sixth, senja yang memeluk petang

213 19 0
                                    

Layar televisi yang menampilkan sebuah channel sinetron kesukaannya tak dapat dinikmati secara tenang oleh sang gadis. Pasalnya, rasa sakit yang teramat sangat yang ia rasakan membuat gadis itu hanya bisa mendesis, menendang sofa, berguling di karpet, hingga mengaduh dan mengeluh.
Tepat sejam lalu saat ia baru saja pulang sekolah, Aelsya yang memang merasakan tanda-tanda keanehan dengan firasat datang bulannya akan tiba langsung melempar tas juga sepatu secara asal. Setelahnya, ia berlari ke kamar mandi untuk membuktikan dugaannya salah ataukah benar. Dan yaps, datang bulannya maju tak sesuai satu minggu dari biasanya.

Aelsya memejamkan mata, energinya habis setelah ia gunakan berguling-guling tadi. Rasa sakit itu masih ada, semakin ngilu tepatnya. Ah, mungkin rasa sakit ini yang kedua. Setelah pengalaman pertamanya merasakan hal yang sama di hari awal pertama kali haid tiba.

“Kenapa?”

Satu pertanyaan yang dilontarkan seorang cowok itu membuat kedua kelopak mata Aelsya terbuka. Iris matanya menatap sesosok orang yang kini berdiri dengan seragam sekolah lengkap dengan sebuah kresek putih berisikan kotak terang bulan campuran coklat keju kesukaannya.

Cowok itu menaruh terang bulan pesanan sang gadis di meja—saat akan pulang tadi, Aelsya sempat meminta Arlan membawa sekotak terang bulan saat ke rumahnya—lalu berjongkok di hadapan Aelsya.

“Datang bulan?” tebaknya yang seketika diangguki sang gadis.

“Berdiri dulu” perintahnya yang dibalas gelengan kepala. Arlan menghembuskan napas, “Jangan di bawah, duduk sofa sini” Aelsya kembali menggeleng.

“Sakit” keluhnya dengan mata berkaca-kaca.

Arlan jadi tak tega, anak SMA itu ikut duduk di sebelah Aelsya. Menepuk-nepuk kepala sang gadis dengan lembut, “Udah makan?” Aelsya menggeleng pelan, membuat Arlan kembali menghela napas. Cowok itu meraih
bungkusan yang tadi ia letakkan, di bukanya pelan kotak terang bulan itu. Diambilnya satu, lalu disuapkannya ke arah Aelsya.

Gadis itu menggigitnya sedikit. Entah kenapa lumeran keju bercampur coklat tak membuat nafsu makannya bangkit. biasanya Aelsya akan sangat senang jika diberikan terang bulan cokelat keju, apalagi pas panas hingga kejunya lumer-lumer. Beh, mantap. Tetapi untuk kali ini, terasa berbeda. Dirinya yang tadi menggebu-gebu meminta terang bulan saat di sekolah, seketika tak berniat memakan saat terang bulan itu sudah dihadapannya.

Mungkin karena efek sakit luar biasa yang ia rasakan hingga membuatnya tak bernafsu lebih melahap makanan. Selebihnya Aelsya menggeleng saat menyodorkan terang bulan lagi di depannya. Arlan menghembuskan napas. Dia sebenarnya ingin marah, tapi saat mendengar,

“Kak Arlan, sakit, hiks.”

—mendadak Arlan mengurungkan niatnya. Dia tak tega dengan gadis itu. wajahnya yang biasanya selalu ceria kini memerah karena kebanyakan menangis. Mana banyak sekali keluhan sakit dari bibirnya, disertai dengan tangannya yang terus memeluk perut dengan kencangnya.

Cowok itu meraih punggung Aelsya, hingga membuat tubuh gadis itu menabrak tubuhnya, setelahnya kepala sang gadis ia sandarkan di bahunya. Sembari ia usap-usap pelan dari belakang.

Kata bundanya, nyeri haid itu benar-benar sakit. Tak jarang wanita akan menangis karenanya. Dan mungkin, mereka sedikit sensitif. Untuk itu, Arlan sebisa mungkin memberikan perhatiannya ke arah gadis itu. Arlan memang tidak bisa menghilangkan rasa nyeri yang Aelsya rasakan, ia hanya mencoba menenangkan sang gadis dengan cara yang ia bisa.

Tangan gadis itu ia genggam, mencoba menyalurkan kehangatan dari genggaman tangannya agar bisa membuat Aelsya tenang.

“Mau makan apa?” tanyanya lagi.

About Us || Arlan SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang