. “Ya, sudah. Om duluan, ya!” Bahar menepuk lengan Abi dan meninggalkan mereka berdua di depan toilet cafe.
Abi menatap Ayana, gadis itu hanya menunduk. Merasa tak nyaman di perhatikan Abi seperti itu.
“Beneran kau tak apa-apa, Ay? Kita pulang saja, ya!”
“Terserah kamu saja, Bi. Kan kau yang mengajak aku kemari,” jawab Ayana. Dia menghela napas lega. Ternyata Abi tak mendengar pembicaraan dengan papanya tadi.
Mereka berjalan beriringan. Abi pun pamit pada keluarganya, mau mengantar pulang Ayana. Dengan alasan, baju Ayana basah, takut masuk angin.
Angin malam menerpa mereka saat keluar dari ruangan. Ayana berhenti dan menatap ke kejauhan. Mulutnya berdecak kagum melihat pemadangan kota Semarang dari atas. Sangat indah. Dia melihat deretan mobil-mobil berdesakan di jalanan laksana kunang-kunang di malam yang gulita. Lalu, matanya berhenti pada satu titik saat dilihatnya tower Masjid Agung Semarang, laut jawa, dan landscape kota Semarang yang dipadati bangunan. Abi membiarkan Ayana mengaggumi ciptaan Allah yang maha sempurna ini.
Dia sangat bersyukur karena dapat menyaksikan pemandangan ini semua. Dia pun merasa senang, coba dia menolak tawaran Abi, tentu dia tak akan punya kesempatan melihat indahnya kota Semarang dari ketinggian seperti ini. Setelah puas melihat panorama landscape kota Semarang, mereka pun turun dengan menggunakan lift menuju lantai dasar. Sungguh hari ini merupakan pengalaman yang tak akan terlupakan bagi Ayana. Semalam bak Cinderella.
Sesampainya di dalam mobil, Abi melirik Ayana. Sejenak tatap mata mereka bertemu dan seolah terkunci oleh getaran yang tak dapat mereka artikan.
“Ayana, makasih atas waktu yang kau berikan hari ini. Aku ada hadiah untukmu. Ini tak boleh kamu tolak, sebagai ucapan terima kasih karena kau menemaniku seharian.” Abi memberikan sebuah kotak kepada Ayana.
“Apa ini, Bi?’ tanya Ayana sambil membukanya. Dia pun terkejut setelah melihat isinya. Segera dikembalikan kotak itu pada Abi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Cinta Ayana
Teen FictionAyana sejak kecil belum pernah melihat ayahnya. Karena orangtuanya bercerai sebelum mengetahui kalau ibunya mengandung dirinya. Pertemuannya yang tak sengaja dengan pemuda bernama Abiseka membuat banyak perubahan pada dirinya. Cerita cintanya tak s...