Eps. 13

1.7K 13 0
                                    

"Kenapa dia memanggilku?"

"Aku tidak tau, Jae"

"Kenapa kau bisa tidak tau?"

"Dasar bodoh! Apa kau berbuat salah?"

Jae memberhentikan langkahnya untuk menuju ruang kerja Brian, menatap Dowoon.

"A-aku? Tidak!"

"Kalau tidak, mengapa kau dipanggil? Dan kenapa aku sangat cemas!"

"Berhentilah mencemaskanku Dowoon"

"Kau tau? Perasaanku tak pernah meleset, sekali lagi apa kau berbuat salah?"

"Tidak Dowoon, adikku"

Dowoon menoleh ke kanan ketika Jae (kakak tiri) kembali berjalan menuju ruang kerja Brian.

Tok... tok...

"Masuk!"

Jae menghela nafasnya lalu membuka pintu bercat abu-abu itu dengan pelan.

"Ohh kau Jae, silahkan duduk"

Jae hanya mengangguk lalu berjalan mendekati Brian yang sedang duduk di kursinya.

"Maaf tuan, apa ada yang perlu ku bantu?"

Brian mengangkat kedua alisnya lalu terkekeh membuat Jae menatapnya.

"Tidak ada Jae, pekerjaanmu sangat bagus dan kau sangat membantu"

"Lalu? Maksudku mengapa tiba-tiba memanggilku di hari libur, tuan?"

"Apa kau sangat sibuk?"

"Ah tidak"

"Lalu kenapa kau sangat gelisah ketika aku memanggilmu di hari libur?"

"Emmm kekasihku sedang berada di rumahku, tuan"

"Ohhh begitu?"

"Ya"

"Berarti langsung saja ke inti"

Brian menutup laptop mahalnya dengan mata yang masih tak lepas dari Jae, tangan kanannya membuka laci kecil dan mengambil sesuatu.

"Pilih Jae..."

Jae tercekat, Brian sedang bermain dengan pistolnya yang bermerk EAA Windicator 357 Magnum 4in Blued Revolver- 6 Rounds.

Jae tercekat, Brian sedang bermain dengan pistolnya yang bermerk EAA Windicator 357 Magnum 4in Blued Revolver- 6 Rounds

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"... mengaku sendiri atau aku bacakan kesalahanmu dan waktunya hanya 5 detik"

Brian tersenyum kecil, wajah Jae sangat merah.

"Satu"

Jae duduk dengan gusar, kedua tangannya saling menaut.

"Dua"

Jae menatap takut Brian yang masih menatapnya.

"Tig-"

"Maafkan aku tuan, aku tidak bermaksud mengambil uangmu dari hasil penjualan pistol tersebut, aku sangat butuh uang ka-karena a-aku..."

Brian menatap lekat kedua bola mata Jae di balik kacamatanya.

"... a-aku harus berobat"

"Kau sakit?"

"Ya"

"Apa?"

"Kanker paru-paru"

"Kau berbohong?"

"Tidak"

"Dowoon!"

Brian menatap pintu yang terbuka, itu Dowoon.

"Apakah Jae mempunyai penyakit paru-paru?"

"Ya tuan"

"Akibatnya?"

"Jae sering turun kelapangan untuk mengambil barang-barang yang akan kita jual, dia selalu menghirup asap rokok, pabrik dan lainnya karena seperti yang tuan tahu, kita selalu bertemu di tempat seperti itu, tem-"

"Cukup, kau boleh keluar"

"Baik tuan"

Brian kembali kepada Jae.

"Berapa gaji yang aku berikan kepadamu?"

"30 juta"

"Masih kurang?"

Jae tidak menjawab, dia hanya diam.

"Keluar, terima kasih sudah jujur"

Jae mengangguk kecil lalu berdiri dan membungkuk untuk memberi hormat.

"Sampai jumpa tuan"

Brian menatap punggung Jae yang sedang berjalan menuju pintu.

Dor...

"Akh!!"

"DADDYY!!"

Momo berteriak di dalam kamar ketika suara tembakan membuatnya terbangun.

"Itu hukuman karena sudah mencuri"
.
.
.
.
.
Bersambung...

Daddy 'Brian'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang