Chapter 6.2: Earthquake II

24 2 0
                                    

Beberapa menit setelah guncangan berhenti, Cai langsung berjalan dengan cepat mengarah ke ruang rapat. Napasnya memburu dan keringat dingin mengalir dari kening. Di tengah perjalanannya, ia bertemu dengan Rakustra yang datang dari arah Menara Timur.

"Cai!" panggil Rakustra. Sejak kejadian yang menyebabkan dirinya kehilangan lengan, ia kini selalu mengenakan jubah berlengan panjang. Hari ini, ia mengenakan jubah berwarna hitam.

"Itu adalah yang terbesar!" seru Cai sambil terus berjalan mendekatinya. "Aku hampir tertimpa sebuah lampu gantung yang jatuh!"

"Itu memang yang terbesar... untuk saat ini," ujar Rakustra sambil menepuk pundak Cai. "Ayo, kita segera ke ruang rapat. Pasti yang lain juga memiliki pemikiran yang sama."

Mereka berdua terus melanjutkan perjalanan sampai pada akhirnya sampai di ruang rapat yang kedua pintunya telah terbuka lebar. "Tiga menit sebelas detik," mereka langsung mendengar kalimat Santos yang sedang duduk di salah satu kursi disana. Disampingnya ada kepala dewan keuangan, Darren, yang mukanya pucat pasi, dan di hadapannya ada Gweihaven dan Arion yang dengan tenang memperhatikan.

Ketika Cai hendak menghampiri, Arion yang melihatnya segera bangkit berdiri dan kemudian memeluknya seraya bertanya, "Kau tidak apa-apa?"

"Aku baik-baik saja," jawab Cai. "Ayo," lanjut Cai mengajak Arion untuk kembali duduk.

Selang beberapa detik, datanglah Nazarella dengan napas yang terengah-engah. Tanpa perkataan ia langsung duduk di sebelah Santos untuk mendengarkan.

"Gempa kali ini cukup lama," Santos melanjutkan kalimatnya. "Dengan kekuatan sedahsyat itu... aku tidak dapat membayangkan apa yang terjadi di sana, mungkin kita perlu mengutus seseorang untuk datang berkunjung,"

Setelah Santos berkata demikian, masuklah Varam ke ruang rapat seraya berkata, "Kita tidak bisa mendiamkan ini terlalu lama," ketika dirinya masuk, seluruh orang yang ada di ruang rapat segera bangkit berdiri dan memberikan gestur hormat. "Santos, bagaimana kabar regu pencarian dari kerajaan kita?" Varam bertanya sambil menarik kursi yang ada di ujung meja rapat dan kemudian duduk di atasnya.

Santos sejenak terdiam sebelum menjawab, "Hasilnya masih nihil, Yang Mulia...,"

"Sudah berapa lama kita mencari-cari...?" Varam bergumam.

"Maafkan saya, Yang Mulia," respons Santos spontan, namun Varam langsung menggelengkan kepalanya.

"Itu bukan salahmu, Santos," katanya. "Buku itu PASTI masih ada di kawasan Republik Leilati," ia kemudian menegaskan.

"Aku pun sepemikiran," Cai berkomentar. "Maaf ya, Santos; aku tahu bahwa teorimu tentang perubahan geologi tidak menutup kemungkinan jika buku itu dapat ada dimanapun... namun aku punya firasat kalau buku itu tidak jauh dari Leilati,"

Rakustra menarik napas panjang sebelum angkat bicara, "Yah, jika aku ada di posisi pimpinan Leilati pada waktu itu... aku pun akan mempertimbangkan segala aspek sebelum memutuskan dimana aku akan menyimpannya. Ditambah, ia mencatat wasiat bahwa ia telah menyimpannya dengan aman..., aku rasa dia sangat percaya diri dengan tempat persembunyian buku itu,"

"Kemungkinan itu memang ada," jawab Santos. "Tapi lihatlah, sampai pada detik ini pun mereka belum menemukannya. Padahal bisa dibilang mereka tahu betul jumlah setiap batang pohon yang tumbuh di wilayah mereka,"

"Oh, bahkan mereka pun hafal berapa jumlah setiap helai daun yang ada disana," Varam tiba-tiba menambahkan. "Namun ironisnya adalah mereka tidak lagi tahu warna rumput yang tumbuh di wilayah 'saudara' mereka sendiri,"

Perkataan Varam mendiamkan Santos yang hanya memberikan gestur kecil pada tangan kanannya, menandakan bahwa ia tak bisa memungkiri fakta itu.

"Mereka ini seperti singa dan hyena," ujar Varam yang kemudian memberikan kesimpulan, "Ada sebuah tempat di Leilati yang belum mereka sentuh,"

Ancient's Realm: The FolksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang