"Dad"
"Hemmm"
"Eum~ boleh aku bertanya sesuatu?"
"Silahkan"
Momo menyuap cumi-cumi asam manisnya dengan nasi kedalam mulut kecilnya.
"A-"
"Sepertinya tidak sekarang Baby, habiskan dulu makananmu lalu kita berbincang ketika dessert datang"
"Ahh hu'um"
Brian menyesap tehnya dengan mata yang menatap Momo tengah makan dengan terburu-buru.
"Pelan-pelan nanti kau terdedak"
"Selesai Dad!"
Brian terkekeh lalu tangan kanannya terulur untuk mengusap kepala Momo dengan lembut, sedangkan Momo hanya sibuk minum.
"Apa yang sangat ingin kau tanyakan hem? Sepertinya sangat penting bagimu sampai-sampai makan dengan terburu begitu"
Momo menelan minumannya lalu menyengir, entah dia seperti sudah mulai terbiasa dengan Brian.
"Emmmmm ini sangat penting Dad, ka-terima kasih"
Ucapan Momo terpotong ketika makanan penutupnya datang membuat Brian terkekeh kembali, Momo sangat menggemaskan dan sangat natural di mata Brian.
"Karena aku ingin bertanya, apakah Daddy yang memindahkanku ke ranjang?"
Brian mengangguk sebagai jawaban Momo.
"Kenapa? Maksudku kenapa tidak bangunkan aku saja? Itu sangat merepotkan"
"Tidak merepotkan dan aku tidak mau mengganggumu dengan mimpi-mimpimu itu"
"Woah~ Daddy tau aku bermimpi?"
"Mimpi apa kamu?"
"Hemmm aku bermimpi pergi ke Paris!"
"Benarkah?"
"Ya! Apa Daddy pernah kesana?"
"Sering"
Momo mencebikan bibirnya kebawah, dia tidak pernah.
"Kenapa seperti itu? Ayo habiskan cake-mu, kita akan pulang"
"Dad, tapi aku masih ingin bertanya denganmu"
"Baby, kamu besok kuliahkan?"
"Iya, tap-"
"Tidak ada tapi-tapian, kita bisa berbincang lain kali di rumah ataupun diluar"
"Huft~ baiklah"
"Kenapa kamu sekarang sangat banyak omong?"
"Karena Daddy tidak semenyeramkan yang aku pikir hehe
"Berperilaku baiklah Baby maka aku tidak akan semenyeramkan yang kamu pikir"
Momo mengangguk lalu menghabiskan makanan penutupnya dengan senang, ini sangat enak!"
"Sudah selesai? Apa kamu ingin memesan sesuatu?"
"Emmm tidak"
"Oke kita pulang"
Momo mengangguk lagi dan melihat Brian mengeluarkan dompetnya untuk bayar.
"Ayo"
Momo berdiri yang diikuti dengan Brian, tangan mereka kembali menyatu dengan lembut dan hangat.
"Aku tidak pernah berfikir bahwa takdir hidupku seperti ini Dad"
Brian masih menatap lurus kedepan, membiarkan Momo berceloteh.
"Aku hanya ingin cepat-cepat lulus dan menjadi seorang jaksa atau lebih parahnya menjadi seorang hakim, tapi apakah itu akan terwujud?"
"Ya pasti terwujud"
Momo tersenyum simpul, kepalanya menunduk untuk melihat langkah kakinya.
"Kamu pintar dan Daddy tahu itu"
"Aku pikir Daddy adalah seorang pria jahat"
"Kamu akan mengenalku lebih dalam seiringnya waktu, Baby"
"Ya, Daddy-pun begitu"
Brian melakukan hal yang sama, yaitu membuka pintu mobil dan Momo tidak mau kejadian tadi terulang akhirnya dia langsung masuk.
Momo melihat Brian tengah memutar mobil menuju kursi kemudi lalu Brian masuk dan langsung memasang seatbelt-nya, sadar tengah di perhatikan akhirnya Brian menatap Momo dengan senyuman manis.
"Kenapa? Apa ada yang aneh di wajahku?"
Momo menggeleng.
"Lalu? Kamu belum pasang seatbelt Ba-"
"Daddy apakah kertas itu masih ada?"
Brian mengernyit bingung lalu mengangguk.
"Bolehkah aku menanda tanganinya? Sepertinya negosiasi tidak di perlukan lagi"
.
.
.
.
.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy 'Brian'
RomanceBagaimana bisa seorang calon hukum terjebak dengan seorang mafia?