~ takdir atau kebetulan? ~

9K 861 77
                                    

NAZRIL

Pasti pada sering dengar kan kalimat 'tidak ada yang kebetulan di dunia ini, bahkan daun jatuh pun sudah ditakdirkan oleh Allah'?

Gue yakin memang semua terjadi bukan karena kebetulan, melainkan sudah Allah takdirkan. Seperti saat ini entah kebetulan atau takdir tapi gue pilih sebagai takdir. Siang ini saat gue mau ke rumah Bude Nilna, gak sengaja melihat mobil Ralin berhenti di tepi jalan agak sepi. Tanpa pikir panjang gue turun dan mengetuk kacanya.

Dari kaca mobilnya gue lihat Ralin sedang menempelkan dahinya pada setir. Gue ketuk lagi karena belum ada respon darinya.

"Mobilnya kenapa kok berhenti di sini?" Tanya gue di ujung telepon.

Gue memutuskan menelponnya karena sepertinya dia sedang tidak baik dan tidak peduli dengan ketukan kaca. Ralin menoleh dan baru sadar dari tadi gue yang mengetuk pintunya.

"Lagi nunggu teman Mas! Maaf gue gak bisa buka pintu!"

"Buka Lin! Gue tahu lo sedang gak baik-baik aja!"

"Gue boleh ngobrol Mas?"
Tanya Ralin setelah sekian lama diam.

"Boleh, lo ikuti mobil gue!"

"Iya!"

Gue membawa Ralin ke sebuah taman yang cukup nyaman untuk ngobrol. Di siang hari begini biasanya tempat itu ramai di gunakan mahasiswa yang sedang belajar kelompok atau sekedar nongkrong karena di dekatnya ada sebuah kampus.

Gue mengajak Ralin duduk di sebuah kursi panjang, letaknya di tengah keramaian tapi cukup nyaman. Gue belikan dia minum dan tidak menanyakan apapun sampai dia akhirnya mau berbicara.

"Gue malu Mas, dua kali lo lihat gue yang sedang nangis kacau gini."

"Apa dengan alasan yang sama?"

Dia tersenyum datar dan mengangguk. Sepertinya sesuatu telah terjadi dengan dia dan papanya. Penampilannya sedikit kacau sepertinya lama banget nangis.

Setelah tenang, dia mulai cerita tentang papanya yang tidak tinggal dengannya dan selalu memaksakan kehendak padanya. Sampai tadi dia bertengkar dengan papanya. Gue seperti de javu dengan keadaan ini. Dulu gue juga pernah menenangkan wanita yang gue sayang karena bertengkar dengan papanya, saat ini pun juga.

Sebentar!

Apa gue terdengar seperti mengakui sebuah perasaan untuk wanita ini?

Jawabannya, mungkin iya. Gue akui berminggu-minggu gue dibuat galau oleh seorang Ralin. Gue selalu berusaha melawan gejolak hati gue untuk Ralin, tapi semakin gue lawan rasanya semakin kuat.

Puncaknya gue minta petunjuk ke Allah agar memberikan petunjuk apakah wanita ini yang gue cari selama ini. Dan tadi malam seakan gue dapat pencerahan dari Allah saat pertama kalinya mendengar dia ngaji dan membuat gue nyaman. Akhirnya setelah lebih dari 4 tahun, hati gue luluh oleh seorang Ralin.

Gue gak hanya diam di tempat, gue sering diam-diam cari tahu tentang wanita ini. And thanks to Gisel yang mau kasih banyak info ke gue tapi enggak untuk kehidupan keluarganya, dia mau Ralin aja yang cerita sendiri ke gue. Dia saat ini masih di Australia dan tiap hari rajin banget tanya kabar Ralin.

Perlahan Ralin tenang dan mulai menceritakan pertengkarannya tadi. Dia menceritakan papanya yang memaksanya untuk mengambil pendidikan spesialis, papanya yang selalu membandingkan dirinya dengan kakaknya sampai akhirnya dia memutuskan hubungan dengan papanya.

"Gue gak tau apa yang lo alami selama ini Lin! Tapi memutuskan hubungan apalagi dengan papa sendiri itu juga bukan pilihan tepat!"

"Gue udah pikirin ini bertahun-tahun Mas, dan gue yakin gue bisa hidup tanpa kasih sayang papa, selama inipun gue gak pernah dapat itu."

"Lo tenangin diri dulu Lin, minta ketenangan sama Allah. Lo lagi emosi banget!"

"Iya Mas, tapi yang gue pengen kalau papa mau pergi ninggalin gue dan mama ya pergi aja jangan ngikat gue kaya gini tapi kalau papa memang masih anggap gue anaknya ya gue mau papa bersikap seperti seorang papa pada umumnya, bukan cuma materi yang gue butuh Mas! gue baru berani mengatakan semua ini setelah sekian tahun dan gue rasa ini bukan hanya sebatas emosi Mas."

Ralin terlihat yakin sekali dengan keputusannya, gue bisa bayangin betapa sakit hati dan kecewanya dia selama ini.

"Suatu saat kalau nikah pasti butuh papa lo Lin, terus apa rencananya?"

Tau peribahasa sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui? Nah itu maksud dari pertanyaan gue untuk Ralin.

"Gue gak pernah berani berpikiran tentang nikah Mas. Gak ada gambaran sama sekali buat gue."

Ya Allah, gue pernah dosa apa ya di masa lalu sampai jalan gue dapat jodoh susah banget seperti ini. Astaghfirullah!! Sepertinya jalan gue gak akan mudah buat deketin Ralin.

Saat ini juga gue pengen ngatain diri sendiri, bisa-bisanya mikirin nikah di saat Ralin sedang susah seperti ini.

"Kenapa?"

Dia hanya tersenyum manis, dan sebenarnya tanpa tersenyum pun juga sudah manis bahkan dengan mata sembap pun gak mempengaruhi wajah ayunya.

"Gue takut Mas, gue gak akan sekuat mama kalau suatu saat gue nikah dan ngalami hal yang mama alami selama ini."

Gue hanya bisa tersenyum getir, antara prihatin dengan nasib wanita yang gue inginkan ini sekaligus prihatin dengan nasib gue sendiri. Sepertinya status kejombloan gue masih harus diperpanjang lagi.

Poor you Nazril!!

"Sekarang lakukan apa yang buat lo nyaman Lin! Ketika lo nyaman pikiran akan kembali tenang, gue cuma mau kasih tau mungkin udah terlalu banyak yang membuat hati lo sakit dan kecewa tapi gak semua yang tante alami pasti akan lo alami juga. Gue harap suatu saat lo menemukan seseorang yang tepat di waktu yang tepat, syukur-syukur di waktu yang cepat!"

Gue contohnya!! Ha ha ketawa miris.

Dia tertawa mendengar kata-kata gue, syukurlah melihatnya tertawa membuat gue bisa sedikit lega. gue gak boleh terlalu memaksakan perasaan ini padanya, gue harus pelan-pelan mengembalikan rasa percaya dirinya dan akhirnya bisa percaya sama gue.

"Makasih ya Mas, udah mau jadi teman ngobrol gue yang gak jelas ini."

Teman ngobrol, saudara! Okelah, soon to be teman hidup. Lihat aja!

"Gue udah bilang Lin, di sekitar lo banyak yang peduli sama Lo. Jangan rendah diri lagi!"

Dia mengangguk lalu menghabiskan sisa minumnya.

"Lo bisa hubungi gue kapanpun saat lo butuh teman ngobrol."

"InsyaAllah." Jawabnya sambil tersenyum, lama-lama bisa Diabet gue ini. Kalau diabetnya bisa gue cegah, sedangkan dosanya? Numpuk terus dong!!

"Lo sendiri gimana Mas? Belum ada rencana nikah?"

"Masih nunggu!"

"Masih belum move on ya dari sahabatnya dulu?" Tanyanya dengan tertawa sedikit meledek.

Kenapa dia tahu? Oh gue paham, pasti ini kerjaannya si kunyuk!

"Edo ya yang cerita? Jangan percaya deh sama omongannya! Suka ngibul dia!"

"Haha, gue sih lebih percaya Mas Edo."

Gue terhipnotis ikut tertawa ketika dia bisa tertawa lepas. Gue harap mulai saat ini gue bisa jadi alasan dibalik kebahagiaannya.

"Ralin?"

"Ya?"

"Bisa kasih gue kesempatan?"

5. (a)Gus Nazril Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang