Jeno Alexander.Definisi bahagia itu banyak, tergantung dari kita yang merasakan nya.
Seperti saat ini, ketika saya baru saja pulang dari kantor pukul 23.00 malam dan saya melihat dua orang yang menjadi dunia saya sedang tertidur pulas di atas kasur kamar kami.
Saya dapat medefinisikan dengan jelas, apa makna bahagia bagi saya.
Ya, dengan melihat kedua orang ini bahagia.
Kadang, ketika kamu membuat seseorang menjadi alasan kamu bahagia, secara tidak langsung pikiran kamu juga menuntut orang itu untuk menjadikan kamu alasan bahagia nya.
Walaupun gak selamanya hal itu akan terjadi.
"Mas udah pulang, kok gak bangunin Refa sih."
Tapi, saya tau satu hal.
Orang ini, akan menjadikan saya sebagai alasan bahagianya sama seperti saya menjadikannya satu satu nya di hidup saya setelah seseorang lain bernama Barra.
"Loh kenapa harus bangunin? kamu udah tidur Mas juga bakalan ikut tidur." Karna saya tau, kamu sudah cukup bekerja keras hari ini.
"Tapi siapa yang bakalan nyiapin baju tidur buat, Mas? Siapa yang akan ngisi bathtub sama air dingin seperempat dan sedikit air panas? siapa yang bakalan ngeringin rambut Mas kalau aku nggak bangun?"
Karna perhatian kamu ini, saya selalu merasa bahwa saya menemukan orang yang tepat untuk kehidupan saya.
Kamu yang selalu perhatian.
Kamu yang selalu detail dalam mengurus saya.
Dan kamu, yang selalu punya cara tersendiri untuk membuat saya jatuh cinta, lagi dan lagi dengan semua hal yang kamu miliki.
"Refa..." saat itu saya berjalan mendekat kearah dia yang sedang duduk di pinggir kasur sambil tetap melirik ke arah malaikat kami yang sedang tertidur.
"Saya sudah besar, sudah punya anak. Jangan perlakukan saya seperti kakak nya Barra." saya berjongkok tepat di depan sosok itu.
Karna saya tau.
Saya tau kalau kamu baru aja tidur, jejak air dari kamar mandi yang terbuka itu cukup menjelaskan semuanya untuk saya.
"Bapak tau, aku mati matian ngerubah nama panggilan 'Bapak' jadi 'Mas' karna permintaan bapak, dan sekarang bapak pake aksen Saya-Kamu lagi waktu kita ngobrol, udah jelas kan sekarang siapa yang nggak bisa pegang omongan." Wajah nya cemberut, bibirnya sedikit maju beberapa senti, dan yang paling menarik perhatian saya adalah dia, caranya bicara, gerakan nya saat mengatakan hal itu, dan protesan yang selalu melekat dalam diri seorang Revani Amora.
Harus saya akui.
Saya, terlalu jatuh cinta sama kamu.
Jatuh cinta dengan mahasiswi gak jelas yang hobi banget ngatain saya samyang.
"Bapak jangan bengong dong."
Kali ini tangan saya menggenggam tangan kuat namun rapuh itu, saya menatap mata tajam namun syarat akan kesedihan tersebut, dan saya tersenyum untuk menjadikan manusia di depan saya ini untuk ikut tersenyum bersama saya.
Kali ini, cukup kali ini kamu bikin saya tergila gila sama kamu, Ref.
Karna setelah ini, giliran saya yang akan bikin kamu merasakan apa yang saya rasakan selama ini.
"Kamu tau, kenapa aku selalu pake Saya-Kamu ketika kita bicara berdua kayak sekarang?" Dia diam, memperhatikan saya yang masih menggenggam tangannya dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Rangkap Tiga (END)-Tahap Revisi
Teen FictionRevani Amora. Gue ngga suka banget sama dia, sikapnya dingin sedingin kutub, mulut nya pedes sepedes samyang dan tatapan nya tajam setajam silet. Tapi gue ngga tau, kenapa perasaan ini muncul dengan tiba tiba, hingga gue merasa jatuh kedalam tatapan...