Menemani Abi Belanja

10 2 0
                                    

Ayana bangkit, dia keluar dari kantin tanpa menunggu kedatangan seseorang yang menelepon tadi. Tak lama setelah itu, Abi tiba di kantin. Dia mengedarkan pandangan, menyapu setiap sudut dengan ekor matanya. Namun, tak ditemukan sosok yang tengah  dicarinya. Mata elangnya tertuju pada meja nomor 12, satu-satunya meja yang kosong. Seorang gadis pelayan kantin terlihat sedang membereskan meja itu. Abi langsung mendekatinya.

“Maaf, Mbak tahu gadis yang tadi duduk di sini?”

Pelayan itu mendongakkan kepala dan menatap Abi, bibirnya membuka. Terpesona dengan tampang Abi, kemudian menjawab dengan tergagap.

“Ga-gadis? Ga-gadis yang tadi di sini, yang pakai jilbab?” Gadis pelayan itu membetulkan letak kaca matanya yang merosot, lalu dia mengangguk. “Iya, dia barusan keluar.”

Abi menarik napas, lalu mengembuskan kasar. Sambil menggerutu, dia melangkah keluar. Dibukanya benda pipih yang ada di saku celananya sambil tetap terus melangkah.

“Ayolah, Ay. Angkat teleponnya!” dia mengepalkan tangannya. Tak ada jawaban, lalu dia mengulang lagi, menekan tombol telepon. Dadanya turun naik, matanya menatap kesekeliling, siapa tahu dapat menemukan gadis itu.

Tak lama kemudian sambungan telepon pun terhubung.

“Ay, kamu di mana. Bukankah sudah aku katakan jangan ke mana-mana. Kenapa kau pergi dari kantin. Aku cari kamu. Sekarang kamu di mana, aku akan ke sana!”

“Tunggu di lobi!” jawab Ayana singkat, sambungan telepon pun terputus. Abi kelihatan kesal. Namun, dia tetap melangkah menuju lobi. Mulutnya masih ngoceh tak jelas apa yang diomongkannya. Dia berjalan dengan tergesa, hingga tak sadar telah menubruk seseorang yang berjalan di depannya. Dia pun langsung meminta maaf pada gadis yang ditubruknya itu.

Sesampainya di lobi, dia hempaskan pantatnya di kursi tunggu yang menghadap ke pintu masuk dan keluar. Agar dapat melihat Ayana ke luar.

***

Ayana melangkah menyusuri lorong di lantai tiga. Saat membuka pintu kamar 308, Erika sedang berbincang-bincang dengan bik Sum. Begitu mendengar suara derit pintu, mereka langsung menoleh. Erika bangkit dan mendapati Ayana yang masih berdiri di depan pintu.

“Ay, masuklah! Kok malah bengong di situ? Sudah ketemu sama cowok yang mencarimu?”

Ayana menggeleng, “Belum, Kak. Tadi aku nyusul Kakak sebelum dia sampai di kantin.” Erika hanya geleng-geleng mendengar jawaban Ayana. Kemudian Ayana mengembalikan HP-nya ke Erika.

“Dia aku suruh nunggu di lobi. Sekalian saya pamit, nanti mau pulang kos. Kakak temenin tante saja dulu. Biar Ay pulang sendiri.”

“Pulang sendiri atau pulang minta anterin cowok itu?” goda Erika sambil mencubit hidung Ayana gemas. Tampak pipi Ayana merona, malu. Ayana tersenyum, dia melihat bu Hastati yang masih terlelap, lalu membelai tangan wanita  itu. Dia pun ke luar dari ruangan dengan hati bertanya-tanya. ‘Ngapain si Abi menyusulnya, apa dia tadi ke kos?’ gumamnya dalam hati.

Setelah turun dari lantai tiga dengan menggunakan lift, Ayana bergegas menuju pintu keluar. Dia menyapukan pandangan ke ruang tunggu. Dilihatnya Abi sedang duduk sambil sesekali melihat HP-nya. Ayana melangkah menuju tempat di mana Abi berada.

“Maaf, membuatmu menunggu.”

Abi bangkit, lalu menarik tangan Ayana. Ayana yang terkejut karena tangannya langsung ditarik Abi, berusaha meronta. Namun, cengkeraman Abi yang sangat kuat, membuat dia memekik karena sakit yang dirasakan.

Beberapa pasang mata melirik mereka. Abi menunduk dan memasang muka meminta maaf pada mereka yang melihatnya. “Jangan membuat mereka mengaggapku sedang menculikmu. Ayolah ikutin aku. Jangan banyak omong dulu!” bisiknya lirih di telinga Ayana.

“Tapi lepasin tanganku! Sakit, tahu!” seru Ayana dengan melotot. Akhirnya Abi melepaskan penganggannya.

“Janji, kamu harus ikut aku!”

Dengan terpaksa Ayana mengangguk, tidak enak saat beberapa pasang mata memperhatikan mereka. Keduanya berjalan beriringan menuju tempat parkir mobil. Sesampainya di dalam mobil, Ayana menanyakan maksud kedatangan Abi menemuinya. Abi hanya sekilas meliriknya. Kemudian tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Ayana. Dia pun menjadi jengkel melihat sikap Abi yang tak acuh.

“Kalau kau tak mau ngomong, aku turun!” ancam Ayana sambil mendelik ke arah Abi.

“Sabar! Nanti kau tahu sendiri. Biarkan aku konsentrasi menyetir, ya. Lihat!” Abi mengerem mendadadak, hampir saja seorang nenek tertabrak mereka. Untunglah Abi dengan cekatan mengerem. Kurang sedikit saja, nenek itu akan tergilas roda mobil Abi. Dia mendesah, lalu bernapas lega. Nenek itu tanpa merasa bersalah langsung berlalu, pergi. Abi hanya geleng-geleng kepala.

“Maaf!” Satu kata kelular dari mulut Ayana. Ayana merasa mobil itu hampir menabrak nenek karena ulahnya yang membuat konsentrasi Abi buyar. Tak lama kemudian, mobil pun membelok ke daerah Pandanaran, dan berhenti di toko Pand’s Collection. Abi membuka sabuk pengamannya, melirik Ayana.

“Ayo, turun!” perintahnya.

Ayana pun mengikuti langkah Abi memasuki butik ternama di kota Semarang itu. Mereka langsung menuju ke deretan busana muslim. Datanglah SPG yang menyambut mereka dengan ramah, lalu membantunya mencari apa yang diinginkan pembeli.

“Mbak, tolong carikan gamis yang cocok untuk gadis ini, formal tapi santai!” gadis SPG itu pun bergegas memilihkan busana yang cocok untuk Ayana.

Ayana masih termangu, dia bingung apa yang ada dalam pikiran Abi. Apa maksud semua ini.

“Bi, apa ini?” tanya Ayana sambil mengernyitkan dahinya.

“Sudah, kau coba saja baju ini!” Abi memberikan baju gamis yang dipilihkan gadis SPG itu untuk dipakai Ayana.

“Aku gak mau sebelum kau jelaskan apa maksudnya!” Ayana tetap menolak. Abi mendorong Ayana menuju kamar pas. Setelah dia masuk ke sana, Ayana hanya mematung sambil melotot ke arah Abi.

“Apa perlu aku yang membukakan bajumu dan mencobakan baju ini sekarang?” Abi menarik napas. ‘Betapa susahnya menghadapi gadis ini. Dasar gadis keras kepala,’ batinnya. “Kalau kau tak mau mencoba, apa perlu aku yang akan memakaikannya?” Abi menutup pintu dan berdiri di depannya.

Terpaksa Ayana melepas baju yang dipakainya, mengganti baju yang baru saja diserahkan padanya. Setelah selesai, dia pun membuka pintu dan terkejut karena Abi masih berdiri persis di depannya. Abi menatapnya dari bawah hingga ke atas. Ayana merasa risih diperhatikan seperti itu. Dia langsung memukul lengan Abi keras, hingga Abi memekik.

“Cantik. Aku suka!” serunya. Lalu dia memanggil gadis SPG yang masih berdiri di dekatnya. “Oke, Mbak. Ambil ini satu!” Abi tersenyum memandang Ayana sambil mengacungkan dua jempolnya. Ayana pun masuk kembali ke kamar pas, dan mengganti bajunya dengan yang tadi.

Dia keluar dan menyerahkan baju itu kepada gadis SPG. Abi mengajak Ayana mencari model gamis lainnya. Ayana memandang boneka yang memakai gamis warna merah maron yang dipadu dengan merah muda, sangat cantik. Matanya menatap penuh kekaguman, hingga tak berkedip. Mulutnya berdecak lirih. Abi yang berdiri di dekatnya memperhatikan Ayana yang terpesona dengan gamis yang di pakai boneka itu. Dia pun menjentikan jarinya di muka Ayana. Sontak membuat Ayana tersenyum malu.

“Kau suka?’ tanya Abi.

Ayana hanya tesenyum, lalu melihat bandrol harga yang menggantung di lengan gamis itu. Matanya membelalak, terkejut. Spontan dia langsung menggelengkan kepalanya. “Mahal!” ujarnya lirih. Kemudian dia meninggalkan boneka itu. Tanpa sepengetahuan Ayana, Abi memberi kode pada gadis SPG untuk menambahkan baju itu ke dalam daftar barang belanjaan yang akan dibelinya.

Elegi Cinta AyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang