Cerita Erika

8 2 0
                                    

Ayana melewati ruang tengah. Biasanya teman kos berkumpul di depan televisi sambil menonton sinetron. Tumben hari ini tampak sepi. Segera dia menuju kamar. Dilemparnya tas ke sudut ruangan setelah meletakkan bungkusan yang diberikan Abi. Meja belajar mereka tampak berantakan, mungkin Erika belum sempat membereskannya.

Ayana segera merapikan buku-buku yang berserak di meja. Ada selembar foto yang tergeletak di lantai. Perlahan Ayana pun memungutnya, lalu meletakkan kembali di atas tumpukan meja itu. Dia sontak terkejut saat melihat gambar gadis di dalam foto tersebut. Seolah dia melihat dirinya tercermin dalam gambar itu. Dia membalik lembaran foto tersebut. Tertulis sederet huruf yang berjajar di sana. ALIKA.

Ayana tertegun memandangi foto tersebut. Dalam hati dia bertanya-tanya, siapa gadis yang ada di dalam gambar itu. Apakah ini suatu kebetulan, ataukah ada misteri di balik ini semua. Ayana menarik napas panjang. ‘Aku harus menanyakan hal ini pada kak Erika,’ gumamnya dalam hati.

Setelah mengganti bajunya dengan kaos oblong lengan panjang, dia mulai merebahkan badan. Rasa penat dan lelah membuatnya terlelap dalam buaian alam mimpi.

Ayana memicingkan mata saat ada yang menepuk pipinya lembut. Dia pun bangkit dan mengucek mata begitu melihat seraut wajah cantik tersenyum, berdiri di depannya.

“Makasih, ya. Buku-buku kakak telah kamu rapikan. Tadi terburu-buru, Pak Wiwit ada tugas luar selama seminggu. Jadi kakak langsung ke kampus dan belum sempat merapikan. Menemui Pak Wit. Alhamdulillah, Ay. Sekripsi kakak sudah final. Tinggal revisi dan mengusulkan sidang jika revisi sudah kelar. Semua berkat kamu juga, yang selalu memberi samangat pada kakak.” Mereka berpelukan, ada rasa haru menyelusup dalam relung hati Ayana.

“Ay. Besok kamu ada kuliah sampai jam berapa?”

“Emang ada apa, Kak?”

Erika tersenyum. Lalu mengambil foto yang tergeletak di atas tumpukan buku-buku di depannya.

“Kakak yakin kau telah melihat foto ini, kan?" Erika sejenak terdiam. Ayana mengangguk.

“Iya, Kak. Siapa dia, Kak. Kok mirip banget sama Ay.”

Erika duduk  di samping Ayana, sambil menepuk punggung tangannya. Sudah saatnya Erika mengatakan hal ini pada Ayana.

“Ay, itu foto adik kakak. Itulah alasan mengapa kakak sayang sekali pada Ayana. Karena kakak seolah menemukan adik kakak kembali. Maafin kakak ya Ay, selama ini kakak tak pernah cerita.”

Ayana mengangguk. Mungkin Erika mengatakan ini  semua karena sebentar lagi dia akan diwisuda, sehingga mereka akan berpisah. Ayana melihat butiran bening jatuh di mata gadis itu. Ayana tak pernah sekali pun melihat Erika menangis. Dalam hatinya bertanya-tanya, apa yang menyebabkan dia menangis. Harusnya sekarang ini berbahagia, karena sekripsinya tinggal selangkah lagi selesai.

“Ay. Maukah kau membantuku?” tanya Erika dengan tatapan memohon.

“Apa yang bisa Ay bantu buat Kakak?”

“Mama sedang sakit, dia selalu memanggil nama adik. Aku tak bisa melihat beliau bersedih terus menerus. Maukah kau menemaniku menjenguk mama?”

“Emangnya adik Kakak di mana?” tanya Ayana penasaran.

Erika pun menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Beberapa tahun yang lalu, Alika, adiknya jatuh ke jurang saat ikut mendaki gunung bersamanya. Seminggu kemudian, tubuhnya ditemukan tak bernyawa. Erika merasa bersalah, karena saat itu tidak melarang adiknya ikut dalam pendakian tersebut. Padahal mama telah melarang mereka pergi. Namun, keduanya ngotot tetap berangkat. Erika menghapus air mata yang menetes di sudut matanya. Ayana diam, terhanyut dalam kisah yang diceritakan oleh Erika.

Karena merasa sangat kehilangan, mamanya pun shock. Pikirannya pun menjadi terguncang Dia masih menolak kenyataan, bahwa adiknya tidak ada dan menganggap bahwa Alika masih hidup. Akhirnya Erika membawa sang mama menjalani terapi dengan seorang psikolog. Rasa kehilangan yang mendalam itu membuat dirinya sering melamun, berbicara sendiri seolah sedang berbincang dengan Alika.

"Tadi pagi, bik Ndari memberi kabar. Mama masuk rumah sakit, Ay. Aku tadi ingin segera menyusulnya, tetapi terlanjur ada janji dengan Pak Wit. Jadi sekarang aku mau ke sana!"

Ayana tak menyangka, di balik sikapnya yang selalu ceria tersembunyi kisah yang teramat memilukan. Terjawab sudah rasa penasaran yang sering mengganggu dirinya. Erika sering pergi dan terkadang tidak pulang. Ternyata dia harus menemui ibunya yang di rawat di salah satu rumah sakit.

“Ay. Saat pertama kali bertemu denganmu, kakak sangat kaget. Seolah melihat Alika di depan kakak. Makanya kakak sangat sayang padamu.” Erika menghapus butiran halus yang menetes di pipinya. “Sudah lama sebenarnya kakak ingin mengajakmu menemui mama. Namun, kakak takut jika mama makin terobsesi dengan Alika.”

“Kak, Kakak yang sabar, ya! Sungguh, Ay tak menyangka kalau Kakak menyimpan kisah seperti ini. Ay akan membantu Kakak, jika dengan hadirnya Ay bisa mengobati luka batin mama Kakak. Ay siap!” Ayana memeluk Erika erat. Mereka pun saling menangis. Untunglah kamar mereka tertutup, sehingga suara-suara tak akan terdengar keluar dari kamar.

***

Langit kembali mendung, Ayana sudah bersiap untuk keluar ruang kelas. Azura yang membawa misi dari Awan mendekati Ayana, menjajari langkahnya.

“Ay, temenin aku ke kantin, ya!” Ayana yang tergesa karena sudah di tunggu Erika di parkiran pun berhenti melangkah.

“Ra, maaf, ya. Aku buru-buru. Harus pergi. Lain kali, ya!” ujarnya sambil berlari menuruni tangga meninggalkan Azura yang masih berdiri mematung. Dia merasa sedih, karena agendanya hari ini gagal untuk  mempertemukannya dengan Awan. Begitu sadar, Ayana telah menuruni tangga, dia pun berlari menyusulnya. Terlihat Ayana berlari menuju parkir atas, Azura pun membuntutinya. Dia penasaran dengan siapa Ayana pergi.

Dari jauh Azura melihat Ayana naik ke dalam mobil merah, sayangnya siapa yang berada di balik kemudi tak dapat dilihatnya. Azura mendesah, lalu dia mengabil gawainya dan mengirim pesan kepada sang kakak.

[Kak, misi hari ini gagal, Ayana terburu-buru pergi.] Tak lama Awan pun mengetik balasan.

[Ke mana, sama siapa?]

[Gak tahu, Kak. Dia tadi terburu-buru, jadi gak sempat memberitahuku. Sama siapa aku pun tidak tahu, karena gak terlihat siapa yang di dalam mobil.]

Awan yang sudah bersiap mau ke kantin, tampak kecewa. Kencan pertama yang telah mereka susun gagal total. Dia mengusap kasar wajahnya. kemudian kembali duduk dan menyandarkan kepala. Dia pejamkan mata, untuk mengusir kegalauan hatinya.

***

Mobil yang dikemudikan Erika membelah jalanan menuju kota bawah. Sepanjang perjalanan, Erika bercerita tentang kisah hidupnya. Ayana menjadi pendengar yang baik. Dia tak menyela. Selama ini, Erika menyimpan rapat-rapat kisahnya. Tak pernah  diceritakan kepada siapa pun. Hanya kepada Ayana kisah ini dibagi, karena dia telah mengaggap Ayana sebagai adiknya. Rasa lega pun dirasakannya setelah bercerita. Seolah terlepas dari beban berat yang selama ini menghimpitnya.

Mobil pun memasuki pelataran rumah sakit. Setelah memarkirkan mobilnya, Erika mengajak Ayana menuju ruang di mana mamanya di rawat. Ayana berdebar-debar, mebayangkan bagaimana sambutan mama Erika saat bertemu dengannya.

Elegi Cinta AyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang