~ welcome to our party ~

12.9K 1K 29
                                    

Apa sebutan yang cocok untuk orang yang menekuni suatu bidang tapi sebenarnya bukan itu yang selama ini di inginkan?

Selama kurang lebih 2 tahun setelah lulus aku bekerja di rumah sakit ini, salahku sejak awal karena memilih menjadi dokter. Tidak ada yang memaksaku hanya saja aku tidak punya pilihan lain selain membuat papa melirikku.

Aku tidak tahu apa yang salah dengan diriku sampai membuat papa seperti tidak menganggap kehadiranku. Aku tidak pernah menuntut hartanya yang banyak, aku tidak pernah meminta papa membayari pendidikanku sampai aku lulus dokter, aku tidak pernah meminta fasilitas yang selalu beliau berikan meskipun tidak pernah aku pakai.

Aku hanya butuh satu pelukan dan tepukan di punggungku. Aku hanya butuh ucapan 'papa bangga nak sama kamu' ketika aku berhasil, aku hanya butuh pelukan papa di saat aku sedih. Hanya perhatian yang aku butuhkan, bukan yang lain.

Ironis ya, ketika banyak orang bisa mengakui bahwa papanya adalah cinta pertamanya, tapi bagiku justru papa adalah sosok yang menjatuhkan mentalku, sosok yang meruntuhkan kepercayaan diriku.

Cengeng!

Lambat!

Contoh kakak kamu!

Kakak kamu pintar gak kaya kamu!

Kakak kamu penurut, gak kaya kamu!

Deretan kata-kata itu masih terus terngiang ditelingaku. Bahkan masih terekam jelas di otakku bagaimana ekspresi papa waktu mengucapkan itu padaku.

Tapi itu aku yang dulu, waktu aku SMP dan papa memutuskan meninggalkan aku dan Mama. Aku yang sekarang punya pertahanan diri yang tinggi,   aku tidak akan membiarkan makhluk yang bernama laki-laki masuk ke kehidupanku dan mama.  Salahkan papa jika saat ini aku tidak berminat sekali dengan cinta pada lawan jenis!

"Ralin!"
Aku buru-buru mengusap air mataku.

"Iya Ma!"

"Itu, udah ngembang!" Jawab Mama sambil menunjuk adonan kue yang ternyata sudah mengembang.

"Hehe iya, ini juga mau di masukin loyang!"

Mama tersenyum lalu meninggalkan dapur, senyum yang sama yang selama ini beliau tunjukkan, seolah sudah paham apa yang aku rasakan. Beberapa saat kemudian Mama kembali dengan membawa nampan isi dua cangkir coklat panas.

"Kamu jaga malam ya?"

"Iya Ma, makannya bikin kue resep terbaru biar di coba sama teman-teman!"

"Semoga aman ya buat teman-teman kamu!"

Aku hanya tertawa. "Ya kalau ada apa-apa seenggaknya dekat sama UGD Ma!"

"Kenapa kamu gak coba nyalurin bakat kamu aja sih Lin? Buka toko kue atau restoran gitu, Mama selalu siap membantu."

Aku menggeleng merasa tidak percaya dengan diriku sendiri. Setidaknya aku sudah cukup puas dengan adanya teman-temanku di rumah sakit yang selalu antusias mencoba eksperimenku dalam hal memasak. Mama hanya tersenyum sambil mengusap rambutku.

"Papa dari kemarin telpon terus Ma!"

Mama menghela nafas lalu meminum coklat panas baru akhirnya menjawabku.

"Masih maksa kamu ngambil spesialis?"

Aku mengangguk lemah. Papa dan Mama memang sudah berpisah, tapi papa tidak pernah benar-benar meninggalkanku. Papa selalu memberikan uang bulanan untukku, mobil dan keperluan lainnya tapi aku tidak pernah memakainya. Waktu aku bersikeras menolak tapi mama selalu meyakinkanku, mau keadaan gimanapun beliau tetap papaku.

5. (a)Gus Nazril Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang