Ditegur Sang Dosen

16 3 1
                                    

Erika manggut-manggut mendengarkan penuturan Ayana. Dia lega sekali dan menepuk punggung Ayana untuk memberi penguatan padanya.

“Kakak lega, Ay. Kabar itu tak benar. Jadi kakak tenang. Kau ada tugas untuk besok pagi tidak. Kalau tidak ada mendingan kau tidur sana, gih. Kakak masih harus mengeprint, besok ada janji sama dosen pembimbing.”

Ayana mengangguk, lalu keluar untuk mengambil wudu. Dia merasa lelah hari ini. Menunggu hampir tiga jam, tapi yang ditunggu tak muncul juga. Untunglah besok pagi tidak ada post tes, tugas matkul Fismat sudah ia kerjakan kemarin-kemarin. Jadi malam ini dia bisa bebas, tidur dengan tenang.

Usai salat, dia langsung naik ke pembaringan. Sebelum dia memejamkan matanya, sempat melirik ke arah Erika.

“Kakak tidak salat dulu?” tanya Ayana hati-hati, dia selalu mengingatkan Erika setiap tiba waktu salat. Namun, selama ini jawabnya hanya nanti dan nanti yang keluar dari mulutnya. Ayana pun tak bosan mengingatkan prihal itu. Tak ayal, kadang jilbabnya yang menjadi sasaran Erika karena saking gemasnya dengan Ayana.

Erika menatap Ayana sambil tersenyum. “Iya, nanti kakak salat. Nih, masih nanggung. Nanti hilang ide kakak kalau diselingin kegiatan lainnya. Met mimpi indah, Sayang!” ucapnya masih dengan senyuman di sudut bibirnya.

Ayana menghela napas. Ajakannya malam ini belum berhasil. Dia tak akan berhenti untuk terus menerus mengingatkan orang yang telah dianggapnya sebagai kakak itu.

Ayana menarik selimut yang jatuh di kakinya. Udara dingin yang mengalir dari AC membuatnya menggigil, tapi dia tak enak hati untuk meminta Erika untuk mematikannya. Gadis itu lebih suka dengan suhu yang dingin. Lama kelamaan, Ayana pun bisa beradaptasi dengan suhu tersebut.

Suara mesin printer masih terdengar lirih saat Ayana terbanggun di sepertiga malam. Dilihatnya Erika masih menata kertas-kertas yang telah selesai ia cetak. Sesekali dia menguap dan menutup mulutnya. Kelihatan sekali sebenarnya dia sangat capai. Secangkir kopi telah kandas tergeletak di sudut meja. Ayana mengerjapkan matanya. Meskipun mata masih terasa mengantuk, ia paksakan untuk bangun.

Erika menoleh ke arahnya. Mata gadis itu kelihatan lelah. Ayana bangkit dan mendekati Erika.

“Kakak belum tidur? Dah jam tiga, Kak.”

“Iya, Ay. Lima menit lagi sudah akan  kelar,  kok. Doain besok tak banyak yang direvisi, ya!”

Ayana tersenyum dan mengangguk. “Tentu, Kak. Ay akan selalu mendoakan untuk kesuksesan Kakak, tapi Kakak juga harus minta juga sama yang paling memberi, yaitu Allah!” ucap Ayana sambil mengerlingkan matanya. Seperti biasa Erina mengacak rambut Ayana.

“Ay, ambil wudu dulu ya Kak. Kakak mau ikut?” ajak Ayana meskipun sudah tahu apa jawaban gadis itu.

***

Ayana telah bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Hari ini dia ada kuliah pagi. Matakuliah kesukaannya, fismat. Dia memang sejak kecil dia suka pelajaran eksak dibandingkan hafalan. Karena sangat lemah di pelajaran social, makanya dia kuliah mengambil jurusan eksak.

Saat dirinya memasang tali sepatu kets-nya, Erika keluar kamar. Dia  melirik Ayana yang masih menunduk.

"Ay, bareng yuk. Kakak janjian ma dosen jam delapan nih!”ajaknya ketika sampai di depan Ayana. Ayana pun mendongak, lalu tersenyum.

“Makasih, Kak. Ay jalan kaki saja. Itung-itung olahraga murmer. Kapan lagi mau berolahraga kalau tidak dimulai pagi ini.” Ayana menolak nya halus.

“Ya udah, Kakak duluan. Jangan lupa, doakan bimbingan dengan dosen kakak lancar.” Erika berjalan menuju motor matic warna merah yang  terparkir di teras depan. Ayana tersenyum dan mengepalkan tangannya sambil berteriak.

Elegi Cinta AyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang