Bab 9

98 49 10
                                    

"Tal, temen lu tuh. Dia nggak apa-apa kan?" Quena berbisik pelan sembari memperhatikan Nilam.

Kristal ikut menoleh ke arah Nilam. "Apanya yang nggak apa-apa, woy? Liat, tuh! suram banget mukanya,"

"Efek patah hati kok gini amat yah? untung gue nggak pernah patah hati" Quena mengelus dadanya. Pertanda bersyukur.

"Semoga lo suatu saat bakal patah hati yang lebih parah, Na."

"Nggak baek amat doa lu, tong! Eh biasa nih ye, kata nenek aku. orang yang mendoakan keburukan untuk orang lain, biasanya doanya bakal kembali ke dirinya sendiri,"

"Amit-amit, gue nggak mau."

"Nah, itu. Makanya jangan doain gue!"

"Hiya-hiya. tuh, ah. Fokus ke Nilam dulu. Kasihan gue liatinnya"

"Mungkin kalo di dunia perkomik-an, Tuh. di kepala Nilam udah ada dua tanduk setan" Ujar Quena.

"Salah! Itu mah tanda marah Quenaku sayaang"

"Aww, dipanggil sayang ama kristal. Aku baper," Quena berakting seperti seorang cewek yang baru di puji oleh kekasihnya dan itu membuat Kristal ingin mengumpat.

"Waras dikit napa sih, Na?"

Kreeet!

Nilam berdiri dari dari tempat duduknya membuat Quena dan Kristal tersentak.

"Mau kemana, Nil?"

"Mau ke toilet, Na."

"Mau kita temenin?"

"Nggak usah, gue bisa sendiri kok"

"Yaudah, jangan lama-lama. Bentar lagi masuk nih" lalu dibalas anggukan oleh Nilam. Quena dan Kristal saling berpandangan. Saling melemparkan kode. Namun, mereka tahu bahwa saat ini Nilam butuh waktu untuk menyendiri.

Kristal melirik jam tangannya. Lalu menoleh menatap bangku Nilam yang kosong. Sebentar lagi bell akan berbunyi, Nilam belum kembali dari toilet. Rasa cemasnya kembali muncul. Apakah Nilam baik-baik saja? Atau jangan-jangan Nilam sudah tergeletak tak bernyawa di lantai toilet ala film korban patah hati. Berbagai pikiran buruk datang menghampiri Kristal. Beginilah memang jika terlalu sering menonton sinetron alay sambil ngemil micin di rumah.

Quena datang dari ruangan guru. Sebenarnya ia juga ingin mengecek keadaan Nilam. Namun, melihat cewek itu tidak ada di bangkunya, Quena memilih bertanya kepada Kristal.

"Tal, Nilam belum kembali dari toilet?

"Belum."

"Sebaiknya lo susulin tuh anak, Tal, bentar lagi Bu Haya bakal kesini!" pintah Quena mulai ngegas.

"Apaan? Gue? Susulin Nilam?" Dibalas anggukam oleh Quena.

"Gue nggak mau, gini-gini gue masih sayang nyawa yah. Nggak mau gua jadi korban kekerasan akibat patah hati"

Quena mendengar hal itu jadi gemas sendiri. "Yaelah, Tal!" Katanya melengos "Nggak usah pikir macam-macam, ah. Yakali Nilam segitu nya."

"Lo kayak nggak tau Nilam, Na. Kalo saat-saat seperti ini tuh dia lagi cari sasaran pelampiasan. Ikh nggak mau gue. Lo aja! Gue pernah dicekek dia pas ngeliat Genta lagi bonceng cewek! Makanya sampe sekarang gue trauma,"

"Gue ada urusan sama Pak Aidan Tal, disuruh balik lagi ini. Lo nggak ada kerjaan!"

"Yaaah, Na, gue nggak mau mati sendirian. Gimana kalo kita berdua cariin Nilam?" Kata Kristal berusaha menawar. Baru saja Quena hendak mengiyakannya tiba-tiba Pak Aidan datang dan meminta Quena untuk kembali ke ruangannya. Alhasil membuat Kristal menyumpah serapahi guru dan temannya itu.

***

Kristal berjalan menuju kelasnya. Mulutnya tak henti-henti berkomat-kamit, Mengumpat tanpa suara. Siapa yang tidak kesal? Dirinya mencari Nilam kemana-mana, bahkan rela mencari temannya itu di roof top sekolah. Takut-takut jika Nilam hendak mengakhiri hidupnya disana. Dan ternyata, Nilam berada di kantin sekolah menghabiskan berbagai makanan disana. Lalu dengan tampang polos tak bersalah juga tampang wanita yang patah hatinya, Nilam tanpa malu meminta tambahan uang kepada Kristal dikarenakan uangnya tak cukup untuk membayar makanan yang sudah ia habiskan.

Andai saja suasana kantin tak begitu ramai, sudah dipastikan Kristal akan memberi bogemannya pada Nilam. Namun, disisi lain ia juga lega karna temannya itu teryata menjadi sedikit lebih baik dan tidak jadi menjadikan Kristal sebagai pelampiasan akibat patah hati.

"Kristal?"

Sontak Kristal menoleh ke arah sumber suara itu lalu memdapati Nathan yang tak jauh dari tempatnya.

"Eh, Kak Nathan!" sapanya dengan tersenyum manis.

"Darimana, Tal?"

"Itu kak, dari kantin"

"Owh, besok lo ada waktu, nggak?"

Kristal terlihat sedang berfikir. "Nggak ada. Emang kenapa Kak?"

"Pulang bareng gue, bisa kan?"

"Bisa kak," jawab kristal berusaha untuk tidak berteriak kesenangan saat ini juga.

"Oke, besok ketemu di parkiran yah" tangan Nathan terangkat mengusap pelan pucuk kepala Kristal. Lalu berjalan melalui Kristal yang diam mematung di tempatnya.

"ASTAGA! TADI KEPALA GUE DI USAP-USAP AMA KAK NATHAN! GUE NGGAK MIMPIKAN?! YA TUHAAN" histerisnya memegang pucuk kepalanya sambil  loncat-loncat kegirangan seperti anak kecil.

"Tal, lo nggak papa kan?" Tanya Nilam yang tahu-tahu udah muncul.

"NILAM!" Kristal menyebut nama Nilam dengan keras, membuat si pemilik nama tersentak.

"Ini nggak mimpikan? Coba cubit tangan gue!" Pintahnya. Nilam yang bingung hanya patuh menuruti permintaan temannya itu.

"Sakit! Berarti tadi nggak mimpi!"

"Tau nggak lo, Nil? Ini tuh satu rekor baru buat mendapati hati doi!"

"Bentar lagi, tunggu aja."

Dasar sinting!

***

Next? 7 vote

Happy Or Sad EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang