Chapter 5.1: Rivera

18 3 1
                                    

Siapa yang ingin bicara denganku? Dan... apa yang ingin dibicarakannya?

Kolonel Arion terus berjalan. Ia memimpin di depan dan aku mengikutinya dengan berbagai macam anggapan yang selalu bermunculan. Kulihat sekelilingku sepi, hanya ada beberapa prajurit berseragam biru tua yang mulai berpatroli.

Jangan sampai ada hal buruk yang menimpa. Aku sudah sampai sejauh ini!

Kolonel Arion akhirnya berhenti, tepat di menara kota. Ketika ia tengah mencari-cari kunci pintu masuk menara, aku akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Ada apa sebenarnya? Siapa yang ingin bicara denganku?"

"Jenderal Gweihaven," jawabnya sambil membukakan pintu dan mempersilakanku naik. "Aku pun tak lebih tahu daripadamu. Lebih baik kau segera menemuinya, dia sudah menunggu lama."

Jenderal Gweihaven!? Orang seperti dirinya ingin bicara denganku? Ada apa ini!?

Jantungku kini berdegup kencang. Aku menelan ludah dan memberanikan diri masuk ke dalam menara dan mulai menaiki anak-anak tangga. Semoga ini kabar baik.

Aku terus mendaki tiada henti, setelah kurang lebih separuh perjalanan baru kusadari kalau kolonel Arion tidak ikut naik denganku. Suasana yang gelap semakin membuat bulu kudukku berdiri, apa yang sang jenderal inginkan dariku? Apakah... ia ingin melibatkanku ke dalam sebuah misi rahasia atau justru ingin mencoret namaku dari daftar calon prajurit berseragam perak? Ah, aku lari saja! Semakin cepat aku sampai, semakin cepat pula aku mendapat jawaban!

Akhirnya aku sampai di puncak, aku melihat sosoknya yang sedang berdiri di balik lonceng raksasa berwarna emas, ia tengah menatap rembulan di langit. Rambutnya putih, terurai hingga ke punggung. Ia mengenakan jubah putih yang panjang dan penuh ukiran perak, pada bagian bahunya, terdapat kain sutera tembus pandang yang menjulur sampai menyapu lantai. Ia menoleh kebelakang, lalu menatapku dalam dengan matanya yang biru. "Rivera?" tanyanya kepadaku.

"Y-ya, benar," caraku menjawab jelas menyatakan kalau aku sedang canggung.

"Kemarilah," ajaknya kepadaku. "Aku dengar, kau dapat memanifestasikan sebuah pedang?" ia bertanya ketika aku datang mendekat.

Rupanya tentang itu... benar juga, dia mempunyai kekuatan yang serupa denganku....

"Ya, aku rasa begitu," aku jawab apa adanya.

Ia tersenyum padaku sebelum membalikkan badan, kembali menatap rembulan sambil menopangkan lengan di atas susuran jendela. Aku mengikutinya.

"Aku menyebutnya dengan istilah merajut," ujarnya. "Apakah kau mengenal cakra?" ia kini bertanya.

"Setiap hari aku melatihnya," kujawab.

"Bagus, ini akan menjadi lebih mudah," ia tedengar puas. "Dengar, Rivera. Kau tidak perlu menceritakan apapun kepada diriku, namun kekuatan seperti ini umumnya terbentuk saat kita berada pada titik paling rendah dalam hidup,"

Sepertinya itu benar..., aku masih ingat hari dimana aku... Ah! Sudahlah! Tidak perlu lagi memikirkan hal itu! Spontan aku menggelengkan kepala.

"Aku anggap kau mendapatnya dengan cara yang sama," jenderal Gweihaven yang melihat aksi tak disengaja dariku berkomentar. "Aku mendapatkan kekuatanku saat aku masih kecil,"

Aku menoleh menatapnya.

"Saat itu aku berusia sepuluh tahun... aku sedang bersama dengan kedua orang tuaku. Kami berkemah di tengah hutan," katanya. "Di suatu malam pada saat kita berkemah, ada segerombolan serigala yang datang menghampiri kami yang sedang tertidur. Ayahku adalah yang pertama terbangun, dengan gagah berani dia keluar dari tenda untuk menjauhkan keluarganya dari marabahaya,"

Ancient's Realm: The FolksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang