Side Story #2: Irene Rajendra

26 4 7
                                    

Aku tidak mau melihatnya lagi. Sudah cukup. Aku tidak mau melihat kejadian tragis itu. Dan aku juga tidak mau merasakan rasa sakit itu. Sudah cukup. Aku tak mau lagi.

Bisakah aku menghentikan semua ini?

Aku muak melihatnya.

Aku tak mau merasakan hal yang sama menyakitkan nya seperti kejadian tragis itu. Cukup sekali saja. Jangan untuk yang kedua kalinya aku merasakan itu.

Bisakah ...

Kita kembali seperti dulu?

🍀🍀🍀

Aku berjalan di trotoar jalanan. Hari ini seperti biasanya, aku pulang dari SD dengan berjalan kaki. Karena rumah dan sekolah punya jarak yang cukup dekat, jadi sekalian jalan kaki saja. Kalau pakai kendaraan, nanti malah boros deh.

Aku berhenti berjalan dan menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari seseorang yang seharusnya tadi bersamaku, sahabatku, Nira. Aku mengerutkan dahi karena tidak melihatnya di sekitarku.

"Irene!!"

Aku menoleh ke arah suara itu. Ah! Itu Nira! Dia ada di seberang jalan. Dia melambaikan tangan kepadaku, aku membalas lambaian tangannya. Dia tampak membawa 2 cone es krim. Eh, jadi dia habis beli es krim ya.

"Irene! Aku belikan es krim untukmu!" Seru Nira yang langsung berlari ke arahku. Dia menyebrang jalan tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Nira! Hati-hati!" Seruku. Keberuntungan tidak memihak ku, baru saja aku memperingati Nira, sebuah truk menabraknya cukup keras sampai tubuh mungil Nira terpental beberapa meter.

"NIRA!!" Teriakku.

Kejadiannya terjadi sangat cepat. Kulihat darah sudah ada dimana-mana dan tubuh Nira yang tergeletak begitu saja di atas jalan raya. 2 cone es krim yang dipegangnya jatuh di atas jalan raya.

Aku langsung berlari kecil menghampiri sahabatku itu. Jalan raya menjadi macet seketika karena kejadian ini. Aku berjongkok di sebelah tubuh Nira yang sudah pasti lemas dan tak bisa bergerak.

"Nira! Nira!" Seruku. Aku menyentuh pipinya, masih hangat. Aku kembali berteriak, meminta tolong kepada siapa saja untuk memanggil ambulan. Ada satu orang yang berbaik hati mau menelepon ambulan. Yang lainnya? Mereka dengan kurang hajar malah memotret dan memvideokan kejadian ini.

"BERHENTI MEMVIDEOKAN! INI BUKAN HIBURAN!" Teriakku. Aku kesal. Kenapa setiap ada yang kecelakaan, bukannya menolong, malah hanya menonton? Lebih parah lagi mengambil foto atau video. Dasar tak punya hati! Bagaimana kalau kalian yang merasakan ini huh?!

☘☘☘

"Nira!! Nira!!"

Aku menoleh, aku mengusap air mata yang membasahi kedua pipiku. Aku berdiri dari duduknya dan menghampiri orang yang tadi meneriakan nama 'Nira'. Itu orang tua Nira. Mereka menghampiriku dengan wajah cemas dan khawatir.

"Nak Irene, dimana Nira?" Tanya ibunya. Wajahnya sangat cemas. Aku pun kembali terisak dan akhirnya air mataku kembali menetes, kembali membasahi pipiku lagi. Kumohon ... Nira, kamu masih harus hidup.

"Nira ... ada di sana," Ucapku sambil menunjuk pintu ruang operasi darurat yang sedari tadi kutatap.

"Tante, om ... maaf. Karena aku ... Nira jadi begini," Ucapku lagi. Aku kembali terisak. Ibu Nira memelukku dan mengelus kepalaku. Bisa kurasakan kalau pundakku basah karena tangisan Ibunya Nira.

I Want You || •Levi Ackerman• || [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang