PART 21

174 18 0
                                    

Alaska melangkahkan kakinya cepat menyusul perempuan itu.

"Tunggu!" seru Alaska yang membuat perempuan itu menghentikan langkahnya.

Ia berbalik. "Ada apa, ya?" tanya perempuan itu dengan menundukkan pandangannya.

"Anda yang minggu lalu nabrak saya di loket stasiun tugu?" tanya Alaska setelah mengingat kejadian minggu lalu di stasiun.

Perempuan itu mengangguk. "Iya, itu saya."

"Saya Alaska Rezvan Sanjaya, panggil saja Alaska. Boleh saya mengenalmu lebih jauh?" tanya Alaska tiba-tiba.

Perempuan itu membeku. "Maaf, saya sudah memiliki calon suami."

Pipi Alaska bersemu merah. "Baru kali ini gue ditolak," kata Alaska di dalam hatinya.

"Assalamualaikum!" seru Wira ketika memasuki rumah orang tua Alaska

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamualaikum!" seru Wira ketika memasuki rumah orang tua Alaska.

"Waalaikumussalam!" balas Widia yang sedang membaca majalah. Ia menolehkan kepalanya pada Wira yang berjalan mendekatinya.

"Alaska ada, Tan?" tanya Wira seraya mengecup punggung tangan Widia.

"Ada tuh di kamarnya. Sejak semalem dia belum keluar kamar. Tadi pagi Tante masuk ke kamarnya penuh kertas, tapi Tante nggak tahu itu kertas apa. Coba deh kamu cek! Tante takut dia gila, soalnya dari kemarin itu dia kelakuannya aneh," jawab Widia dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Siap, Tan!" seru Wira dengan memberi hormat pada Widia. Kemudian berlari ke lantai dua untuk menuju ke kamar Alaska.

 Kemudian berlari ke lantai dua untuk menuju ke kamar Alaska

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wira berjalan mengendap memasuki kamar Alaska. Benar kata Widia, banyak sekali kertas-kertas HVS yang berserakan di lantai kamar Alaska, namun ia tak menemui keberadaan Alaska di sana. Sepertinya Alaska berada di ruang pribadinya yang berada di balik lemari bukunya.

Ia pun segera mendorong perlahan lemari itu, sehingga ia menemukan ruang pribadi Alaska dan juga Alaska yang ternyata tertidur di meja kerjanya.

"Bused! Apa nih?" Wira bertanya-tanya seraya mengambil sebuah HVS yang terdapat tulisan tangan di atasnya.

Jika dilihat dari tulisan tangannya, sepertinya ini tulisan tangan milik Alaska. Wira pun segera membaca tulisan yang ada di kertas tersebut.

Sang Rintik

Ia Rintik,
Seorang yang menyukai hujan,
Sama denganku.
Namun,
Janganlah salah menilainya.
Karena ia bukan seperti rintik hujan,
Tapi ia bintang,
Yang bersinar terang.
Sama seperti kejora yang menyinari bumi ini dengan sinarnya,
Ia pun begitu.
Namun terkadang,
Aku tak paham dengan diriku,
Yang nyaman ketika dekat dengannya,
Namun juga risau di keadaan yang sama.
Debaran jantung ini pun terasa berbeda,
Ketika aku bersama dengan dirinya. ~ Alaska Rezvan Sanjaya

Wira mengerjapkan matanya geli. "Ini bukan Alaska banget!!" seru Wira di dalam hatinya.

Segelintir ide jahil melintas di kepalanya. Ia pun memegang kertas itu kembali dengan badannya yang ia tegapkan, persis seperti seorang protokol upacara. Dengan keras dan tegas ia berbicara seraya membaca puisi milik Alaska.

"Sang Rintik!" seru Wira dengan keras.

"Ia Rintik! Seorang yang menyukai hujan! Sama denganku!"

Perlahan Alaska terusik dengan suara Wira yang menggelegar di ruang pribadinya. Ia pun membuka matanya perlahan dengan rasa kantuk yang terus saja menyerangnya.

"Namun! Janganlah salah menilainya! Karena ia bukan seperti rintik hujan! Tapi ia bintang!"

Mendengar seruan Wira terus menerus membuatnya menyerngitkan keningnya tak paham. Namun, ia seperti mengingat kata-kata yang diucapkan oleh Wira. Ingatannya pun berputar pada kejadian semalam, dimana ia membuat sebuah puisi untuk Rintik, karena kegalauan melandanya. Ia pun segera membelalakkan matanya terkejut ketika menyadari itu.

"Wira!! Tutup mulut kotor lo itu!!" seru Alaska kesal. Ia menatap tajam Wira yang sampai saat ini masih terus membacakan puisi pertama karyanya.

"Namun terkadang! Aku tak paham dengan diriku!"

"Wiraa!!!!" teriak Alaska emosi. Dengan terpaksa ia berlari ke arah Wira dan menyumpal mulut Wira dengan gumpalan kertas HVS bekas yang tadi sempat ia ambil terlebih dahulu dari lantai.

"Aoaoaoao!!!" seru Wira dengan suara tak jelas karena mulutnya disumpal gumpalan kertas.

Alaska tertawa laknat. "Mampus kan lo! Sini!" kata Alaska seraya menarik paksa kertas HVS yang berisi puisi miliknya. Lalu ia masukkan ke dalam laci meja kerjanya.

"Lo suka sama Rintik?" tanya Wira serius setelah ia berhasil mengeluarkan gumpalan kertas tersebut.

Alaska terdiam. "Nggak... Gue nggak suka Rintik," jawab Alaska yang terdengar ragu.

Wira terkekeh. "Udahlah ngaku aja!"

"Nggak, Wir! Lagian dia juga udah mau nikah! Udahlah nggak usah bicarain Rintik! Cari topik lain!" kata Alaska kesal. Sejujurnya ia hanya tak ingin mendengar lebih jauh tentang Rintik dan Rendy. Karena hatinya pasti akan memanas dan emosinya bisa tak terkontrol.

"Rintik nggak jadi nikah. Dia nggak nerima lamarannya Rendy laknat itu," kata Wira seraya mengambil salah satu buku bisnis milik Alaska.

Alaska terdiam dengan wajahnya yang perlahan terlihat berbinar. "Lo nggak boleh ngada-ngada," kata Alaska dengan menahan senyumnya.

Wira berdecak. "Ck! Plis lah, Ka! Gue nggak mungkin bohongin lo! Lo itu sahabat gue! Dan gue rasa lo udah nemuin cinta lo lagi! Jadi cepetan jemput Rintik! Jangan cuma galau-galauan doang di__"

Sebelum Wira menyelesaikan ucapannya Alaska sudah berlari ke ranjangnya dan melompat-lompat di sana seperti seorang anak kecil yang diberi permen.

Wira berdiri terdiam dengan wajah cengonya. Ia tak menyangka Alaska yang biasanya dingin itu akan bersikap konyol bila ia senang.

"Tante!! Anak Tante gila!!" seru Wira dengan keras.

"Tante!! Anak Tante gila!!" seru Wira dengan keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rintik Asa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang