|| •Chapter 18• ||

17 3 0
                                    

"Kenapa tidak kabur dari rumah saja?" Tanya Ryunosuke. Petra terkejut, Nova melotot.

"Tidak bisa." Petra menundukkan kepalanya.

"Kenapa? Kau takut?" Tanya Ryunosuke, dia kembali menyesap cokelat panas miliknya.

"Sebenarnya ... aku baru pertama kali  bertemu dengan Levi. Aku baru pertama kali bertemu dengannya di sini, di German. Saat Levi menganti kamera Nova, itu pertama kali aku bertemu Levi," Jelas Petra, dia meminum kopi miliknya.

"Pertama bertemu?"

"Iya. Selama ini aku hanya melihat Levi melalui foto dan mendengar tentangnya dari internet. Ini pertama kalinya aku bertemu secara langsung. Tapi ... aku ... aku masih merindukan mantan kekasihku ..." Air mata kembali menetes. Pipi Petra kembali basah karena air matanya.

"Seperti apa perubahan mantan kekasihmu?" Tanya Ryunosuke, dia mengeluarkan ponselnya dan menghapus pesan tak penting yang masuk.

"Sebelum amnesia, dia sangat baik padaku. Dia lembut. Dia selalu memberikanku perhatian. Kami saling mengenal sejak SMA. Dia juga selalu melindungiku dan kami saling memahami satu sama lain," Jelas Petra panjang lebar.

"Aaww manis sekali. Lalu?" Ucap Ryunosuke, wajahnya tetap data dengan mata fokus ke layar handphone nya.

"Lalu setelah itu?" Tanya Nova, dia meminum cappucino nya lagi.

"Dia kecelakaan dan amnesia. Dia berubah total. Dia jadi kasar, seenaknya dan absolut. Semua yang dia katakan harus dituruti atau dapat akibatnya. Dia juga lupa padaku. Akhirnya aku menganggap hubungan kami sudah kandas," Jelas Petra, dia tersenyum sendu dan mengusap air matanya yang keluar.

Nova mengusap-usap punggung Petra. Jujur saja, dia tidak tahu harus berbuat apa, jadi dia hanya mengusap punggung Petra saja.

"Keluarkan saja semuanya. Jangan dipendam jika tidak kuat," Ucap Nova lembut. Petra menganggukkan kepalanya.

"Dulu juga dia pernah cerita kalau waktu SD ... dia punya satu orang teman, aku lupa siapa namanya. Yang pasti, dia sekarang malah kelihatan dendam pada orang itu."

"Yap! Waktu habis! Nova, kakakmu menelponku," Ucap Ryunosuke dengan wajah datar, dia menyodorkan handphonenya kepada Nova.

Di layarnya terpampang nama 'Angga Rajendra', kakak tertua Nova. Nova segera mengambil ponsel tersebut dan mengangkat panggilannya.

"Halo? Ada apa kak?" Tanya Nova pelan.

"Nova, kemasi barang-barangmu. Besok kita pulang ke Indonesia, tal ada tapi-tapian," Tegar Angga. Nova mengerutkan dahinya.

"Apa?! Secepat itu?!"

"Iya. Kakak sudah pesan tempat di bandara, kita pakai jet pribadi keluarga Rajendra."

"Tapi ... tapi ..."

"Levi?"

"I-iya. Aku harus jelaskan semua kesalah pahaman ini nanti!"

"Aku akan urus itu nanti. Sekarang pulang."

Tut!

Angga mematikan telepon secara sepihak. Nova menelan ludahnya, kalau Angga sedang mode seperti ini, tidak akan ada yang bisa membantahnya.

"Ryu-Kun, kak Petra, aku mau pulang, dipaksa bang Angga," Ucap Nova dengan lesu.

"Aku antar." Ryunosuke berdiri dari duduknya. Nova menganggukkan kepalanya dan mengucapkan 'sampai jumpa' kepada Petra.

Begitu juga dengan Petra yang akan pulang ke apartemennya.

🍀🍀🍀

"Axel."

Axel menoleh, dia hanya menatap remeh Ravel yang berdiri tepat di belakangnya, entah bagaimana caranya Ravel masuk ke dalam kamar Axel.

"Berhenti mengigiti jari-jarimu."

"Apa? Bukankah ini yang kau inginkan?"

"Apa maksudmu?"

Prak!

Axel melempar buku yang ada di atas meja, buku itu terjatuh di dekat kaki Ravel. Ravel membungkukkan badannya dan mengambilnya.

Pria itu tidak menghiraukan semua perkataan kakaknya dan terus mengigiti jari-jarinya sampai berdarah. Dia terus memikirkan gadis yang dia 'sayang' itu.

"Mengikuti alur dibuku. Itu keinginanmu sejak awal kan?" Tanya Axel, kulit di jari telunjuk kirinya robek, menyebabkan darah membasahi jarinya.

"Aku memang mengikuti alur di buku, tapi tidak semua. Kau paham tujuan  asli ku kan?" Balas Ravel tidak mau kalah.

"Tujuan kita berbeda." Axel berdiri dari tempat duduknya dan berdiri di depan Ravel. Axel mendekatkan bibirnya ke telinga Ravel dan berbicara, "Tujuanku adalah 'melenyapkan dia' dan kau adalah 'menolong dia kedua'. Paham kan?"

Ravel terdiam, tangannya mengepal. Axel memundurkan badannya dan menyeringai.

BUGH!

"HANYA KARENA HAL 'ITU' KAU MAU 'MELENYAPKAN'NYA?!"

Axel memegangi perutnya yang barusan ditinju oleh Ravel. Dia mendecih kesal.

"Kau sendiri! Untuk apa kau menolong orang yang sudah meninggal itu hah?!"

"Dia belum meninggal! Kau melihatnya dengan mata kepalamu sendiri!"

"Dia sudah meninggal kak! Orang yang ingin kau tolong itu sudah meninggal!"

"HENTIKAN AXEL!"

Axel berjalan lurus dan sengaja menabrak batu Ravel. Axel keluar kamar dan menutup pintu kamar dengan keras tanpa belas kasihan.

BLAM!

Ravel berjalan ke arah pintu dan bersandar, dia menatap langit-langit ruangan dan menghela nafas.

"Sebentar lagi... sebentar lagi semuanya akan selesai... Nova...."

☘☘☘

Ravel POV

Aku menghela nafas dan menundukkan kepalaku, kalimat yang kau ucapkan waktu SD ... masih tergiang di kepalaku. Apa maksud perkataanmu itu?

"Aku melakukan ini karena bosan. Memangnya seseorang itu tidak boleh bebas? Meskipun mereka memiliki rantai tak terlihat di leher mereka, mereka juga pantas bebas bukan?"

Waktu itu aku memang tidak mengerti dengan apa yang kau ucapkan, tapi sekarang aku paham.

"Nova ... tolong bebaskan jiwaku dari belenggu rantai tak terlihat yang kau maksud ...."

🍀🍀🍀

Teken bintang yang ada di pojok kiri dong, biar authornya makin semangat nulisnya~

Story:

I Want You || •Levi Ackerman• ||

[Ditulis, 22 September 2020]
[Publish, 22 September 2020]

• By: Dinda_Azzahra19 📚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Want You || •Levi Ackerman• || [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang