three, strawberry

280 21 0
                                    

Kisah mereka unik, penuh akan cerita.

Aelsya merengut kesal. Tangannya menyangga wajahnya di kedua sikunya. Wajahnya tak menunjukkan raut bahagia sama sekali. Meskipun di kedua telinga cewek itu tersumpal earphone, tetapi tetap saja mood Aelsya tak kunjung membaik.

Tadi di kelas ia kena remed matematika. Belum lagi nilainya yang tidak tuntas disebutkan secara lantang di kelas. Kan, Aelsya jadi malu. Kesal juga karena soal remed matematika yang keluar tak jauh beda dari soal ulangan. Sama-sama susah, bikin menjebak. Bikin pusing aja intinya.

Dan sekarang, Aelsya tambah dibuat kesal karena sudah hampir dua puluh menit ia menunggu kedatangan sosok Arlan. Saat akan keluar kelas tadi, cowok itu mengirim pesan agar Aelsya menunggunya di depan kelas. Tetapi hingga dua puluh menit berjalan, tak ada tanda-tanda Arlan datang. Membuat wajah Aelsya semakin tertekuk kesal. Meskipun hari ini Aelsya pulang pagi, tapi tetap saja ia benar-benar kesal.

Beberapa menit setelahnya, sosok yang Aelsya tunggu dengan seenaknya duduk di sebelah Aelsya. Raut wajahnya datar. Arlan seolah tidak sadar akan raut wajah yang Aelsya tunjukkan. Dih dih, Aelsya tambah kesal saja.

"Ayo." Ucapnya singkat. Setelahnya ia langsung berjalan menjauh. Aelsya yang melihat itu hanya mampu berdecak. Ia menghentakkan kakinya karena kesal. Hei, ini dia tidak ditanya kenapa malah ditinggal duluan.

Jika biasanya Aelsya akan memegang baju atau melingkari pinggang cowok itu, kini berbeda lagi. Aelsya bahkan enggan untuk berpegangan. Bodo amat juga kalau jatuh, begitu pikirnya.

Motor Arlan berhenti di sebuah parkiran pasar. Awalnya Aelsya sempat mengernyit karena heran. Sebelumnya Arlan memang tidak mengungkit dia akan pergi kemana bersama Aelsya. Dia hanya meminta untuk menunggu. Aelsya yang kesal juga hanya mampu untuk menurut, dia juga malas untuk bertanya lebih banyak lagi.

Diingat, salah satu yang membuat kesal selain nilai dan remed adalah cowok yang ada di hadapannya ini. Tanpa menggandeng tangan Aelsya, Arlan berjalan lebih dulu. Langkah Arlan yang lebar membuat Aelsya berdecak sendiri karena ketinggalan jauh. Bahkan beberapa kali Aelsya hampir menubruk orang. Membuat bapak-bapak penjual sayur, juga ibu-ibu membawa wadah berisi penuh dengan tahu kesal dibuatnya.

Arlan berhenti di depan penjual kue basah tradisional. Ia membeli beberapa yang ia suka. Seolah memang tidak sadar bahwa ia mengajak anak orang, Arlan kembali melanjutkan langkahnya.

Membuat Aelsya lagi-lagi hanya mampu menghela nafas. Jalan-jalan bersama Arlan itu kadang ada enaknya kadang juga enggak. Memang, berjalan dengan balok es kadang suka tidak tertebak. Aura dinginnya masih tetap ada.

Arlan berjalan lagi, tepat ke seorang nenek penjual sayur. Saat melihat Arlan datang, ibu itu tersenyum senang. Dia seketika tersenyum ramah.

"Mau nyari sayur apa, nak?" tanyanya.

Arlan menunjuk untingan bayam yang terlihat disana. Sesuai pesanan bundanya tadi, cowok itu menyebutkan beberapa sayur lainnya juga.

"Berapa nek?"

"Lima belas ribu, nak." Ujar sang nenek tersebut.

Arlan mengulurkan selembar uang lima puluh ribu. Sebenarnya itu uangnya sendiri, jumlah uang yang diberikan bundanya sebenarnya pas untuk membeli pesanan yang bundanya berikan. Tetapi Arlan lebih memilih mengeluarkan uangnya yang lebih besar dari uang yang bundanya berikan.

Nenek itu terlihat bingung. Disenggolnya temannya untuk meminta uang tukar. Tetapi buru-buru Arlan menahannya. "Kembaliannya untuk nenek aja, ya." Ucapnya yang seketika mendapat puluhan kata terimakasih dari nenek.

Aelsya yang melihat itu dari belakang hanya mampu terdiam. Arlan ini orangnya baik, hanya saja kadang ketutup sifat kejam yang tidak tau kondisi. Ke beberapa orang Arlan terkadang menunjukkan sifat dermawannya, tetapi kalau untuk bersama Aelsya cowok itu kerapkali bikin gadisnya emosi. Ya meskipun sering juga romantis dan manisnya.

Setelah membeli sayur, Arlan berjalan lagi. Aelsya yang melihat itu seketika mensejajarkan langkahnya Arlan.

"Kak."

"Udah gak marah lagi?"

"HAH?!"

"Kamu udah gak marah lagi?"

Aelsya terdiam. Dia marah sebenarnya, tetapi kalau terus-terusan ditinggal Arlan jalan duluan dan diam-diaman juga gak enak sendiri. Alhasil , Aelsya hanya mampu melipat bibirnya ke dalam.

"Masih marah."

Arlan tidak membalas. Cowok itu mengalihkan beberapa bungkusan kresek yang dipegangnya ke tangan kirinya. Sementara tangan kanannya yang kosong ia gunakan untuk menggenggam tangan Aelsya.

Arlan terus mengajak Aelsya berjalan. Hingga setelahnya, mata cowok itu tertuju pada sebuah meja tua dengan penuh mika strawberry di atasnya. Arlan mengajak Aelsya menuju kesana. Arlan memberi satu muka strawberry.

Setelah memberikan uang, cowok itu mengajak Aelsya ke parkiran motor. Tetapi bukannya mengajak Aelsya pulang, Arlan malah membuka plastik strawberry tersebut. Diambilnya buah strawberry tersebut lalu disuapkannya ke Aelsya.

Membuat sang gadis mengernyit. Belum sempat ia melayangkan protes, buah strawberry itu tanpa permisi masuk ke mulutnya. Indera perasanya dengan cepat memproses rasa buah yang baru masuk tersebut. Hingga setelahnya, raut wajah Aelsya berubah. Mata gadis itu menyipit, menunjukkan ekspresi dari rasa manis yang bercampur masam itu menjadikan wajah gadis itu terlihat lucu. Belum lagi dengan lidah yang Aelsya keluarkan setelahnya, dan ia gesekkan ke permukaan bibir agar asamnya hilang.

Melihat itu, Arlan tertawa. Lucu saja baginya melihat wajah yang tadinya kesal seketika hilang. Aelsya yang melihat itu seketika bertambah kesal. Enak saja dia ditertawakan. Begitu pikirnya.

"Dih, bodo ah."

"Jangan marah lagi, ah. Gak enak diliatnya. Mending kaya tadi juga. Meskipun gak jelas, tapi lucu." Bibir Aelsya melipat ke dalam. Gak jelas katanya.

"Tau gak kenapa aku kasih strawberry?"

"Biar aku gak marah lagi?"

"Enggak. Biar enak aja aku ngetawain kamunya yang wajahnya gak jelas kaya tadi."

Wajah Aelsya kembali mengerut masam. Dalam hati ia sudah mendumel atas apa yang Arlan lakukan.

"Pegangan, motornya mau aku bawa kenceng. Tadi aku tau kamu marahan makanya agak pelan. Tapi kalau sekarang, kalau kamu jatuh jangan salahin aku ntar." Aelsya mendengus, tetapi tak urung ia menuruti apa yang Arlan ucapkan. Meskipun pada akhirnya cowok itu tidak jadi motornya dengan kecepatan tinggi. Ia hanya menggertak Aelsya saja tadi. Biar tidak kebiasaan juga dianya yang suka tidak mau berpegangan saat naik motor.

Tangan kiri Arlan yang tidak memegang stang stir motor ia gunakan untuk menggenggam tangan Aelsya yang memegang kedua bagian ujung bajunya.

"Jangan marahan lagi, lebih bagusan banyak senyum."

Meskipun suara cowok itu bersamaan dengan deruman kendaraan lain, tetapi Aelsya masih bisa mendengarnya. Samar-samar Aelsya tersenyum tipis. Arlan memang kadang kaku, menyebalkan, manis, romantis, intinya ia tidak tertebak.

Tetapi Arlan mempunyai caranya sendiri untuk mengembalikan senyum Aelsya. 



jangan lupa vote dan komennya ya guys

About Us || Arlan SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang