five, aku suka dia (Arlan Vers)

240 14 7
                                    


Kamu, yang tanpa ku tahu bisa membuatku diam-diam memikirkanmu.
Kamu, yang membuatku bisa menarik perhatianku.
Dan, kamu, yang membuatku bersyukur kepada Tuhan karena mempertemukanku denganmu.

****

Hei, kalian, pernah mendengar Arlan bercerita? Tentang rasa suka yang ia mantapkan kepada seseorang yang membuatnya jatuh cinta. Mungkin ini agak aneh, tetapi akan kuceritakan satu rahasia akan dua hati yang dipertemukan. Pernah merajut sebuah kisah meskipun tak begitu lama. Tapi tahu tidak, kisah mereka itu indah, abadi dan akan selalu dikenang, diingat, juga tak akan bisa dilupakan. Mereka yang saling menunggu, bercerita, dalam latar belakang sebuah masa putih abu-abu yang begitu sempurna.

Indah rasanya saat melihat dua orang yang dipertemukan semesta, saling berbagi rasa yang tak akan pernah terlupa. Disini Arlan akan mencoba mengungkapkan kisahnya, tentang rasa sukanya kepadanya beberapa tahun silam.

Menghadap sebuah cokelat panas yang asapnya masih mengepul hebat di sebuah cangkir putih, cowok itu menghadap ke arah jendela. Jendela besar yang begitu bening, disana Arlan bisa melihat padatnya kota, ramainya pengguna jalan yang kini sedang bercengkrama, deru mesin kendaraan saling bersahutan, disusul suara klakson yang semakin meramaikan suasana. Ah, Arlan pernah menjadi salah satu anak SMA, yang begitu bahagia menaiki motornya dengan membonceng sesosok orang yang berarti di hidupnya.

Dengan raut masam dan bibir tertekuk ke depan, Aelsya, menghentakkan kaki kesal. Mengikuti langkah Arlan yang kini menaiki motor. Cowok itu bahkan tak perduli dengan gadisnya yang kini kesal setengah mati.
Aelsya tadi masih tidur siang, beberapa hari Aelsya cukup sibuk mengurus beberapa tugas hingga malam. Lelah sekali, jatah tidurnya pun berkurang banyak. Dan baru beberapa menit ia tidur, kakaknya tiba-tiba datang dan membangunkannya, dengan alasan Arlan datang. Aelsya seketika kesal, tak ada ekspresi bahagia di wajah cewek itu sekarang. Pas Aelsya meminta alasan mengapa ia diajak pergi, Arlan tak bilang apapun. Oke, jangan salahkan jika Aelsya emosi sekarang.

Piyama tidur berwarna pink bergambar hello kitty dan sandal japit dan rambut yang dikunci asal-asalan dengan wajah berantakan membuat Aelsya terlihat sekali jika ia baru saja tidur. selama perjalanan pun, Aelsya memilih diam. Tak ada lagi pegangan perut atau ujung baju, Aelsya enggan sekali untuk pegangan kali ini.

Ekspresi cewek itu yang tadinya masam seketika berubah saat motor Arlan berhenti di depan sebuah kafe yang padat orang. Mata Aelsya membulat, hell, serius, jangan bilang Arlan mengajaknya kesini lalu menyuruhnya masuk ke dalam kafe.

“Ayo.”

“Kemana?”

“Masuk.”

Aelsya seketika menggeleng, hei, yang benar saja. cewek itu seketika memasang wajah memelas, “Kak, aku pulang saja ya.” Pintanya, “Kak Arlan, aku malu, aku—“

Belum usai Aelsya berucap, Arlan langsung menggeretnya masuk. Bukan dengan cara halus seperti menggenggam, cowok itu malah menyeret Aelsya dengan agak sedikit kasar. Ah, mungkin Arlan lelah menghadapi penolakan Aelsya. Lagipula jika ia mengajak sang gadis dengan cara pelan, tidak yakin keduanya bisa segera masuk karena semakin mendekat menuju kafe langkah Aelsya semakin berat.

Aelsya semakin keki kala ia ditatap seluruh penghuni kafe. Seolah ia seperti di bawah tekanan Arlan. agak jomplang sih saat melihat penampilan keduanya. Arlan yang rapi dan terlihat santai dengan kaos putih dan celana jeans biru. Berbeda dengan Aelsya yang terlihat sangat acak-acakan. Gadis itu hanya bisa menundukkan kepala, malu.

“Mau makan apa?”

Aelsya mendongak, menatap iris mata cowok itu. “Apa aja.” Balasnya singkat.

Arlan tak bertanya lagi, ia menyamakan pesanannya dengan Aelsya. Cowok itu memainkan handphone-nya. dia mengabari teman-temannya agar ke rumahnya besok saja. karena hari ini ia tak bisa. Sementara Aelsya yang saat itu memang tak membawa handphone hanya bisa menatap sekelilingnya untuk menekan rasa bosan. Sejenak ia terpaku kepada beberapa pasangan yang sedang berkencan. Mereka sedang menyuapi, bercengkrama, bercerita satu sama lainnya. Ah, serasi sekali. Dirinya sebenarnya sama seperti mereka, tetapi Arlan berbeda. Ah, jatuhnya dia seperti kakak adik dengan Arlan.

“Kak.”

Arlan menoleh singkat, setelahnya ia kembali menunduk kepada ponsel. Seolah sesosok gadis di depannya tak bisa mengalahkan atensinya dari ponsel.

“Aku—“

Aelsya menghembuskan napas, tak bisa meneruskan perkataannya. Dia sebenarnya ingin pulang, tak nyaman dengan kondisinya sekarang. bahkan saat makanannya diantarpun gadis itu tetap diam. Tak ada topik untuk dibicarakannya dengan Arlan. Tak ada sumber pembicaraan yang membuatnya tak berhenti berbicara.

Aelsya menggulung mienya, mengoleskan ke saus tomat lalu memakannya. Beberapa kali suapan yang sama membuat perut Aelsya sedikit tenang. Diam-diam Arlan memperhatikan cewek itu. seperti dugaannya, Aelsya tak akan bisa memakan makanan dengan benar. Sausnya belepotan ke tepi bibirnya, belum lagi dengan makanan yang tersisa di pipi. Ah, gadis itu terlihat lucu sekali.

“Aelsya.”

“Iya?”

“Kalau makan yang bener.”

“Eh?!”

“Sausnya masih tersisa, dan ada sisa makanannya juga.” terang Arlan. cowok itu menyesap kopi latte miliknya lalu kembali menatap ke arah Aelsya, “Belum mandi, makannya belepotan, berantakan sekali, ckck.” Kata Arlan yang seketika membuat Aelsya emosi.

Gadis itu menatap Arlan tak terima, matanya menatap tajam sang cowok yang kini malah menatap makanan dengan santainya.

“IH! Gara-gara Kak Arlan aku—“

“Jelek, tapi aku suka.” Potong Arlan cepat yang seketika membuat Aelsya terdiam.

Cewek itu terpaku kepada manik yang kini menatapnya dalam. Setelahnya cowok itu tersenyum. Menekuk kedua sudut bibir yang terlihat semakin sempurna di mata Aelsya. Membuat Aelsya jadi gerogi sendiri. Ah, tadinya dia mau marah tapi gara-gara melihat Arlan tersenyum niatnya seketika terbatalkan begitu saja. Bagus sekali memang pesona cowok satu ini.

Tatapan teduh itu menyipit, bibirnya kembali menekuk ke atas. Menunjukkan sebuah senyuman yang masih terlihat sempurna meskipun usianya sudah semakin matang. Pria itu tersenyum tipis, dia jadi teringat kisah remajanya. Hingga akhirnya sebuah suara memanggilnya, berteriak dari luar kamar dengan cukup kencang.

“PAPA!”

Arlan menoleh, ia memasang senyum ke arah putri kecilnya. Gadis cantik berusia lima tahun yang seperti duplikatnya. Mirip sekali memang. Banyak yang bilang gadis itu versi perempuannya Arlan.

“Papa ngelamun, ya?” tanyanya yang hanya di balas gelengan kecil oleh Arlan, “Tapi tadi aku lihat papa lagi ngelamun.”

Arlan mengusap rambut hitam yang panjang itu, dia memasang senyumnya lagi. Tatapan anaknya mengingatkan dirinya akan seseorang, seseorang yang selalu dirindukannya setiap saat. Seseorang di masa lalunya, dia Aelsya. Gadis manis yang berhasil merebut perhatinnya, dan membuatnya jatuh cinta. 

Halloooo!!! Aku update!!! Huhu, Arlan dipanggil papa dong :)

Next?!

About Us || Arlan SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang